Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Webinar PERDOSRI: KLB Polio, Gejala, dan Manajemen Rehabilitasi Medis

21 Desember 2022   09:11 Diperbarui: 21 Desember 2022   09:19 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua PP PERDOSRI dr Rumaisah Hasan, SpKFR, NM(K) (dokumen pribadi)

Pada November 2022 ditemukan adanya satu temuan kasus lumpuh layu akut yang didiagnosis sebagai kasus polio tipe 2 di Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam. Kementerian Kesehatan sudah menyatakan ini Kejadian Luar Biasa atau KLB.

Dikatakan KLB karena Polio sendiri saat ini sudah mulai dapat dianulir di dunia. Itu sebabnya, meski ada satu kasus saja, pemerintah menetapkannya sebagai KLB.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan kejadian itu ditemukan pada anak berusia 7 tahun 2 bulan di Kabupaten Pidie. Dari hasil tes, anak itu mengidap Virus Polio Tipe 2 dan Sabin Tipe 3.

Baca juga: PP PERDOSRI Periode 2022-2027 Dilantik, Siap Memajukan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia

Bagi PP PERDOSRI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia), adanya temuan ini cukup mengejutkan. Indonesia yang sudah dinyatakan bebas polio sejak 2014 tiba-tiba ditemukan ada kasus.

"Kejadian ini tentu mengejutkan dan cukup mengkhawatirkan kita karena Indonesia sudah mendapatkan seritfikat bebas polio dari WHO," kata Ketua PP PERDOSRI dr Rumaisah Hasan, SpKFR, NM (K), Minggu 18 Desember 2022.

Dikatakan, polio sebagai penyakit infeksi yang mengakibatkan kelumpuhan dan ditularkan melalui makanan dan air. Penyakit menular ini diakibatkan oleh virus yang menyerang sistem saraf.

Itu sebabnya, seseorang yang terinfeksi dapat mengalami kelumpuhan hanya dalam hitungan jam. Selain itu, dapat menyebabkan kegagalan sistem pernapasan yang dapat berdampak fatal.

Bagi Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang concern tentang management comprehansive terhadap gangguan fungsi dan kecacatan dalam berbagai tingkatan, ditemukannya kembali kasus polio tentu harus disikapi secara proporsional.

"Tidak boleh panik namun tidak boleh abai dan serampangan. Ini tidak bisa dibiarkan. Harus disiapkan managemen penanganannya. Karena polio kan ujung-ujungnya menyebabkan gangguan fungsi seperti cacat atau kelumpuhan," tuturnya.

Karena itu, PP PERDOSRI amat concern dengan temuan kasus ini mengingat dampak dari polio ini menjadi ranah dari Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi atau Sp.KFR.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

PP PERDOSRI pun berinisiatif mengadakan webinar cepat tanggap sesi 1 berjudul "Poliomyelitis Datang Lagi: Manajemen dan Rehabilitasi Medis Fase Akut dan Sub-akut", Minggu 18 Desember 2022.

Acara ini  diselenggarakan PP PERDOSRI melalui Spesial Interest Grup (SIG) Pediatrik Rehabilitation dengan inisiator Dr. dr. Ratna Soebadi, Sp.KFR, Ped. (K) bekerja sama dengan Docquity sebagai media patner. Sasarannya adalah seluruh dokter Indonesia.

"Tujuannya guna meningkatkan kesadaran atau awarenes para praktisi kesehatan. Selain itu, meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dokter khususnya dr SpKFR dalam melaksanakan tata laksana rasional pada kasus poliomyelitis agar dapat mengambil sikap yang tepat," tambah dr. Rumaisah Hasan.

Webinar ini menghadirkan pembicara para ahli yakni dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K), M.Med. (ClinNeurophysiol) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia IKK Neuropediatri, Dr. Fatchur Rochman, Sp.KFR, M.S.(K) (Departemen Rehabilitasi Medis FKUnair-RSUP dr. Soetomo, Surabaya), dan Dr. dr. Nasyaruddin Herry Taufik, Sp.KFR (Dokter Rehabilitasi Medis di RS Zainoel Abidin, Banda Aceh, NAD)

Menurut dr. Fristika Mildya, M.KK dari Direktorat Pengelolaan Imunisasi, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, penyakit polio adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi atau PD3I -- polio, hepatitis B, pertusis, difteri, haemophilus influenzae tipe B, campak dan tetanus.

