"Nggak, B aja," jawabnya.
"Iya, B aja, kayak di sinetron," timpal adiknya.
Kemudian adegan berlanjut dengan timing 20 tahun kemudian (kalau tidak salah ingat). Seorang pria berlari-lari menuju mercusuar. Dia ingin menemui salah satu cucu kakek yang sudah dewasa itu. Dia menaiki anak tangga yang melingkar itu. Lalu dia membangunkan orang yang dicarinya.
Pria itu lantas menyalakan televisi. Dia memberitahukan bahwa ada berita tentang pencurian kunci segel pengurung Lilith. Menjadi perhatian saya mengenai timing berita yang ditonton.
Perjalanan si pria itu sampai menaiki tangga mercusuar menurut perkiraan saya, butuh waktu sekitar 2 atau 3 menit, tapi ketika dia menyalakan televisi, pembaca berita baru membacakan beritanya.
Logika saya, seharusnya berita itu sudah berakhir mengingat durasi berita televisi sangat singkat. Dugaan saya, pria itu melihat berita di tempat lain lalu bergegas menuju mercusuar dan memberitahukan berita itu.
Jadi, harusnya berita itu sudah berakhir ketika dia menghidupkan televisi. Lain cerita, ketika dia sudah berada di situ, menyalakan televisi lalu tiba-tiba ada berita itu. Dia baru tahu saat itu, masuk logika saya.
Kemudian adegan beralih pada sekelompok orang pengikut sekte pemuja iblis mencoba membuka  dan membebaskan Lilith melalui kunci yang dicuri itu. Lagi-lagi tidak terlihat adegan yang menyeramkan.
Setting gua-nya tidak terlihat seperti gua. Editingnya kurang smooth dan cantik. Warna emas di dalam gua juga terlihat banget bohongannya. Saya dan dua anak saya jadi bertanya-tanya efek seramnya di mana?
Adegan berlanjut ketika Lilith yang terkurung di gua bebas. Efek pecahan es yang membungkus tubuh Lilith juga kurang cantik. Terlihat banget pecahan-pecahan es itu editan sehingga tidak memunculkan rasa takut atau tegang. Setidaknya bagi saya dan kedua anak saya.
Kata anak saya sih, mirip editan di sinetron Indosiar. Terihat banget. Lalu ia membandingkan editing di film Avatar: The Way of Water. Padahal, film ini juga imajinatif. Tidak sungguh-sungguh terjadi di dunia nyata. Tapi sang sutradara mampu memacu adrenalin para penonton.