Di luar hujan turun semakin deras. Petir menggelegar. Saling bersahutan. Menunggu reda takkunjung reda. Kami pun berpayung menuju tenda. Sudah bisa dipastikan, kami tidak bisa lagi mengejar matahari.
"Ayo kita siap-siap keluar dari area ini sebelum air pasang. Daddy ambil mobil dulu pindahin ke sini biar gampang pindahin barang," kata suami.
Suami melihat air laut kian naik ketika melihat perahu yang lama kelamaan naik. Sebagai bentuk kewaspadaan, suami pun mengajak kami untuk "mengungsi". Ya, tidak jadi deh naik gondola untuk mengejar matahari.Â
Sementara suami ke parkiran, kami merapikan barang-barang bawaan kami. Ketika mobil tiba, kami memindahkan barang. Selesai, tinggal tenda yang belum dirapikan. Suami meminta saya dan anak-anak tetap di mobil.Â
"Urusan tenda biar Daddy. Tanggung juga baju basah. Percuma pakai payung. Sekalian hujan-hujan aja. Nanti tolong siapin baju ganti Daddy, celana pendeknya juga," kata suami.
Setelah melipat tenda sekenanya, lalu ditaruh di depan. Suami berganti baju, kemudian tancap gas meninggalkan area pantai. Hingga keluar dari gerbang TIJA, hujan kian deras.Â
Sesampai di rumah langit tetap kelabu. Hujan mulai agak reda tapi bukan berarti berhenti. Sepertinya mengejar matahari di hari ini saya tuntaskan sampai di sini saja. Berharap besok, semburat mentari menghangatkan bumi. Kalau tidak besok, ya lusa, atau keesokan harinya, tidak pernah putus asa untuk berharap.
Di sini ada satu kisah
Cerita tentang anak manusia
Menantang hidup bersama
Mencoba menggali makna cinta
Tetes air mata
Mengalir di sela derai tawa
Selamanya kita
Tak akan berhenti mengejar matahari
Tajamnya pisau takkan sanggup
Goyahkan cinta antara kita
Menembus ruang dan waktu
Menyatu di dalam jiwaku