Tradisi ini tidak lepas dari sejarah panjang akulturasi budaya Betawi dan Tionghoa. Orang Tionghoa Jakarta justru menyerap bandeng dari kultur Betawi sejak abad ke-17.Â
Penggunaan bandeng sebagai pilihan ikan untuk imlek juga terkait dengan adanya pasar malam di Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat. Pasar itu didirikan oleh pimpinan Tionghoa, Major Tan Eng Guan, pada abad ke-19.Â
Masyarakat betawi sangat menyukai bandeng. Maka sejak itu, bandeng digandrungi pula oleh masyarakat Tionghoa di Batavia dan sekitarnya. Akhirnya, bandeng jadi buah tangan hingga sajian saat Imlek sampai saat ini.Â
Tidak heran, dalam perayaan Imlek, bukan hanya etnis Tionghoa yang sibuk. Orang Betawi, khususnya masyarakat Betawi, juga ikut sibuk mencari ikan bandeng untuk disajikan saat Imlek.Â
Bedanya, dalam tradisi Betawi, ikan bandeng mentah dan segar menjadi antaran calon mantu ke mertuanya. Ukuran bandeng juga menentukan kelanjutan perjodohan.Â
KKP Bangun Kampung Ikan BandengÂ
Selain memiliki makna kesejahteraan yang berlimpah, ikan bandeng sudah tidak diragukan lagi sangat bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan kandungan gizinya lebih baik daripada ikan salmon.Â
Manfaat ikan bandeng antara lain mengandung antioksidan, menyehatkan jantung, mendukung perkembangan otak, kulit lebih terhidrasi, mencegah penuaan dini.Â
Selain itu, membantu mencegah anemia, membantu daya tahan tubuh, memelihara kesehatan mata, meningkatkan kadar kolesterol baik, mengontrol tekanan darah, dan memperkuat tulang dan gigi.Â
Karena melihat filosofi dan manfaatnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadikan ikan bandeng sebagai salah satu program prioritas.Â