Komunitas Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi (MPI) Nasional beraudensi dengan Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 28 Maret 2022.Â
MPI adalah komunitas peneliti dan perekayasa. Terdiri dari para akademisi, cendikiawan, para pimpinan lembaga dan pratiksi iptek. Baik itu ASN maupun Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN).
Audensi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) ini dilakukan secara hybrid (offline dan online) dan diikuti komunitas MPI di Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam pertemuan ini mengenai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Lembaga baru yang memunculkan pro dan kontra.
Terbukti, selama 6 bulan terakhir ini saja kebijakan BRIN masih memunculkan rasa ketidakpuasan, khususnya dari kalangan peneliti dan perekayasa.Â
Terutama setelah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) pada 1 September 2021 melebur ke dalam BRIN.Â
Tidak hanya itu. BRIN juga meleburkan Kementerian Riset dan Teknologi, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman berada dalam satu wadah.Â
Peleburan ini beralasan sesuai dan sejalan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek). Kebijakan ini sebagaimana kita ketahui menimbulkan kegaduhan nasional.Â
Paska peleburan itu, menurut MPI, keadaan bukannya membaik dan menumbuhkan harapan. Proses transisi tersebut malah membuat para peneliti dan perekayasa dihadapkan pada masa depan yang tidak pasti.Â
"Ini karena proses "genocide peneliti dan perekayasa" di BRIN terus terjadi. Adanya "pembunuhan" secara massif," kata Maxensius Tri Sambodo, eks peneliti LIPI mengawali paparan.