Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wabah PMK, Ombudsman RI Nilai Badan Karantina Pertanian Gagal

15 Juli 2022   10:41 Diperbarui: 15 Juli 2022   10:42 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Idul Adha 1443 H sudah berlalu, tapi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) belum berlalu. Adanya penyakit ini masih menjadi badai bagi peternak, yang menghantam usaha merema.

Pertanyaannya, mengapa wabah PMK bisa terjadi di Indonesia, setelah pada 1990 Indonesia dinyatakan bebas PMK  oleh OIE (World Organization for Animal Health)? Apa yang salah?

Pertanyaan besar ini juga menjadi perhatian serius Ombudsman Republik Indonesia. Lembaga Negara ini pun memberikan pernyataan persnya secara hybrid, Kamis 14 Juli 2022, yang juga disiarkan langsung di channel YouTube Ombudsman RI.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyampaikan beberapa hal
terkait perkembangan terkini merebaknya wabah PMK di Indonesia.

Dalam penanganan wabah PMK ini, Ombusdsman RI menilai Badan Karantina Kementerian Pertanian telah lalai mengantisipasi penyakit ini. Ombusdsman juga menduga kuat telah terjadi maladministrasi dalam pengendalian PMK.

Berdasarkan informasi dan dokumen yang dikumpulkan Ombudsman, PMK kembali masuk ke Indonesia pada 2015. Namun, informasi ini tidak disampaikan ke publik, atau ditutup-tutupi oleh pemerintah saat itu. 

Awalnya, Menteri Pertanian yang diberi tugas penanganan wabah PMK. Namun, pada 24 Juni 2022, pemerintah menerbitkan Keputusan Ketua KPC-PEN No.2 Tahun 2022 untuk membentuk Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (Satgas PMK). Komando penanggulangan dan pengendalian PMK berada dalam koordinasi pihak BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).

Ombudsman Republik Indonesia menilai morbiditas (tingkat ketertularan) virus yang relatif tinggi (bisa mencapai 100%) menyebabkan virus ini dapat menginfeksi semua hewan ruminansia (terkecuali kuda) dengan cepat dan massif. 

Meskipun tingkat kematian akibat PMK di bawah 5%, namun dampaknya sangat merugikan peternak. Hewan memang bisa sembuh tetapi tidak akan kembali kepada produktifitas semula. 

"Dampaknya, bisnis usaha ternak terganggu dan merugikan. Kredit macet peternak meningkat, hingga terganggunya kinerja ekspor," ungkapnya.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika (dokumen pribadi)
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika (dokumen pribadi)

Kelalaian Badan Karantina

Ombudsman menilai Badan Karatina Pertanian diduga sudah melakukan kelalaian dalam penanganan PMK. Setiap tahunnya, Badan Karantina Pertanian menghabiskan anggaran kurang lebih 1 Trilyun. 

Tidak sedikit uang rakyat digunakan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi Badan Karantina. Namun, lembaga tersebut gagal dalam membendung pelbagai penyakit eksotik di wilayah Indonesia. 

Penyakit hewan eksotik adalah penyakit yang belum pernah ada atau sudah dibebaskan di suatu wilayah atau di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Karena itu, Ombudsman menduga kuat telah terjadi maladministrasi yang dilakukan Badan Karantina. 

Maladministrasi yang dimaksud yaitu dalam bentuk kelalaian dan pengabaian kewajiban dalam melakukan tindakan pencegahan setelah mengetahui adanya dugaan kuat telah terjadi infeksi PMK di beberapa daerah di Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui, per 28 April 2022, PMK terdeteksi di Kab Gresik- Jawa Timur. Lalu menyebar ke wilayah lainnya. Pada 5 Mei 2022 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur lantas mendeklarasikan adanya wabah PMK di Jawa Timur.

Oleh pihak Provinsi Jawa Timur kemudian ditindaklanjuti dengan penetapan wabah PMK pada 6 Mei 2022. Lalu pada 9 Mei 2022 Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menetapkan wabah PMK pada dua daerah provinsi, yaitu Jawa Timur dan Aceh.

BB Veteriner Wates Yogyakarta lalu melakukan investigasi dugaan kasus PMK di Jawa Timur pada 6 Mei 2022. Investigasi meliputi pemeriksaan tanda klinis (symptom) penyakit, derajat keparahan penyakit, pola dan laju penularan antar ternak dan antar farm, serta pemeriksaan dan pengujian laboratorium. 

