"Kita juga harus melihat kenyataannya di masyarakat. Saat ini, banyak yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya untuk hidup," ujarnya.
Terlebih dengan adanya lonjakan inflasi saat ini. Harga-harga kebutuhan makanan atau kebutuhan pokok menjadi naik. Karena itu, batas garis kemiskinan Rp505.469 per kapita per bulan ini menjadi tidak relevan.
"Lonjakan inflasi yang terjadi membuat standar hidup jadi meningkat. Sehingga semakin banyak masyarakat yang rawan masuk ke dalam kategori miskin ekstrim," tukas Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini.
Anis menambahkan kesulitan yang dialami masyarakat saat ini tidak hanya terjadi di daerah-daerah tetapi juga di kota-kota besar seperti Jakarta. Anis melihat kemiskinan sudah nampak secara kasat mata di lapangan.Â
Sebagaimana dijelaskan dalam data BPS, salah satu pemicu kenaikan harga-harga di pasaran adalah kenaikan harga BBM. Tingginya inflasi sangat terasa di kalangan masyarakat seiring dengan melonjaknya harga-harga bahan pokok.Â
Meski Indonesia disebutkan menjadi negara termiskin di dunia, Anis yang juga Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, ini menegaskan, Indonesia tidak bisa serta merta harus mengacu kepada standar Bank Dunia.Â
Bagaimanapun BPS telah memiliki standar tersendiri dalam mengukur garis kemiskinan. Meski demikian, Anis memberikan catatan agar indikator-indikator yang digunakan dalam pemetaan harus dirumuskan lebih tajam lagi.Â
Anis mempertanyakan angka Rp505.469 per kapita per bulan sebagai batas garis kemiskinan yang dipakai oleh BPS. Angka ini perlu ditinjau kembali apakah masih relevan dengan situasi saat ini?Â
"Masyarakat kita masih terdampak oleh pandemi ditambah dengan inflasi yang sangat tinggi. Mengamati kondisi di lapangan, angka Rp505.469 per kapita per bulan ini sangat jauh dari memenuhi kebutuhan pokok," katanya.Â
Karena itu, Anis menegaskan sangat penting membuat indikator yang tepat terkait garis kemiskinan. Kejelasan indikator akan berpengaruh pada regsosek yang akan dilakukan. Tentu saja demi tercapainya prinsip tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat kualitas, dan tepat administrasi.Â
"Jangan sampai secara riil di lapangan seseorang mengalami kemiskinan akan tetapi regsosek tidak memasukkannya menjadi masyarakat miskin," tukasnya.