Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rapor Merah Kepemimpinan BRIN

30 Maret 2022   19:14 Diperbarui: 30 Maret 2022   19:19 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komunitas Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi (MPI) Nasional beraudensi dengan Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 28 Maret 2022. 

MPI adalah komunitas peneliti dan perekayasa. Terdiri dari para akademisi, cendikiawan, para pimpinan lembaga dan pratiksi iptek. Baik itu ASN maupun Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN).

Audensi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) ini dilakukan secara hybrid (offline dan online) dan diikuti komunitas MPI di Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam pertemuan ini mengenai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Lembaga baru yang memunculkan pro dan kontra.

Terbukti, selama 6 bulan terakhir ini saja kebijakan BRIN masih memunculkan rasa ketidakpuasan, khususnya dari kalangan peneliti dan perekayasa. 

Terutama setelah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada 1 September 2021 melebur ke dalam BRIN. 

Tidak hanya itu. BRIN juga meleburkan Kementerian Riset dan Teknologi, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman berada dalam satu wadah. 

Peleburan ini beralasan sesuai dan sejalan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). Kebijakan ini sebagaimana kita ketahui menimbulkan kegaduhan nasional. 

Paska peleburan itu, menurut MPI, keadaan bukannya membaik dan menumbuhkan harapan. Proses transisi tersebut malah membuat para peneliti dan perekayasa dihadapkan pada masa depan yang tidak pasti. 

"Ini karena proses "genocide peneliti dan perekayasa" di BRIN terus terjadi. Adanya "pembunuhan" secara massif," kata Maxensius Tri Sambodo, eks peneliti LIPI mengawali paparan.

Genocide atau genosida kalau diartikan adalah salah satu bentuk kejahatan dengan memusnahkan kelompok masyarakat tertentu secara sistematis dan disengaja.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), genosida adalah sebagai bentuk pembunuhan besar-besaran, secara berencana terhadap suatu bangsa atau ras.

Sebenarnya, kata Max, ini bukan pertemuan pertama kali para eks peneliti LIPI dengan DPR. Pada 30 Januari 2019, sejumlah profesor dan pegawai LIPI mengadukan Kepala LIPI Laksana Tri Handoko ke Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Komisi VII DPR.

Mereka menyampaikan keluhan atas perilaku pimpinan LIPI, yang telah menjalankan reorganisasi serampangan. Kebijakan dilakukan tanpa visi dan tujuan yang jelas. 

Kebijakan itu dengan menerbitkan Peraturan LIPI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja LIPI yang diteken Tri Handoko pada 7 Januari 2019. 

Dokumentasi Masyarakat Pemajuan Iptek (MPI)
Dokumentasi Masyarakat Pemajuan Iptek (MPI)

"Kini, kami kembali hadir di ruangan yang sama. Kali ini bersama MPI. Kami hadir dengan hati yang sudah terkoyak-koyak, menatap masa depan kian tidak pasti," tuturnya.

Ia menyampaikan tidak sedikit koleganya sudah tumbang. Namun, ada juga yang tunduk mengikuti arus perubahan tidak pasti. Ada yang diam karena pasrah dan tak berdaya. Status ASN-lah yang membuat mereka menjadi kelompok mayoritas diam.

Menurutnya, situasi itu terjadi karena akar dari kebijakan pimpinan BRIN Laksana Tri Handoko yang tidak sesuai kaidah pengambilan kebijakan yang baik dan benar. Sejatinya, kebijakan yang ambil itu harus berurutan, fokus, koheren, berpijak pada rasionalitas, dan menjamin keberlanjutan. 

"Tapi yang kami hadapi saat ini adalah kebijakan muncul dengan cara-cara bereksperimen tanpa dasar-dasar argumentasi yang jelas," tukasnya.

Perekayasa Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hammam Riza Jusuf, mengaminkan apa yang disampaikan rekannya itu.

Ia mengatakan paska peleburan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) ke dalam BRIN, justru memunculkan kemunduran di bidang iptek.

"Kemunduran iptek di Indonesia ini jauh dari apa yang diketahui publik selama ini. Masalah-masalah ini hanya dikenal oleh segelintir komunitas peneliti dan perekayasa yang mengalami langsung terkait proses integrasi," kata Riza yang mewakili komunitas MPI.

Menurutnya, peleburan litbangjirap ke dalam BRIN justru ancaman terhadap keberhasilan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang kemajuan iptek. Terutama oleh kepemimpinan BRIN dalam melaksanakan seluruh manajemen proses transisi yang hampir satu tahun sejak April 2021.

Itu sebabnya, MPI menyampaikan suara keprihatinan yang dirasakan, dialami, dijalani. Peleburan lembaga penyelenggaran iptek ini berujung pada kerusakan ekosistem iptek dan inovasi. 

"Saya hadir dengan rasa getir, takut, galau akan masa depan akan implementasi undang-undang tersebut," tukasnya.

Dikatakan, MPI adalah tim tank komunitas kemajuan iptek. Iptek yang tidak hanya untuk iptek, tapi iptek sebagai landasan pembangunan nasional menuju ekonomi berbasis inovasi. Atau inovation driven economy.

