Sepertinya, ancaman gelombang ketiga Covid-19 bukan hanya bualan semata atau isapan jempol. Anak saya yang SD, mulai Senin kemarin kembali menerapkan pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) 50 persen.Â
Jadi belajar dua kali dalam seminggu. Sesi belajar dibatasi hanya 2 jam. Selebihnya belajar daring. Ya, seperti PTMT sebelumnya.Â
Kakaknya yang SMA juga begitu. Sementara kakaknya yang SMP malah masih belajar dari rumah. Entah sampai kapan. Terlebih, dua hari lalu ada satu teman kelasnya yang terkonfirmasi positif setelah swab antigen.
Keluyuran
Sementara itu, kawan saya yang tinggal di wilayah Lenteng Agung, Jakarta Selatan, bercerita, di lingkungan sekitar rumahnya juga ada beberapa yang terkena Covid-19. Cuma, persoalannya, mereka tetap keluar rumah.
"Ada beberapa anak yang kena Covid, cuek aja pada main sama yang lain. Sama emaknya kagak dilarang. Emak-emak yang lain pada cuek juga tuh. Pakai masker sih emang, cuma bagaimana yak," ceritanya.
Ia menduga, para tetangganya ini sudah menganggap Covid-19 ya sebagai flu biasa. Mungkin sudah pada lelah dan bosan.Â
Apakah karena tempat tinggal kawan saya berada di "perkampungan" sehingga pengawasan kurang melekat. Dampaknya para warga juga jadi semakin tidak peduli? Entahlah.
Tidak diperiksa
Teman saya yang lain bercerita, beberapa hari lalu, ketika ia akan ke Yogyakarta naik kereta listrik dari Stasiun Gambir, ia tidak diperiksa-periksa. Tidak ditanya sertifikat vaksin dan identitas. Tidak diminta untuk check in di aplikasi PeduliLindungi.
"Gue perhatiin, yang lain juga begitu. Petugasnya kagak periksa-periksa tuh. Sudah lelah juga kali ya menghadapi Covid-19," kata teman saya yang tinggal di Mampang Selatan, Jakarta Selatan, ini.Â