Lihat saja penampakkannya menggoda iman kan? Kalau iman tidak tergoda, ya minimal menggoda selera. Iya, kan? Hehehe...
Jika dipikir-pikir, ada filosofi menarik yang bisa dikaji dari bubur nasi ala saya ini dan mungkin juga ala yang lainnya.Â
Bahwa tidak ada kubu-kubuan dari bubur ala saya ini. Diaduk atau tidak diaduk, sama saja, sudah tercampur semua. Menyatu dalam keberagaman dalam satu rasa dan memberikan banyak manfaat bagi yang memakannya.
Bubur ayam campur ini bercampur baur. Tanpa sekat. Tanpa penghalang. Saling merasakan dan menutupi kekurangan masing-masing, jika ada. Mencerminkan bagaimana kita sebagai manusia dimanusiakan. Dihargai sebagai manusia.
"Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Thabrani dan Daruquthni). Ini sih dikait-kaitkan saja. Maksa.com.
"Kak, ayo sarapan, mumpung hangat nih," seru saya.
Apakah enak? Kalau tanya ke anak-anak sebagai pelanggan setia saya, jawabnya sih enak. Jawaban yang sama untuk menu-menu sarapan lain yang saya bikin.
"Bagaimana, enak Kak?" tanya saya pada anak kedua saya, yang dijawab enak.
Seporsi itu habis juga dimakan. Kakak Najmu, anak kedua saya malah pakai nambah tuh. Berarti, enak kan ya?
"Enak Kak?" tanya saya pada Kakak Putik, ketika saya melihat santapannya habis.
"Enak," jawabnya.