Di sini, saya dapati sudah banyak pemburu lailatur qadar lainnya. Baik laki-laki maupun perempuan. Ada yang bersama anaknya, temannya, ada juga yang sendiri.Â
Anak kedua saya itikaf bersama dua sahabatnya, anak yang ketiga juga bersama kawannya. Anak saya yang bungsu ini sejak malam ke-21 itikaf bersama kawan-kawannya.
Lailatul qadar adalah malam seribu bulan. Setiap muslim berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Suasana malam hari, tepatnya menjelang dini hari sampai fajar, menjadi semarak di hampir setiap masjid.
Tidak lama, kawan saya pun tiba. Kami mengambil tempat dekat pilar. Biar bisa menyandar agar punggung tidak pegal.
Jam 22.00, ada kajian i'tikaf Ramadan membahas "Istiqamah dalam Beramal" yang disampaikan Ustadz KH Anwar Nasihin Lc.
"Alhamdulillah kita masih ditakdirkan di malam terakhir Ramadan. Malam ganjil, malam diturunkannya Alquran. Meski ini malam terakhir, Alhamdulillah masih semangat berburu lailatul qadar. Mudah-mudahan kita bisa meraihnya," tuturnya.
Dikatakan, berburu itu pekerjaan. Seperti berburu rusa, kijang, atau apa saja. Yang namanya berburu, lemas atau semangat? Kalau berburunya lemas, ya tidak akan dapat apa yang kita buru.
Semisal berburu Kijang. Kalau lemas, ya kijangnya berlari cepat. Begitu pula berburu burung, kalau lemas ya tidak dapat. Burungnya segera terbang.
Begitu pula halnya berburu lailatul qadar. Karena nilai yang dikandung dalam lailatul qadar luar biasa, nilainya lebih dari sekedar hewan buruan, maka kita harus semangat.
"Semangat berburu lailatul qadar. Semoga apa yang kita buru, dapat," tuturnya.