Setelah sekian lama tidak berkumpul karena pandemi Covid-19, akhirnya GetPaid, startup yang bergerak di bidang digital financial mengadakan HR Gathering bertema "Memahami Kebutuhan Karyawan Bersama GetPaid", Kamis 16 Juni 2022, di H Building.
Human Resources Gathering ini sebagai ajang silaturahmi dengan sesama karyawan. Selain itu, Â dalam rangka menyejahterakan keuangan karyawan perusahaan.
Untuk diketahui Digital Gaji Asia atau GetPaid adalah startup baru. Beroperasi di Indonesia pada September 2021. Startup ini memperkenalkan sistem EWA (Earned Wage Access) atau sistem tarik gaji lebih awal. Â Sistem ini dihadirkan untuk menjaga kesejahteraaan pekerja, apa lagi selama pandemi Covid-19.
Joses Thohjono, selaku Regional Director Getpaid Indonesia, mengatakan, dengan HR Gathering ini diharapkan lingkungan kerja menjadi lebih baik dan positif. Selain itu, terjalin silaturahmi, kebersamaan, kekeluargaan, dan keharmonisan. Baik itu dengan sesama HR maupun karyawan GetPaid.
"Juga menjadi sarana bertukar informasi dan pengalaman, hingga terjalin keakraban dan kerjasama dalam menyejahterakan keuangan karyawan di Indonesia," tuturnya. Â
Harapan ke depannya, dapat bersinergi dalam menyejahterakan fasilitas yang di berikan kepada karyawan. Sehingga karyawan menjadi lebih produktif dalam bekerja. Terpenting lagi agar terhindar dan terjerat pinjaman online illegal.
Mr. Mitchell Goh, selaku CEO & CO Founder Getpaid Asia turut memberikan sambutan secara virtual. Ia menyampaikan semoga GetPaid dapat hadir dalam memenuhi kebutuhan karyawan dalam bidang financial.
Dalam HR Gathering ini, para karyawan juga mendapatkan suntikan ilmu dari Andri Witjaksono, MBA, CFP, PFC. Ia memberikan sedikit wejangan mengenai personal finance manajement.
Ia mengajak karyawan dan masyarakat untuk lebih memahami kemerdekaan dalam hal keuangan. Caranya, dengan mengatur keuangan bulanan ke dalam beberapa bagian. Yaitu 50% kebutuhan, 30% keinginan, dan 20% simpanan.
Sementara itu, Hilton Lie, selaku COO Getpaid Indonesia,mengatakan, EWA adalah istilah yang sedang trend saat ini. Masyarakat Indonesia lebih memahaminya dengan kasbon online. Getpaid membantu mengatur dan mengontrolnya.
Dari kegiatan ini bisa diambil hikmah bahwa HR Gathering bisa menumbuhkan motivasi kerja, mengembalikan intensitas komunikasi, menemukan ide-ide baru, menjaga hubungan baik antar relasi, dan mempererat kerjasama tim.
Dengan adanya gathering ini, karyawan juga merasa diapresiasi dan diperhatikan perusahaan. Kepuasan akan timbul dan bisa berdampak sangat positif pada hasil kerja dan kinerja karyawan. Hasil kerja karyawan yang optimal tentunya akan sangat menguntungkan bagi perusahaan di masa mendatang
Dalam HR Gathering ini hadir juga beberapa perusahaan. Di antaranya Nityo Infotech, Ninja Express, Harapan Baru Lidya, Optik Tunggal, Agro Tech, Advance Mediacare Corpora, Sinar Selaras Rezeki, Bithour, Hello Kreasi Pratama, Plastech Indonesia, Maximus Makmur Medika, Surya Kreasi, dan media.
Acara ini ditutup dengan ramah tamah dan juga pembagian doorprize.
Tetap bertahan di tengah krisis
GetPaid bisa dibilang startup baru di Indonesia, masih bayi. Sebagaimana layaknya bayi, riskan terhadap segala situasi dan keadaan. Masa pandemi Covid-19, menjadi titik juang untuk terus bisa bertahan hingga sampai ke titik ini.
Sebagai startup baru, tentu saja tidak ingin mengalami nasib serupa dengan sejumlah startup Indonesia yang melakukan PHK besar-besaran kepada ratusan pekerja mereka. Tidak sedikit startup mengalami bangkrut dan terpaksa harus gulung tikar alias tutup dan tidak beroperasi.
Gelombang PHK ramai diperbincangkan masyarakat lantaran disebut-sebut sebagai bubble burst. Yaitu kondisi yang terjadi ketika harga barang naik jauh di atas nilai riil barang tersebut.
Kondisi ini seringkali dikaitkan dengan adanya perubahan perilaku investor. Inflasi yang cepat ini juga diikuti oleh penurunan nilai yang cepat atau kontraksi.
Bubble burst ini pernah mengguncang industri internet pada 1990-an, yang dikenal juga dengan istilah dotcom bubble.
Nah, yang menjadi pertanyaan, mengapa para startup yang sempat dipuja-puja itu bisa mengalami kebangkrutan? Apa yang salah? Apa yang harus dilakukan startup-startup lain agar tidak mengalami nasib tragis yang serupa?
Oman Rahman, Marketing Manager Getpaid Indonesia, menyampaikan banyak faktor mengapa startup berguguran saat ini. Bisa jadi karena investor yang sudah tidak bisa lagi join atau mendukung untuk menyuntikkan dana.
Terjadi karena tidak seimbangnya jumlah startup dengan pendanaan atau suntikan dana yang diberikan oleh investor.
Startup memang bertumbuh, namun lupa kalau sebenarnya startup butuh pendanaan untuk bisa bersaing dan memberikan insentif kepada konsumen. Di sinilah pentingnya pendanaan bagi startup digital di Indonesia.
Hal lain yang membuat startup kolaps bisa juga karena biaya promo atau "bakar uang" yang tidak seimbang dengan pendapatan dan biaya operasional. Sehingga mau tidak mau startup gulung tikar dan tidak mampu melanjutkan usahanya.
"Jadi, sebaiknya jangan terlalu "bakar uang" di awal jika tidak kuat dalam hal pendanaan. Apalagi penanam modal tidak lagi menginginkan perusahaan rintisan yang jor-joran beli pasar atau bakar uang," katanya memberikan saran.
Investor biasanya menginginkan startup yang bisa menghasilkan arus kas dan EBITDA positif. EBITDA adalah singkatan dari Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization.
Dengan kata lain EBITDA adalah pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Secara umum, istilah ini untuk mengukur performa keuangan suatu perusahaan.
Nah, jika pengeluaran cukup banyak, maka startup dituntut bisa melakukan efisiensi. Misalnya dengan mengurangi biaya operasi dan belanja modal. Terkait efisiensi SDM bagian terakhir.
Oman menambahkan kurangnya inovasi juga bisa menjadi faktor lain yang membuat startup berguguran. Karena, pada dasarnya produk yang dijual oleh stratup digital adalah inovasinya.
Di Indonesia, jumlah startup alias perusahaan rintisan mencapai 2.379. Menempatkan Indonesia berada di urutan ke-5 dunia. Namun belakangan ini, banyak startup digital yang gulung tikar hingga harus PHK karyawannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H