"Kami minta Komisi VII untuk menjamin hak-hak kami sebagai PNS dilindungi," kata mantan Kepala BPPT itu.

MPI lantas menyampaikan 5 raport merah kebijakan BRIN kepada Komisi VII DPR. Raport merah ini, kata anggota MPI yang juga mantan peneliti LIPI, Mansensius, hasil pendalaman dan wawancara MPI dengan para peneliti, perekayasa, hingga staf pendukung di litbangjirap. 

"Temuan ini juga sebagai upaya dua tahun kami melawan kebijakan pemerintah melebur litbangjirap ke dalam BRIN," tandasnya.

Anggota MPI lainnya berpendapat, jika ingin memperkuat lembaga litbangjirap sebagaimana amanat UU 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bukan harus dengan menggabungkan semua lembaga litbangjirap. 

Karena, lembaga-lembaga ini memiliki fungsi dan karakteristik yang berbeda. Sehingga masalah "kohesifitas"nya tidak mudah. Karena itu, perlu dikaji lagi penggabungan ini.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Lima raport merah BRIN

Pertama, transisi manajemen dan birokrasi yang tidak berjalan baik. Ini menyebabkan sumberdaya litbangjirap tidak termanfaatkan optimal. 

Banyak peneliti dan perekayasa saat ini masih menunggu penempatannya di mana. Ini jelas kerugian yang besar bagi bangsa. 

Ditemukan manajemen transisi dan birokrasi yang sangat jauh dari good governance. Ini sangat berbahaya dalam upaya mendorong profesionalisme di antara periset. 

Kedua, sentralisasi dan birokrasi yang kian rumit. Kerapatan antara periset, bahan, peralatan, anggaran, dan operator selama ini berjalan baik dalam komando kepala balai atau pusat. 

Tapi kini terdisrupsi dan terdisintegrasi. Ini menjadi problem untuk mengejar kerja yang cepat, efektif, efisien, responsif serta telah terbukti berhasil. 

"Saat ini kita masih dalam proses forming dan storming. Entah sampai kapan kita ke luar dari situasi ini. Kapan kita warming dan performing. Padahal, banyak masalah bangsa yang harus diselesaikan segera," kata Max.

Ketiga, skema program tanpa visi, misi, arah, dan target yang jelas. Berpuluh apel pagi telah diikuti sivitas BRIN. Namun, sampai saat ini banyak yang tidak menangkap arah ke depan yang jelas. 

Pencampuran antara peneliti dan perekayasa, asal BPPT misalnya, membuat inovasi produk tidak jelas. 

"Saya sudah cross check lembaga riset di luar negari lewat web scimago, terutama Cina dan Rusia. Kok kita ini semrawut nggak jelas merujuk ke mana. Terus terang saya sangat prihatin," tambah Max.

Keempat, menggantung program strategis nasional yang diampu eks LPNK sebelumnya. Padahal, program sudah setengah jalan. 

Salah satunya, program Indonesia Tsunami Early Warning System. Program drone male juga dibelokkan, dari kombatan ke sipil.

Kelima, pelemahan visi dan penyelenggaraan pemajuan iptek. Yang paling kontras adalah perbedaan visi pimpinan BRIN dengan visi Presiden Jokowi. 

Presiden meminta BRIN berburu inovasi dan hilirisasi produk. Sebaliknya, LTH menghindari penciptaan produk. Hanya mengejar jurnal. 

Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman yang memimpin rapat merespon cepat merespons permintaan MPI.

"Saya jamin, kalau ada kriminalisasi kepada bapak-bapak dan ibu, saya yang akan di depan. Golkar dan fraksi lain juga pasti akan bersikap sama," kata politikus Partai Golkar itu. 

Komisi VII DPR menghargai niat para ASN yang tergabung di MPI menyampaikan aspirasi ke wakil rakyat, meski langkah itu berisiko. 

Mendengarkan aspirasi MPI, Komisi VII DPR bersepakat membentuk Panja Kelembagaan dan Hilirisasi Iptek. Lewat Panja, kata Maman, masalah yang disampaikan MPI akan diperdalam. 

Sebelum menerima MPI, ia mengaku menerima keluhan dari banyak pihak. Namun, ia tidak segera merespons karena tidak ingin disalahpahami. 

"Kini saya paham. Bila perlu, nanti kami gunakan hak budgeting. Kalau (BRIN) macam-macam, tidak usah dikasih anggaran. Kebetulan ini tengah membicarakan anggaran 2023."

Lamhot Sinaga, anggota Komisi VII DPR menambahkan, menurut UU MD3, mitra komisi adalah lembaga yang dibentuk lewat UU. Sementara, BRIN dibentuk lewat Perpres 78/2021. JJangan-jangan BRIN tidak layak jadi mitra Komisi VII DPR," katanya.

Anggota Komisi VII lainnya, Mulyanto menimpali peleburan Batan dan Lapan yang dibentuk lewat UU adalah salah. Karena itu, sejumlah anggota Komisi VII mengusulkan mengembalikan LPNK pada posisi semula dan memfungsikan BRIN sebagai koordinator.

Demikian laporan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun