Usai menonton film Avatar: The Way of Water, Kamis 5 Januari 2023 malam, saya bersama dua anak saya lanjut menonton film Alena: Anak Ratu Iblis. Sudah lama juga saya tidak menonton film horor.
Tadinya mau nonton film KKN di Desa Penari, tapi sudah berlangsung sekitar 10 menit dari jam tayang. Ya, tidak seru kalau nontonnya terpenggal begitu.
Kebetulan film Alena: Anak Ratu Iblis ini ternyata baru tayang di hari itu. Sepertinya, dari judulnya, film ini menegangkan nih. Dua anak saya juga ingin menonton film horor. Tinggal 20 menit lagi menuju jam tayang di studio 7.
Saya pun membeli 3 tiket. Kami duduk di dua baris tempat duduk paling belakang. Biar nontonnya seru saja. Setelah menayangkan beberapa iklan, akhirnya film Alena: Anak Ratu Iblis besutan sutradara Sonu Samtani yang pernah memproduseri film Kereta Hantu Manggarai, pun dimulai.
Baca juga:Â Pesan-pesan Tersirat dari "Avatar The Way of Water"
Adegan dimulai di suatu pantai. Mungkin menjelang Maghrib karena langit terlihat temaram. Seorang kakek dan dua cucunya tengah bermain di pantai. Lalu sang kakek mengajak kedua cucunya untuk mendengar kisah yang tentang ratu iblis bernama Lilith (diperankan oleh Karenina).
"Pada zaman dahulu kala, ada seorang ratu iblis bernama Lilith yang dikurung dalam sebuah gua," Kakek mulai bercerita di depan api unggun.
Sayangnya, Ratu iblis bernama Lilith itu tidak ditampilkan menyeramkan. Biasa-biasa saja. Dalam bayangan saya yang namanya iblis kan menyeramkan. Wajah tidak jelas begitu. Mata melotot, gigi bertaring, kepala bertanduk, kuku-kuku panjang dan tajam. Ya sosok iblis sebagaimana yang selama ini digambarkan.
Ratu iblis bernama Lilith ini, wajahnya terlihat mulus, pakai pemerah bibir, pakai alis, bajunya juga tidak menggambarkan pakaian iblis sebagaimana selama ini digambarkan. Jadi, ketika saya dan anak-anak menonton tidak merasa takut atau menegangkan. Biasa saja.
"Menyeramkan nggak Kak?" tanya saya.
"Nggak, B aja," jawabnya.
"Iya, B aja, kayak di sinetron," timpal adiknya.
Kemudian adegan berlanjut dengan timing 20 tahun kemudian (kalau tidak salah ingat). Seorang pria berlari-lari menuju mercusuar. Dia ingin menemui salah satu cucu kakek yang sudah dewasa itu. Dia menaiki anak tangga yang melingkar itu. Lalu dia membangunkan orang yang dicarinya.
Pria itu lantas menyalakan televisi. Dia memberitahukan bahwa ada berita tentang pencurian kunci segel pengurung Lilith. Menjadi perhatian saya mengenai timing berita yang ditonton.
Perjalanan si pria itu sampai menaiki tangga mercusuar menurut perkiraan saya, butuh waktu sekitar 2 atau 3 menit, tapi ketika dia menyalakan televisi, pembaca berita baru membacakan beritanya.
Logika saya, seharusnya berita itu sudah berakhir mengingat durasi berita televisi sangat singkat. Dugaan saya, pria itu melihat berita di tempat lain lalu bergegas menuju mercusuar dan memberitahukan berita itu.
Jadi, harusnya berita itu sudah berakhir ketika dia menghidupkan televisi. Lain cerita, ketika dia sudah berada di situ, menyalakan televisi lalu tiba-tiba ada berita itu. Dia baru tahu saat itu, masuk logika saya.
Kemudian adegan beralih pada sekelompok orang pengikut sekte pemuja iblis mencoba membuka  dan membebaskan Lilith melalui kunci yang dicuri itu. Lagi-lagi tidak terlihat adegan yang menyeramkan.
Setting gua-nya tidak terlihat seperti gua. Editingnya kurang smooth dan cantik. Warna emas di dalam gua juga terlihat banget bohongannya. Saya dan dua anak saya jadi bertanya-tanya efek seramnya di mana?
Adegan berlanjut ketika Lilith yang terkurung di gua bebas. Efek pecahan es yang membungkus tubuh Lilith juga kurang cantik. Terlihat banget pecahan-pecahan es itu editan sehingga tidak memunculkan rasa takut atau tegang. Setidaknya bagi saya dan kedua anak saya.
Kata anak saya sih, mirip editan di sinetron Indosiar. Terihat banget. Lalu ia membandingkan editing di film Avatar: The Way of Water. Padahal, film ini juga imajinatif. Tidak sungguh-sungguh terjadi di dunia nyata. Tapi sang sutradara mampu memacu adrenalin para penonton.
