Setelah pertemuan tersebut, Rasul pun pulang. Ketika sampai di Qarmu Ats-Tsa'alib, malaikat Jibril didampingi malaikat penjaga gunung menyampaikan bahwa Allah menerima doanya.
Malaikat berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka."
Namun, Rasulullah meminta malaikat untuk tidak melakukan hal tersebut. Dengan harapan suatu saat nanti orang-orang Thaif akan memeluk Islam dan beriman kepada Allah SWT.
Rasulullah lantas berdoa, "Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti."
Ya, begitulah lembutnya hati Nabi Muhammad. Sekalipun sudah dilempari batu hingga terluka parah, Rasulullah SAW tidak dendam kepada penduduk Thaif.
Di kemudian hari, penduduk Thaif akhirnya menjadi pengikut Rasulullah SAW dan memeluk agama Islam. Termasuk Addas yang ikut memeluk Islam. Nama Addas diabadikan menjadi nama satu masjid, Masjid Addas di Thaif.Â
Kisah perjalanan Rasulullah ke Thaif ini penuh hikmah. Meski  kita tidak bisa menyamai akhlak Nabi, setidaknya kita bisa mengambil hikmah untuk tetap memiliki harapan yang baik meskipun harapan itu tampak jauh dari kita.
Sebagai hamba Allah, kita juga harus senantiasa berserah diri kepada Allah, menyerahkan segala urusan hanya kepada-Nya. Selalu berdoa pada saat-saat sulit.Â
Tidak patah semangat di kala ujian mendera dan tidak menjadi manusia yang suka menyimpan dendam di dalam kalbu. Tidak boleh berputus asa atau depresi ketika menghadapi suatu ujian, meski ujian tersebut cukup berat.
Dari kisah tersebut, menunjukkan bahwa dakwah harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan kelembutan hati. Karena tujuan dakwah adalah menyampaikan wahyu dan membawa kebaikan. Jangan sampai perasaan kecewa dan dendam justru malah membawa keburukan bagi orang-orang yang dituju.