Itu sebabnya, sebagai umat Islam kita dituntut harus berilmu. Mendatangi kajian-kajian yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita. Dengan ilmu juga menjadi benteng buat kita terhindar dari kebodohan.
Jadi, kita tidak mudah dibodohi dengan jimat yang bertuliskan huruf Arab. Bisa jadi tulisan itu nama-nama untuk memanggil jin kafir. Karena tahunya seperti huruf Arab, jadi banyak masyarakat kita percaya saja dan menyakini bahwa itu diambil dari Alquran.
Lalu jimat dijadikan sandaran pertolongan. Karena hati yang kosong dari iman kepada Allah ditambah kosong pula ketawakalannya, akhirnya minta pertolongan selain Allah. Orang-orang yang semacam ini telah masuk perangkap setan.
Intinya, jangan mendatangi dukun dan sejenisnya. Bertawakallah kepada Allah. Mendatangi dukun apalagi percaya bahwa dukun dapat memberi solusi, itu adalah kelemahan dan kebodohan.
Jadi paham kan mengapa dukun disebut "orang pintar"? Karena ternyata banyak masyarakat yang mau dibodohi oleh dukun.
Lagi pula Rasullullah bersabda, "Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Alquran yang telah diturunkan pada Muhammad." (HR. Ahmad).
Namun, ustadz mengingatkan tawakal itu bukan sikap pasrah tanpa melakukan usaha sama sekali. Tetap ada usaha. Setelah berusaha ternyata hasilnya tidak sesuai dengan harapan, di situlah ketawakalan kita dituntut.
Contohnya, besok ada ujian, tapi kita tidak berusaha dengan belajar. Waktu untuk belajar dipakai untuk menonton sepakbola, misalnya. Ketika ditanya, "kok tidak belajar, jawabnya tawakal". Bukan begitu maksud dari tawakal.
Seseorang tidak dapat dikatakan tawakal jika hanya diam tanpa usaha, hanya menunggu apa yang diharapkannya menjadi nyata. Berdoa tanpa berusaha tidak termasuk tawakal. Rasulullah mengajarkan kita menjauhkan diri dari sikap berpangku tangan.
Rasul memberikan contoh binatang yang paling tawakal yakni burung. "Seandainya kalian bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki seekor burung pergi dalam keadaan lapar dan kembali dengan perut terisi penuh." (HR Tirmidzi)