Saya sudah sering berurusan dengan RS dan klinik faskes pertama. Setidaknya sejak 2018 ketika saya didiagnosa terkena kanker payudara stadium 3. Sejak itu, saya bolak balik ke RS. Jadi paham prosedurnya seperti apa.
Baca juga:Â BPJS Juga Tnggung Pelayanan Kesehatan Jiwa, Begini Prosedurnya
"Kartu Askes-na Abah mana, jeng KTP," kata saya pada adik saya. Abah menunjuk laci lemari. Di laci ada dompet hitam Abah. Saya buka. Kartu Askes dan KTP saya ambil. Abah masih pegang Kartu Askes karena pensiunan pegawai negeri.
Bagi saya, kartu Askes atau BPJS Kesehatan sangat penting dalam kondisi kegawatdaruratan. Dalam kondisi ini, kita bisa berobat di IGD rumah sakit mana saja. Meski RS yang dituju bukan RS rujukan kita berobat.Â
Dalam kegawatdaruratan, pilihan saya bukan lagi klinik atau puskesmas. Terlebih, hari sudah menjelang sore. Kebetulan di sekitar wilayah kami ada beberapa RS yang dekat: RS Mitra Keluarga, RS Hermina, dan RS Bunda Aliya.
Dari sekian RS ini, RS Bunda Aliya yang paling dekat. Jadi, kami memutuskan ke sini. Abah saya "larikan" ke IGD lalu direbahkan di bed.Â
Adik saya yang mengetahui riwayat Abah sakit diminta tetap di IGD. Suster ingin mengetahui lebih jauh keluhan pasien yang ditindaklanjuti dengan menginfus Abah untuk mencegah dehidrasi.
Sementara itu, saya mengurus administrasi di bagian pendaftaran. Suami, saya minta tidak perlu ikut menunggu karena di rumah tidak ada yang menjaga anak-anak.Â
Setelah mengantre sekitar 30 menit, saya pun mengisi data-data Abah di loket pendaftaran mengingat Abah pasien baru. Abah memang belum pernah menjadi pasien di sini.Â
Prosesnya mudah, pelayanannya ramah. Petugas selalu meyebut saya dengan "Bunda". Mungkin karena nama RS-nya? Data-data saya sesuaikan dengan Kartu Askes dan KTP Abah. Â
Petugas lalu menginformasikan, biaya pengobatan Abah akan dicover oleh BPJS Kesehatan atau tidak tergantung hasil pemeriksaan dokter. Kalau butuh perawatan lebih lanjut maka dicover. Jika tidak, maka bayar mandiri.