Kemudian adegan berlanjut pada terbunuhnya seluruh anggota sekte oleh Lilith. Kecuali satu, Ratna (diperankan oleh Wulan Guritno). Ia dipilih untuk merawat putrinya.
"Aku akan melahirkan bayi," katanya sambil tertawa keras yang berulang.
Lagi-lagi tawanya tidak menyeramkan. Sebagai penggemar film horor, bagi saya, tawa Lilith ini tidak ada seram-seramnya. Datar-datar saja. Tidak membuat saya dan dua anak saya bergidik. Saya jadi kecewa dengan film keluaran rumah produksi Arjuna Mega Film tersebut.
Selama film berlangsung, saya juga terganggu dengan narasi yang kurang terdengar jelas. Suaranya seperti pecah begitu. Ditambah suara musik pengiring yang agak keras sehingga membenamkan narasi.
Untuk memastikan, saya bertanya pada anak saya barangkali ada masalah di pendengaran saya. Eh, anak saya juga mengaku tidak jelas. Berarti fix, bukan pendengaran saya yang bermasalah. Entah penononton yang lain, apakah merasakan hal yang sama?
Ada juga dialog yang tidak konsisten. Sebelumnya memanggil "Kakak" (pada Wulan Guritno), eh adegan berikutnya memanggil "Mbak". Dan itu, tidak sekali dua kali.
Sosok Ratna yang diperankan Wulan Guritno, menurut pengamatan saya, juga kurang natural. Seperti tidak menjiwai perannya. Biasa-biasa saja. Tampangnya yang dingin kurang mampu mengangkat sosok yang diperankannya.
Termasuk juga setting rumah tempat tinggal keluarga Hendra yang super luas bak istana tapi hanya dihuni oleh 5 orang saja. Pasangan suami isteri, Ratna, Alena, dan Ismail. Â
Halaman rumahnya saja seluas rumahnya. Mungkin ingin menampilkan suasana seram, tapi ya kok jadinya malah tidak kena di saya ya. Sayang saja.
Hingga film yang menggunakan teknologi CGI -- teknik pencitraan hasil komputer, berakhir, terus terang saya kecewa. Dua anak saya kecewa. Berharap mendapatkan tontonan sesuai ekspektasi judulnya, ternyata tidak.Â
Tapi, saya tetap mengapresiasi kehadiran film horor lokal asli produksi bangsa Indonesia. Salut. Berani memberikan suguhan film bergenre horor kepada masyarakat penikmat film.
Usai menonton kami lanjut makan di gerai waralaba sambil membahas film Alena: Anak Ratu Iblis yang baru saja ditonton.Â
"Bagaimana Bun, film tadi? Kalo menurut aku sih B aja. Nggak ada seram-seramnya," kata bocil, yang ditimpali pandangan yang sama oleh anak kedua saya.
Review
Alena: Anak Ratu Iblis ini film garapan Arjuna Mega Films. Diproduseri dan disutradarai oleh Sonu S. Skenario filmnya ditulis oleh Maruska Bath.
Film ini menghadirkan Temmy Rahadi dan Ririn Ekawati yang memerankan pasangan suami isteri bernama Hendra dan Maya. Sementara itu, tokoh Alena sebagai pemeran utama diperankan oleh Ciara Brosnan, artis cilik kelahiran 19 November 2011.
Ada pula Karenina yang berperan sebagai Ratu Iblis, Ali Zainal sebagai Aslan, Wulan Guritno sebagai Ratna, Jerico Gawtama sebagai Ismail, dan lain-lain.
Film berdurasi 97 menit ini berkisah tentang petaka dan teror yang hadir setelah sepasang suami istri, Hendra dan Maya, mengadopsi seorang anak yang diberi nama Alena. Anak yang diperkirakan berusia 4 tahun ini ditemukan tengah berjalan sendirian di kegelapan malam.
Beberapa tahun kemudian, Maya pun hamil. Usaha yang dirintis Hendra pun membaik. Tetapi, setelah Maya hamil dan melahirkan, berbagai hal mengerikan mulai terjadi, bahkan sampai mengancam nyawa banyak orang. Hidup yang semula nyaman, berubah dengan penuh teror.
Hingga pada suatu waktu Maya mulai menyadari, jika penyebab dari datangnya banyak bencana tersebut berasal dari Alena, anak angkat yang selama ini mereka sayangi.
Alena berusaha menghabisi nyawa si adik dan orangtua angkatnya. Juga menghabisi nyawa orang-orang yang berusaha mengulik siapa dirinya.Â
Adegan berakhir ketika pesawat yang ditumpangi Hendra, Ismail, Aslan dan Alena meledak. Seluruh penumpang terpanggang, kecuali Alena. Ia berdiri di antara mayat-mayat yang bergelimpangan.Â
Penasaran?
*disclaimer: ditulis berdasarkan sudut pandang saya pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H