"Oh boleh. Terima kasih ya Bu," kata saya.Â
Kami pun melanjutkan jalan kaki hingga ke Pantai Indah. Sepanjang bibir pantai saya perhatikan tikar-tikar digelar untuk disewakan. Tidak hanya di bibir pantai. Hampir bisa dibilang area-area terbuka terhampar tikar. Pertikar tarif sewanya Rp25.000.Â
Akhirnya, kami pun menemukan tempat yang cukup strategis. Depan pantai dengan hamparan pasir putih. Dua perahu terlihat bersandar menunggu wisatawan yang ingin mengelilingi pantai. Tarifnya untuk dewasa Rp20.000 dan untuk anak-anak Rp10.000.
Saya katakan strategis karena tidak begitu jauh dari sini ada toilet permanen dan toilet portable, tempat bilas, mushola, warung-warung makan, minimarket, dan gerai waralaba.Â
Cuma satu yang kurang, tidak ada aliran listrik saja untuk mencharge hp jika lowbat. Kabel listrik yang dibawa jadi tidak bisa dimanfaatkan. Jadi, saya harus menghemat baterai.Â
Agar lebih leluasa, kami lantas menyewa 4 tikar karena ukuran tenda lebih luas dibanding ukuran tikar. Berpacu dengan waktu, kami bergegas memasang tenda. Langit begitu gelap pertanda hujan sebentar lagi turun.
Sambil memasang tenda, saya perhatikan pantai Ancol dipenuhi pengunjung. Terlihat anak-anak bermain air di pantai. Ada juga yang "berlayar" dengan perahu sampai ke Teluk Ancol.Â
Tidak lama hujan pun turun. Terdengar petugas mengimbau pengunjung untuk waspada gelombang atau air pasang paska hujan. Pengunjung diberi waktu bermain di pantai hingga pukul 17.00.Â
Dengan memakai payung kami tuntaskan pasang tenda agar bisa segera berteduh. Pasang plesit anti air menjadi yang terakhir. Diikat ke pohon dan batu. Alhamdulillah... Kami pun merapikan bantal-bantal, makanan, dan barang-barang yang lain.
Agak sorean hujan mulai agak reda. Saya melihat ada dua 'tetangga baru' di kiri kanan yang juga berkemah. Tapi sepertinya dia menyewa tenda karena orang yang menyewakan tikar juga memasang tenda untuk disewakan.Â