"Karena itu, diperlukan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata supaya dapat mencegah individu dari penyakit yang berbahaya dan mencegah penularan di masyarakat," tegasnya.
 
Dikatakan, terdapat 3 tipe virus polio yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 yang menular melalui fecal-oral dan oral-oral. Jenis vaksinnya sendiri terdiri dari vaksin polio oral (OPV) dan vaksin polio inaktivasi (IPV) yang mengandung virus polio tipe 1, 2, dan 3.

Target global polio adalah eradikasi polio pada 2026. Sementara pada 2014 Indonesia dinyatakan telah bebas polio.

Kebijakan surveilans AFP (Acute Flaccid Paralysis) saat ini adalah penemuan kasus lumpuh layuh akut (AFP) di semua fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif maupun pasif.

Setiap kasus AFP dilakukan penyelidikan, setiap kasus AFP diambil specimen tinja dan diperiksa di lab rujukan, dan pelaporan dengan formulis sesuai pedoman. Berlaku laporan nihil (zero report) jika tidak ditemukan suspek yang memenuhi kriteria di fasyankes.

Sementara itu, dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K), M.Med.(ClinNeurophysiol) Divisi Pediatric Neurology -- Departement Ilmu Kesehatan Anak, FKUI-RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta, berbicara mengenai gejala, tanda dan masa inkubasi.

Dikatakan, masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari. Kebanyakan orang terinfeksi (90%) tidak bergejala atau gejala yang sangat ringan dan biasanya tidak dikenali.

"Pada kondisi lain, gejala awal yaitu demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher dan nyeri di tungkai," sebutnya.

Sumber foto: infeksiemerging.kemkes.go.id
Sumber foto: infeksiemerging.kemkes.go.id

Gejala penderita polio

Adapun gejala penderita polio dibagi menjadi beberapa kelompok. Pertama, polio non-paralisis dapat menyebabkan muntah, lemah otot, demam, meningitis, letih, sakit tenggorokan, sakit kepala serta kaki, tangan, leher dan punggung terasa kaku dan sakit.

Kedua, polio paralisis diawali gejala non spesifik yang menyebabkan sakit kepala, demam, nyeri tenggorok dan muntah, lemah otot, kaki dan lengan terasa lemah, dan kehilangan refleks tubuh.

Setelah 1-3 hari memasuki fase ke-2 berupa demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk dan nyeri punggung. Dalam 1-2 hari kemudian dapat terjadi kelemahan flaksid umum yang mencapai maksimal dalam 1-2 hari.  

Sindrom pasca-polio menyebabkan sulit bernapas atau menelan, sulit berkonsentrasi, lemah otot, depresi, gangguan tidur dengan kesulitan bernapas, mudah lelah dan massa otot tubuh menurun.
 
Polio sendiri menyebar melalui kontak orang ke orang. Ketika seorang anak terinfeksi virus polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus. Lalu dibuang ke lingkungan melalui faeces, yang kemudian menyebar dengan cepat melalui komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan sanitasi yang buruk.

"Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar ketika makanan atau minuman terkontaminasi oleh feses," terangnya.

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak pernah sadar jika telah terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala ini membawa virus dalam usus mereka dan dapat "diam-diam" menyebarkan infeksi ke ribuan orang lain.

Pencegahan utamanya adalah vaksinasi sesuai jadwal imunisasi anak yang dikeluarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Vaksin polio oral (OPV) diberikan segera sesudah lahir.  Prognosis kematian terjadi pada 5 -- 10% tipe spinal dan 25-35% tipe bulbar.

"Anak dengan kelemahan flaksid akut, terutama bila asimetris, patut dicurigai mengalami polio," jelasnya seraya menambahkan setelah pasien melewati fase akut maka mulai dilakukan rehabilitasi medis.

Dr. Fatchur Rochman, Sp.KFR, M.S.(K) dari Departemen Rehabilitasi Medis FKUnair-RSUP dr. Soetomo, Surabaya, memaparkan tatalaksana selama fase akut adalah istirahat, isolasi penderita, terapi simtomatik dan program rehabilitasi medis seawal mungkin.

Pada kasus-kasus tertentu bila tindakan non operatif tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operatif.

Ketua PP PERDOSRI dr Rumaisah Hasan, SpKFR, NM(K) (dokumen pribadi)
Ketua PP PERDOSRI dr Rumaisah Hasan, SpKFR, NM(K) (dokumen pribadi)

Program rehabilitasi medik terbagi dalam 4 fase: stadium akut (sampai 2 minggu), subakut (2 minggu -- 2 bulan), konvalesen (2 bulan -- 2 tahun), dan kronis (setelah 2 tahun).
 
Pada Stadium akut dapat terjadi spasme dan nyeri otot, maka tujuan program rehabitasi medis di fase ini adalah mencegah kerusakan metaneuron total dan permanen serta mencegah kelelahan dan kontraktur otot.

Programnya adalah isitiraha total (total bed rest) disertai proper positioning. Selain itu, diberikan pengobatan simptomatik antipiretika, analgetika dan relaksan otot.

"Bila terdeteksi adanya kelemahan otot pernafasan maka posisikan penderita dengan kepala direndahkan, bila perlu dipasang respirator. Bila ada kelemahan pharynx pasien dapat diposisikan miring. Hindari trauma, pemeriksaan yang lama, EMG, pijat dan stimulasi listrik," jelasnya.

Pada stadium polio sub-akut, masih ada spasme , pasien masih istirahat dan proper positioning, cegah kelelahan dan pemberian obat-obatan simtomatik.

Selain itu, mulai dilakukan latihan lingkup gerak sendi pasif (digerakkan oleh orang lain) dan pemberian splint/alat bantu). Kehati-hatian dalam pemberian latihan adalah jangan sampai menimbulkan nyeri.

Stadium konvalesen kekuatan otot mulai pulih, dalam 1 tahun pertama ini diharapkan terjadi pemulihan fungsi otot (50-70%). Tujuan latihan adalah mempertahankan lingkup gerak sendi yang normal, mempertahankan kekuatan otot yang normal, menguatkan otot yan glemah atau atrofi, penguatan otot yang digunakan untuk substitusi/mengambil alih fungsi otot yang lumpuh permanen.

Dapat diberikan orthosis untuk sendi tertentu dengan kelemahan otot atau terjadi deformitas.isal berbagai orthosis anggota gerak bawah. Pemberian alat bantu jalan seperti kruk dan walker.

"Stadium polio kronis di mana kelemahan otot telah menetap. Program rehabilitasi lebih ke pola substitusi terutama untuk aktivitas kehidupan sehari-hari, edukasi dan latihan pra-vokasi," katanya.

Latihan kesetimbangan kekuatan otot untuk menghindari kontraktur dan deformitas. Latihan yang paling baik adalah berenang terutama di air hangat. Peran keluarga sangat diperlukan untuk keberlanjuntan program rehab medik sejak fase awal.

Pendekatan program rehabitasi medik untuk penyakit polio adalah berdasar atas adanya ganggun fungsi dan prognosis.

Webinar mengenai polio ini menjadi kegiatan penutup kegiatan Rapat Kerja PP PERDOSRI periode 2022-2025. Kegiatan ini sendiri menjadi amanat AD/ART organisasi dan sebagai titik awal dalam menjalankan roda organisasi dalam periode kepengurusan PERDOSRI yang baru.

Ketua Panitia Rapat Kerja Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik & Rehabilitasi Indonesia DR. Dr. Rita Vivera Pane, Sp.K.F.R. N.M. (K), FIPP., CIPS , menyampaikan kegiatan Rapat Kerja PP PERDOSRI ini sebagai upaya perancangan dan pengesahan program kerja Pengurus Pusat PERDOSRI periode 2022-2025 dan sebagai pembekalan pengurus pasca resmi dilantik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun