"Bunda, bagi uang," kata si bocil semalam. Ini permintaan yang kesekian yang saya dengar.
"Buat apa?" tanya saya.
"Aku mau beli coklat, buat hari guru besok," katanya.
Anak bungsu saya ini kelas 5 SD di SDN Depok 01, Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. Ia bercerita jika 2 kawan dekatnya bikin sesuatu yang terlihat olehnya sangat bagus.Â
"Bagus deh Bun, buatannya Ara," katanya.Â
Jadi, mungkin dia merasa "tertantang" untuk melakukan hal serupa. Saya berpandangan, anak saya dengan niatnya memberikan sesuatu pada wali kelas, setidaknya ia bisa menghargai bagaimana perjuangan sang guru dalam mendidiknya dan mengajarkannya berbagai ilmu.
Saya pun memberinya uang dan mewanti-wanti untuk belanja sesuai yang diperlukan. Jangan yang lain. Pulangnya, anak saya membawa satu pouch coklat Dylan, double tape, dan kertas kado.
Ternyata anak saya mau bikin buket. Dia mau bikin 2 buket. Satu berisi buku dan coklat, satu lagi berisi peralatan tulis seperti 3 spidol white board, 2 pensil standard 2B, 1 penggaris, dan 1 pulpen.
Kecuali coklat, isi-isi buket yang lain diambilnya dari stok yang ada di lemari. Mengapa dipilihnya spidol? Padahal saya sudah menawarinya satu set alat tulis yang bagus dalam wadah kotak yang terbuat dari kulit.
"Habis spidolnya Pak Tukin (nama wali kelasnya) udah nggak nyata masih dipakai-pakai saja. Daripada didikte, harus dibaca berulang-ulang, kan capek, ya sudah kasih spidol aja ini," jelasnya.