Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Naik KRL, Ternyata Masih Ada Jarak di Antara Kita

15 Maret 2022   11:01 Diperbarui: 15 Maret 2022   11:07 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin, 14 Maret 2022, kemarin, saya ada agenda kegiatan di Menara Batavia, Karet, Jakarta Pusat. Saya biasanya kalau ke gedung ini, ya naik KRL. Ya, mau naik apa lagi dari rumah hehehe...

Kemarin sih saya kebetulan naik KRL relasi Jatinegara. Bisa turun di Stasiun Karet, lalu lanjut jalan kaki ke arah City Walk. Paling butuh waktu 20-30 menit berjalan kaki. Dekatlah itu. Hitung-hitung olahraga.

Atau turun di Stasiun Tebet, lanjut naik Mikrolet 44 tujuan Karet. Turun deh di depan gedung Menara Batavia.

Ketika saya naik dari Stasiun Citayam, saya dapati tempat duduk penumpang penuh. Malah berhimpitan alias menyempil.

"Wah, sudah mulai menyempil nih," gumam saya.

Baca juga:
Naik KRL, Tidak Ada Jarak Lagi di Antara Kita

Saya sendiri berdiri. Tidak dapat tempat duduk. Baru dapat duduk ketika Stasiun UI (Universitas Indonesia). Tempat duduk yang saya duduki berdempetan. Alias tidak ada jarak sama sekali.

Baru beberapa saat kereta melaju, tidak lama ada "kegaduhan". Saya mendengar suara petugas KRL yang meminta penumpang yang duduk untuk berdiri.

Pikiran saya, ada penumpang sakit atau pingsan yang butuh tempat untuk merebah. Atau "mengusir" penumpang pria yang berada di gerbong khusus perempuan.

Kebetulan saya naik di gerbong paling depan, gerbong khusus perempuan. Eh, ternyata pendengaran saya salah. Rupa-rupanya, penumpang duduk masih dibatasi.

Jika sebelumnya di bangku yang panjang diisi dengan empat penumpang, maka sekarang diisi lima penumpang. Normalnya, biasanya diisi enam penumpang, bahkan lebih jika memungkinkan.

Sementara itu, di bangku prioritas jika sebelumnya dibatasi untuk dua orang, kini tiga orang. Dalam keadaan normal, mungkin bisa empat kali ya kalau memungkinkan hahaha...

Jadi, penumpang yang sudah terlanjur duduk, ya berdiri. Kemudian penumpang yang duduk bergeser memberikan jarak. Hingga tempat hanya terisi lima penumpang.

Jumlah penumpang duduk dibatasi yang ditandai dengan tanda merah (dokumen pribadi) 
Jumlah penumpang duduk dibatasi yang ditandai dengan tanda merah (dokumen pribadi) 

Ternyata, ada tanda merah ditempel di punggung bangku. Warnanya merah. Berbentuk lurus, bukan tanda silang. Pantas, tidak terlihat jelas.

"Mohon perhatiannya, tempat duduk penumpang di bangku panjang hanya diisi oleh 5 orang saja. Di bangku skala prioritas diisi oleh 3 orang," seru petugas.

Penumpang yang baru saja duduk langsung berdiri.  Sementara mbak tidur di samping saya terbangun dan otaknya masih belum bisa mencerna apa yang terjadi.

"Mbak, duduknya geser ke sanaan lagi. Yang ada tandanya," kata saya. (Duduknya jangan dekat-dekat saya hahaha...)

"Kegaduhan" masih berlanjut ketika ada penumpang yang baru masuk dan akan duduk. Baru juga duduk, dia berdiri lagi setelah diinfokan oleh penumpang yang lain.

"Nggak boleh duduk, Bu. Hanya boleh untuk 5 orang," jelas penumpang yang duduk.

"Lha, bukannya sudah nggak ada jarak?" tanyanya heran.

"Nggak tau, Bu. Tadi aja yang duduk, berdiri lagi," timpal penumpang yang lain.

Petugas juga berulang kali menginformasikan hal yang sama melalui pengeras suara. Bahwa penumpang duduk dibatasi dan sejumlah larangan-larangan lainnya seperti tidak boleh mengobrol dan menelepon.

Ya, ya, ya mengapa informasi menjadi simpang siur begini ya. Sebelumnya, sejak 9 Maret 2022, penumpang bisa duduk berdempetan di kursi penumpang di KRL. Meski, penyebaran Covid-19 di masih terjadi.

Itu ditandai dengan dicopotnya tanda-tanda larangan duduk di bangku penumpang. Tanda dua telapak kaki di lantai gerbong juga sudah tidak ada.

Kondisi ini juga memunculkan pro kontra di antara penumpang KRL. Yang masih khawatir dengan penyebaran Covid-19 merasa lebih nyaman jika duduk dibatasi.

Sementara penumpang yang "biasa-biasa" saja, ya setuju-setuju saja jika duduk tidak dibatasi lagi. Kita mau tidak mau memang harus hidup berdampingan dengan Covid-19.

Bagaimana dengan saya? Saya sebagai penumpang KRL garis keras, mengikuti saja bagaimana aturan pemerintah. Dibatasi, ya dibatasi. Tidak dibatasi, ya senang-senang saja.

Cuma yang menjadi catatan saya, kalau duduk dibatasi dengan alasan untuk menghindari penularan Covid-19, ya tidak efektif juga.

Bagaimana ketika penumpang penuh? Penumpang yang duduk dibatasi, tetapi penumpang yang berdiri tidak dibatasi. Apa efektifnya? Apa iya, yang duduk jadi aman? Ya, kan tidak.

Jadi, menurut saya, kalau mau dibatasi, ya dibatasi sekalian. Misalnya, jam sekian di stasiun A, jumlah penumpang dibatasi sekian. Begitu pula di stasiun B dan stasiun-stasiun berikutnya.

Di setiap stasiun harus ada layar yang menginfokan jumlah penumpang yang sudah check in. Jadi, penumpang bisa tahu mengapa ia dilarang untuk tidak boleh masuk di jam tersebut.

 "Bagaimana bisa begitu?" Pasti banyak yang protes, tentunya.

Terlebih di jam-jam sibuk. Terutama saat berangkat atau pulang kerja. Tidak bisa dong dilarang-larang. Apalagi semakin ke sini, lama-lama penumpang semakin bertambah.

Jadi, tidak mungkin juga dibatasi kan? Apalagi KRL adalah transportasi publik yang banyak peminatnya. Transportasi yang murah dan cepat. 

Menurut kawan saya sih, yang juga sering menggunakan KRL, selama KRL terlalu penuh, ia akan menunggu KRL selanjutnya. Jika tidak terlalu penuh, ya naik saja. 

Kita memang waspada, tapi tidak perlu juga terlalu khwatir berlebihan. Terlebih sudah 2 tahun kita menghadapi Covid-19, tubuh kita pastinya sudah mulai beradaptasi. 

Ya tidak mungkin juga kan terus-terusan dibatasi? Terpenting, kita tetap menerapkan protokol kesehatan minimal memakai masker yang baik dan benar, juga sering mencuci tangan pakai sabun di air yang mengalir atau menggunakan hand sanitizer.

KAI Commuter memang kembali menerapkan kebijakan batasan kapasitas penumpang kereta rel listrik (KRL) menjadi 60 persen. Bukan 100 persen sebagaimana informasi yang beredar.

Kemarin itu, Senin, 14 Maret 2022, adalah pekan pertama pengguna KRL beradaptasi dengan pemberlakuan kapasitas kuota pengguna sebanyak 60 persen.

"Kapasitas pengguna yang menurut aturan terbaru adalah maksimum 60 persen, jumlah pengguna tetap dibatasi," kata VP Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba, dikutip kompas.com, Senin 14 Maret 2022.

Dikatakannya, sejak diberlakukannya aturan baru sesuai SE Kemenhub nomor 25 tahun 2022 pada 9 Maret, ternyata volume pengguna KRL sedikit meningkat.

Pihak KAI Commuter sudah kembali menempelkan stiker jaga jarak di tempat duduk, jendela, maupun lantai kereta, setelah sebelumnya dicabut.

"Tetap jaga jarak saat duduk di kursi KRL maupun saat berdiri. Ikuti marka stiker yang ada agar kereta tidak terisi melebihi kapasitas pengguna yang diizinkan," kata Anne.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun