Variasi jeram ini terbagi menjadi tiga jenis. Pertama adalah jenis drop. Jeram yang terbentuk karena adanya penurunan dasar sungai seperti tangga atau undak yang menurun. Bentuknya seperti air terjun berukuran kecil.
"Boom," instruksi Kang Ubay yang menjadi pemandu.
Kami berempat lantas mengikuti instruksinya. Duduk berjongkok di sela tempat duduk.
Saat melewati Jeram Blunder, kita merasakan sensasi luar biasa karena posisinya yang menukik tajam ke bawah. Membuat kami berteriak. Seketika baju kami pun basah dan tertawa lepas.
Perahu karet yang saya tumpangi berisi empat orang, berlima dengan pemandu. Karena kebetulan, dua peserta bertubuh besar. Sementara saya yang bertubuh sedang bisa duduk berdua bersama kawan saya, Ashriati.
Beberapa menit kemudian ada instruksi "boom" lagi ketika akan melewati jeram domba I. Tidak lama, ada aba-aba "boom" lagi ketika akan melewati jeram domba II.
Mengapa diberi nama domba ya? Pertanyaan saya ini tidak terjawab karena mungkin tidak terdengar olehnya.
Jenis jeram kedua, yang sedikit lebih ekstrem, yakni double drop. Jeram ini terbentuk karena adanya arus sungai yang melewati batuan besar. Bentuknya mirip dengan yang sebelumnya. Mirip seperti air terjun yang berurutan.
"Boom," begitu aba-abanya. Setelah itu, dia menjelaskan kalau yang dilewati itu bernama jeram kacapi.
"Kita sudah setengah perjalanan, baru kita dapati sungai alami," katanya.