Atau saat kau bersuara di stasiun? Memberitahu orang mengenai tujuan kereta. Buat apa? Agar tidak salah naik. Agar tidak salah jalan.
Apa lantas kau disalahkan? Tidak juga bukan? Justru kalau tidak diingatkan, berarti kau sudah berbuat dzalim kepada banyak manusia.
Lalu tiba-tiba saja suara yang kau keluarkan disamakan dengan gonggongan anjing. Ya jelas saja konteksnya beda. Â Suara yang kau keluarkan adalah seruan suci untuk shalat agar umat manusia mendapat pertolongan dari Tuhan.
Suara adzan yang kau keluarkan memiliki makna tersendiri bagi umat Islam. Tidak hanya berupa suara. Ada makna sosial di dalamnya. Makna budaya dan agama.
Sedangkan gonggongan anjing apa? Seruan untuk apa? Air liurnya saja najis yang dapat membatalkan shalat. Perbandingan yang tidak selevel dan tidak pada tempatnya. Tidak apple to apple. Perbandingan yang menyesatkan.
Mirisnya, itu dikeluarkan oleh mulut seorang menteri agama, pejabat publik yang memiliki keimanan yang sama dengan kau. Aneh kan? Kalbunya orang itu terbuat dari apa sih sebenarnya?
Sungguh nista. Lebih nista dibandingkan puisi "Ibu Indonesia" karya Sukmawati Soekarnoputri.
"Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok
Lebih merdu dari alunan azanmu"
Masih enak terdengar kan? Tapi kau disamakan dengan gonggongan anjing? Sungguh, aku sakit hati. Tidak terima. Kau terhina di mata dia.
Balada toa. Kau diam salah, bersuara salah. Tapi tetaplah kau sebagai kau, menjalankan fungsimu sebagai toa. siapa lagi yang bisa selain dirimu? Apa juga jadinya tanpa dirimu?
Toa, toa, kau tidak salah!