Hasil dari investigasi tersebut mengindikasikan kasus penyakit hewan menular yang terjadi di Kabupaten Gresik, Lamongan, Mojokerto dan Sidoarjo Provinsi Jawa Timur, pada akhir April hingga awal Mei 2022, disebabkan oleh infeksi virus PMK. Itu artinya, secara resmi, bukti wabah PMK ini terjadi sejak 6 Mei 2022. 

Pada 10 Juni 2022, Ombudsman memperoleh informasi berdasarkan laporan analisis bioinformatika virus PMK oleh BB Veteriner Wates Yogyakarta. 

Laporan menyebutkan virus PMK yang dikoleksi dari penyakit ternak sapi dan kambing pada Mei 2022 di Indoneisa tergolong dalam serotipe O, topotype ME-SA, galur (lineage) Ind-2021, dan sub-linage 'e' atau disebut juga sebagai O/MESA/Ind-2001e. Hal ini membuktikan secara jelas carier PMK di Indonesia adalah sapi dan kambing.

Ombudsman menilai, rentang waktu dari 6 Mei 2022 (laporan investigasi dugaan kasus PMK) ke 10 Juni 2022 (laporan analisa bioinformatika virus PMK), adalah rentang yang sangat lama. Harusnya selambat- lambatnya pada 16 Mei 2022. Karena itu, terdapat dugaan kelalaian yang dilakukan oleh otoritas veteriner.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Menyebar di 22 propinsi

Dalam waktu cepat sejak ditetapkannya oleh menteri, wabah penyakit PMK menyebar ke provinsi lainnya dan pulau- pulau lainnya.

Dengan tingginya morbiditas virus PMK, pada 13 Juni 2022 sebaran kasus sudah mencapai 17 provinsi dalam kurun waktu satu bulan. Lalu per 13 Juli 2022 wabah PMK sudah menyebar di 22 provinsi di Indonesia. 

Dengan demikian, dalam satu bulan PMK terjangkit di 5 propinsi baru yaitu, Bali, Sulawesi Selatan, Kepuluan Riau, DKI Jakarta, dan Bengkulu. 

Ombudsman menilai, dengan adanya penyebaran PMK di 5 propinsi baru ini, dalam satu bulan terakhir menandakan Badan Karantina jelas-jelas gagal dan tidak kompeten dalam menahan penyebaran PMK.

Berdasarkan pantauan Ombudsman sampai dengan Selasa 14 Juli 2022 pukul 08.56 WIB pada laman siagapmk.id, total hewan sakit mencapai 366.540 ekor. 

Dari jumlah itu, hewan yang dinyatakan sembuh sebanyak 140.321 ekor, mati 2.419 ekor, potong bersyarat 3.698 ekor, belum sembuh 220.102 ekor. Jumlah sebaran kasus pada 22 provinsi, untuk jenis hewan sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi, serta cakupan vaksinasi 476.650 ekor.

Sementara itu, berdasarkan data BNPB, total hewan sakit mencapai 368.059 ekor, sembuh 132.316 ekor, mati 2.235 ekor, potong bersyarat 4.775 ekor, belum sembuh 235.734 ekor, cakupan vaksinasi 450.490 ekor, dan jumlah sebaran kasus pada 22 provinsi, untuk jenis hewan sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi. 

Itu artinya, dalam satu bulan terakhir masih terdapat perbedaan data antara BNPB dan Kementan (Siagapmk.id, namun tidak signifikan).

Berdasarkan data tersebut di atas, diperkirakan potensi kerugian yang dialami oleh peternak sapi tidak kurang dari Rp788,81 miliar. 

Ombudsman berpandangan mitigasi dan
penanganan ke depan perlu lebih ditingkatkan mengingat potensi nilai kerugian yang terus meningkat setiap harinya.

Kerugian di atas belum termasuk kerugian yang diderita oleh para petarnak sapi perah, disebabkan menurunnya secara drastis produksi susu sapi yang mereka hasilkan. Penurunan produksi susu sapi ini berdampak terhadap meningkatnya impor susu. 

Setidaknya hal itu terlihat dari data GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) per 13 Juli 2022. Dalam datanya disebutkan sapi perah yang terinfeksi PMK sebanyak 19.267 ekor di Jawa Barat (24,65% dari total populasi sapi perah).

Sementara itu, di Jawa Tengah terdapat 5.189 sapi perah yang terinfeksi PMK  (12,55% dari total populasi sapi perah), dan 55.478 ekor di Jawa Timur (31,19% dari  total populasi sapi perah).

Masing-masing terjadi penurunan produksi susu mencapai 30% (sekitar 137,14 ton), 40% (sekitar 66 ton), dan 30% (sekitar 535,71 ton). Potensi kerugiannya tidak kurang dari 6 milyar per hari, atau dalam satu bulan bisa mencapai 1,7 triliun rupiah.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Penanganan wabah PMK sangat lambat

Berbagai tindakan penanganan wabah PMK terus dilakukan. Terbaru dengan dikeluarkannya Kepmentan No. 517 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Kepmentan No. 510 Tahun 2022 tentang Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan
Penyakit Mulut dan Kuku, pada 7 Juli 2022. 

Ombudsman menilai, penetapan
Kepmentan ini sangat lambat, semestinya hal ini bisa ditetapkan paling lambat 23 Juni 2022.

Dalam beleid tersebut, jenis vaksin yang digunakan dalam penanganan wabah PMK adalah jenis inactive yang memiliki kesesuaian dengan serotipe virus PMK yang ada di Indonesia. Jenis vaksin ini telah mendapat rekomendasi dari Pejabat Otoritas Veteriner Nasional. 

Adapun vaksin yang digunakan di antaranya Aftopor dari Prancis, CAVac FMD dari China, Aftomune dari Brazil, Aftogen Oleo dari Argentina, dan Aftosa dari Argentina. 

Dengan adanya Kepmentan No 517 Tahun 2022, Ombudsman menemukan kejanggalan yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara dan masyarakat. 

Dinilai janggal karena pembelian vaksin dilakukan pada pertengahan Mei, sebelum penetapan vaksinnya yang baru ditetapkan pada 7 Juli 2022. Dan ini, jelas-jelas melanggar prosedur penanggulangan dan pengendalian PMK.

Menurut Ombudsman RI penanganan wabah PMK perlu mengedepankan pendekatan penyelesaian terintegrasi secara hulu-hilir. Yakni mulai tahap pengamatan dan identifikasi, pencegahan, penanganan, pemberantasan, dan pengobatan sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

Penanganan dan pengendalian PMK, bukan saja ada regulasinya yang mengatur, namun juga kita punya lesson learn bagaimana mengatasi masalah ini di masa lalu. 

Wabah PMK pertama kali masuk ke Indonesia pada 1887 melalui importasi sapi perah dari Belanda. Dengan berbagai penanganan dan pemberantasan melalui vaksinasi massal, pada 1983 Indonesia mendeklarasikan bebas PMK. 

Pengakuan status bebas PMK di Indonesia oleh OIE (World Organization for Animal Health) diraih pada 1990. Karena itu, semestinya kita tidak perlu gagap, dan memiliki kompetensi dalam mengatasinya.

Ombudsman RI juga menyorot mudahnya lalu lintas hewan yang ke luar masuk dari satu daerah ke daerah lainnya di saat kondisi PMK di beberapa daerah. Hal ini membuktikan adanya potensi penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan sertifikat kesehatan hewan. 

Kementerian Pertanian (Badan Karantina) telah lalai dalam melakukan pencegahan ke luar masuknya hewan dari daerah zona tertular PMK ke daerah lain yang belum tertular PMK. Hal ini yang menyebabkan semakin bertambahnya penyebaran penyakit PMK. Awalnya terkonfimrasi 2 provinsi pada 9 Mei 2022, menjadi 22 provinsi pada 13 Juli 2022.

Banyaknya hewan terjangkit PMK, yang berimplikasi pada tingginya jumlah hewan yang mati.  Banyaknya sapi terjangkit menyebabkan turunnya produktifitas, tingginya nilai kerugian ekonomi yang ditimbulkan secara keseluruhan, dan luasnya sebaran wilayah terdampak PMK, sudah memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai bencana nasional sebagaimana ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 

Atas temuan ini, Ombudsman RI berencana untuk meningkatkan status pengawasan pelayanan publik dari pemantauan terhadap investigasi dalam rangka pemenuhan aspek pelayanan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun