Di lantai dua ini, ada juga ruangan atau private room yang bisa dipakai untuk meeting atau arisan. Dindingnya dilukis dengan motif khas NTT. Dari motifnya saja, orang sudah bisa tahu kalau itu motif khas NTT.
Sayang, di ruangan ini tidak cukup menampung kami yang lebih dari 20 orang. Kapasitasnya sepertinya hanya untuk sekitar 8 orang saja. Bisa sih ditambahi kursi-kursi tapi jadi terasa sempit dan sumpek.Â
Jadi, kami disarankan pindah ke bawah saja, yang satu area dengan etalase kain-kain dan kopi-kopi khas NTT. Ok, tidak masalah, meski di area ini juga menyatu dengan pintu ke luar masuk pengunjung.
Sebelum rapat dimulai, kami pun memesan makanan. Makanan yang disajikan ada beberapa yang khas NTT.
"Mbak, makanan yang rekomen apa?" tanya saya.
"Semua rekomen," jawabnya sambil membuka lembaran-lembaran menu.
"Kalau khas NTT apa?" tanya saya. Soalnya saya lupa jenis makanan apa yang sudah saya coba ketika berada di NTT.
Pegawai menyebut Bajawa Rice. Katanya, Bajawa ini adalah salah satu nama tempat di Flores. Etnis Bajawa atau Bhajawa ini berada di Kabupaten Ngada di Pulau Flores bagian tengah Provinsi NTT.
Dia menjelaskan bahan utama Bajawa Rice ini nasi kecombrang dengan daging sapi. Kalau di daerah asalnya daging babi, tapi diganti dengan daging sapi mengingat di sini mayoritas penduduknya muslim.
Oke. Beberapa dari kami memesan ini. Harga perporsi Rp50.000. Terjangkaulah. Setelah menunggu beberapa lama, Bajawa Rice pun tersaji.Â