Bani Hasyim dan Bani Muthalib sebetulnya juga bagian dari suku Quraisy, tetapi mereka telah memeluk Islam. Sedangkan kaum kafir masih menyembah berhala.
Kaum kafir Quraisy pun bersepakat memboikot umat Islam dari Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Mereka membuat perjanjian tentang embargo ini ditulis dan digantung di dalam Ka'bah oleh kaum Quraisy, termasuk embargo ekonomi total.
Pengumanan itu sengaja digantungkan untuk menegaskan kekuatan isinya, yang berbunyi:
Barang siapa yang setuju dengan agama Muhammad, berbelas kasihan kepada salah seorang pengikutnya yang masuk Islam, atau memberi tempat singgah pada salah seorang dari mereka, maka ia dianggap sebagai kelompoknya dan diputuskan hubungan dengannya. Tidak boleh menikah dengannya atau menikahkan dari mereka. Tidak boleh berjual beli dengan mereka.
Embargo ini berlangsung selama tiga tahun. Embargo akan dihentikan sampai Bani Hashim dan Bani Al-Muttalib menyerahkan Nabi Muhammad SAW untuk dibunuh.
Dari keputusan embargo ini, kelompok Abu Jahal, menghentikan pasokan makanan sehingga orang-orang yang terdampak embargo ini menghadapi kesulitan besar.
Para penyembah berhala membeli komoditas makanan apa pun yang masuk ke Makkah sehingga umat Muslim terpaksa makan daun pohon dan kulit binatang. Membuat anak-anak menangis kelaparan. Namun, kaum Muslimin tetap sabar dan tegar dari tekanan ini dengan terus mengharapkan pertolongan Allah.
Pemboikotan itu menimbulkan kesengsaraan pada Rasulullah dan keluarga besarnya. Tidak hanya di Mekah, boikot juga terjadi saat Rasulullah tinggal di Madinah, bersama dengan anak-anak dan orang tua, perempuan dan laki-laki, anak yang masih menyusui maupun orang tua renta.
Nabi pun menyuruh keluarga dan pengikutnya untuk meninggalkan kampung halamannya. Tentunya, dilandasi oleh semangat menyelamatkan. Semua ikut mengungsi dan terisolasi di lembah Syi'ib Abu Thalib.
Tanpa pasokan logistik, makanan dan minuman jecuali beberapa makanan dalam jumlah sedikit yang diselundupkan oleh beberapa orang Makkah.