Ia tidak menampik, secara praktis jalur mandiri menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lebih besar dibanding jalur nasional. Mengapa, karena di jalur mandiri terdapat Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) yang tarifnya diatur berdasarkan SK Kemdikbud.
Jika jalur nasional tidak ada uang SPI, hanya Uang Kuliah Tunggal (UKT), maka untuk jalur mandiri ada uang SPI. Di Polimedia sendiri untuk program D4 sebesar Rp6 juta. Itu pun hanya dibayar sekali selama mahasiswa kuliah. Sementara UKT dibayar setiap semester yang besarannya berbeda di setiap program studi.
Jadi, menurut Ocha, penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri berkorelasi positif dengan target penerimaan PNBP.
Pada dasarnya, jalur mandiri adalah peserta yang tidak masuk dalam jalur nasional. Itu berarti, bisa dikatakan secara kualitas calon mahasiswa tentu tidak sebaik jalur nasional tersebut.
"Karena itu, kami tetap berharap mendapatkan mahasiswa dari jalur nasional dengan kualitas yang lebih baik," ujarnya.
Kalaupun jalur mandiri tetap diberlakukan, pihaknya menyakini kasus Unila tidak akan terjadi di Polimedia. Terlebih integritas kampus saat ini sedang menerapkan Zona Integritas - Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (ZI-WBK/WBBM).
Dengan diterapkannya integritas ini, maka penerapan transparansi dan akuntabilitas publik pun diimplementasikan pada prosesnya, sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik bagi publik.
Ocha lantas membagikan salinan surat edaran dari KPK mengenai hasil evaluasi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri atau nonreguler. Dari surat edaran tersebut menyatakan penerimaan mahasiswa baru dari jalur mandiri mengalami perbaikan.
Namun demikian, KPK menyampaikan dua rekomendasi untuk penyempurnaan mekanisme penerimaan. Terutama mendorong transparansi dan akuntabilitas pada proses penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri/non-reguler.
Rekomendasi ini diharapkan bisa diterapkan atau ditindaklanjuti oleh pimpinan institusi. Adapun dua rekomendasi tersebut yaitu: