Usai menghadiri agenda kegiatan di Hotel Four Season Jakarta, saya lanjut ke RS Hermina Depok. Hari ini jadwal kontrol saya. Kebetulan praktik dokter jam 4 sore. Masih keburulah itu.
Jadi, untuk bisa sampai di RS, saya berencana naik bus Transjakarta, lalu naik kereta di Stasiun Cawang, turun di Stasiun Depok Baru, naik angkot deh. Kalau naik ojek online, jaraknya jadi jauh karena harus berputar arah.
Kebetulan dekat Hotel Four Season ada halte Bus Transjakarta "Menara Jamsostek". Tapi saat saya naik jembatan penyeberangan, saya baru ingat saldo e-money saya limit banget. Hanya tersisa 1000 saja. Sementara tarif naik bus TJ Rp3.500.
Saya sih berharap di halte ada mesin anjungan isi e-money atau vending machine. Biasanya sih kalau saya perhatikan di setiap halte itu pasti disediakan satu atau dua anjungan.
Persoalannya, saya tidak punya uang cash. Di kantong tas saya ada uang recehan. Selembar 5000 dan 4 lembar pecahan 2000. Tapi semuanya dalam keadaan lusuh.
Selembar uang 5000 itu saya urut-urut biar terlihat tidak lusuh dan agak kaku. Mesin tidak akan menerima lembaran uang yang bekas dilipat-lipat.Â
Ternyata, di mesin hanya menerima pembayaran pecahan 10.000, 20.000, 50.000, dan 100.000. Berarti, pecahan 5000 tidak bisa. Kalau di stasiun kan minimal 5000 untuk isi saldo tiket kereta.
Mau isi pakai m-banking juga tidak bisa, lha wong kartu e-money dengan m-banking saya beda bank.Â
"Bang, boleh tukar uang 10.000 nggak?" tanya saya kepada petugas.Â
Saya sudah bersiap menyiapkan 1 lembar 5000, 2 lembar 2000, dan logam 1000. Setelah melihat isi dompetnya, petugas tidak punya uang receh 10.000.
"Ibu nggak punya uang pecahan 20.000?" tanyanya. Saya menjawab tidak ada karena memang saya belum sempat ambil uang di ATM.Â
"Jadi, saya nggak bisa naik nih?" tanya saya. Saya sih berharap petugas memberikan saya akses masuk dan saya membayar cash kepadanya.
"Saldonya sisa berapa?" tanya petugas yang saya jawab 1000.
"Ada kartu kereta nggak?" tanyanya lagi.
"Kalau kartu kereta mah ada," jawab saya.
"Nah, pakai kartu kereta aja ngetapnya," katanya.
"Oh bisa ya," jawab saya girang.Â
Saya pun mencoba. Taraa...bisa ternyata. Saldo kartu kereta saya di layar gate terlihat terpotong Rp3.500. Alhamdulillah. Bisa juga saya naik bus Transjakarta.
"Sejak kapan ini mulai bisa?" tanya saya. Terus terang saya baru tahu. Berarti, efisien dan praktis dong. Satu kartu bisa dipakai juga untuk membayar tarif angkutan massal.
"Sudah sebulan ini sih Bu. Nantinya ini terintegrasi Bu dengan semua moda transportasi," jelasnya.
Pantas saya baru tahu. Kalau sudah sebulan wah kebangetan juga saya baru tahu secara kan saya "anker" alias anak kereta. Kok tidak terdengar sosialisasinya ya? Dipasang di papan pengumuman di stasiun begitu?
Sesampainya di halte tujuan, saya pun men-tap lagi pakai KMT. Dan, bisa! Kalau saat keluar halte, saldo tidak ada berkurang saat ditap. Wah, okelah kalau begitu.
Setelah saya baca-baca, ternyata mulai Oktober 2021 KMT sudah diuji coba sebagai tiket untuk moda transportasi lain yaitu pada Trans Jakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta. (tapi kok petugas tadi bilangnya baru sebulan ini ya?)
Hello...ke mana saja saya? Jadi, malu sendiri. Apakah yang lain sudah tahu atau baru tahu juga seperti saya?Â
Hati saya pun girang. Jelas, ini menjadi kabar gembira buat saya, dan mungkin masyarakat lainnya. Tidak perlu banyak kartu untuk menggunakan transportasi publik.Â
Satu kartu cukup. Jadi irit juga kan. Lagi pula punya banyak kartu uang elektronik dari berbagai perbankan kan ribet juga. Penuh-penuhi dompet saja. Dombet jadi berat, padahal isinya kosong.
KMT atau Kartu Multi Trip ini uang elektronik yang diterbitkan untuk memberikan kemudahan penumpang kereta saat melakukan pembayaran tiket kereta atau KRL.
Bagi saya (dan penumpang lainnya) menggunakan KMT banyak manfaatnya. Terutama bagi saya sebagai pekerja lapangan, yang terkadang dalam perjalanan berubah haluan.
Semula ingin turun di Stasiun Tebet, misalnya, tiba-tiba ada penugasan yang memungkinkan terjadi perubahan stasiun tujuan.Â
Dengan menggunakan KMT, saya tidak perlu panik atau harus mengganti kartu dengan tujuan yang. Tinggal lanjut saja atau berganti peron. Praktis, bukan?
Selain itu, mengurangi antrean, dan tidak perlu setiap hari bertransaksi menggunakan uang tunai yang berpotensi menularkan virus.
KMT juga tidak memiliki masa kadaluarsa sehingga dapat sewaktu-waktu dipakai kembali oleh pengguna. Tidak hangus juga meski saldo tersisa hanya 3000 atau 1000. Masih bisa digunakan.Â
Demikian laporan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H