Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menegangkan! Jalur dari Geopark Ciletuh ke Puncak Darma Pacu Adrenalin

16 Januari 2022   15:07 Diperbarui: 16 Januari 2022   15:12 3757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rambu menanjak (dokumen pribadi)

Perjalanan pulang dari Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat, kami tempuh dengan rute yang tidak biasa. Berkelak kelok bagaikan lekukan ular. Jalanan menanjak dengan belokan menukik dan tajam.

Menurut saya, ini adalah perjalanan yang lebih menegangkan dibanding perjalanan menuju Geopark Ciletuh pada malam hari sebelumnya. Membuat saya sport jantung.

Perjalanan menuju Geopark Ciletuh berkelak kelok juga, tapi menurun. Jadi, cukup aman, meski menegangkan juga. Nah, pulangnya jalanan menanjak dengan sudut tanjakan yang lumayan tajam.

Baca juga:
Jalan Malam ke Geopark Ciletuh Mencium Aroma Bunga Melati di Perkebunan Karet

Kami beriringan. Adik saya menggunakan kendaraan Daihatsu Sirion berbahan bakar bensin, sementara suami menggunakan Isuzu Bighorn yang berbahan bakar diesel.

Suami dan adik saya sudah sepakat meski beriringan, namun kami harus menjaga jarak. Pertimbangannya, kontur jalanan yang cukup menanjak dan tajam.

Khawatirnya, jika mobil tidak kuat menanjak, mobil di bawahnya bisa mengantisipasi untuk menghindari terjadinya kecelakaan atau korban.

Cukup beralasan juga, karena, ketika menuju Ciletuh, adik saya beberapa kali menemukan mobil lain dari arah berlawanan tidak kuat menanjak. Padahal, mobil tersebut berukuran kecil.

Beruntung banyak pemuda setempat yang siap siaga membantu mendorong yang membuat mobil tersebut bisa kembali meneruskan perjalanannya.

Mobil adik saya jalan di depan. Pertimbangan, jika mobil adik saya tidak kuat menanjak, kemungkinan terburuk mobil mundur dan akan menghantam mobil saya.

Setidaknya, mobil suami bisa menjadi tameng. Body mobil yang gagah akan kuat menahan. Menurut suami, tidak akan penyok mobil kami, tapi yang rusak justru mobil adik saya.

Jika mobil Bighorn di depan, khawatirnya ketika tidak kuat menanjak, akan menghantam mobil adik saya. Kerusakannya akan jauh lebih parah dan cukup berbahaya.

Begitu skenarionya.

Rambu menanjak (dokumen pribadi)
Rambu menanjak (dokumen pribadi)

Baca juga: Pulau Kunti Geopark Ciletuh Cantik Alami Memesona

Perjalanan dari titik utama Pantai Palangpang, Kecamatan Ciemas Geopark Ciletuh hingga ke Puncak Darma di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas kira-kira sekitar 5-6 km.

Puncak Darma adalah salah satu dataran tertinggi di kawasan Geopark Ciletuh. Bukit di Puncak Darma berada di ketinggian 230 meter di atas permukaan laut, di atas Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Ruas Loji-Puncak Darma atau dikenal dengan nama jalur Sabuk Ciletuh adalah akses penghubung Palabuhan Ratu dengan Geopark Ciletuh.

Jalan ini memang memiliki banyak tikungan tajam, namun pemandangan alam berupa bukit-bukit dan laut lepas menjadi teman saat menyusuri jalur ini.

Menurut peta waktu tempuh sekitar 30 - 45 menit. Ini adalah jalur terdekat untuk sampai ke Puncak Darma.

Nah, persoalannya kan jalanan jalur trans Loji Palangpang menanjak cukup tajam. Dan, pada saat mobil melintasi tanjakan diperlukan tenaga yang lebih dibandingkan jalanan yang datar atau menurun.

Kata Pak Bagas pemilik homestay yang kami inapi, setelah Puncak Darma jalanan cukup landai. Tetap menanjak tapi tidak curam. Selepas itu baru deh aman sebagaimana jalan awal.

Dalam perjalanan menuju Puncak Darma memang kami disuguhi pemandangan alam yang cantik alami. Teluk Ciletuh, hijaunya perbukitan, dan beberapa air terjun yang terasa menyegarkan mata.

Namun, kami juga disuguhi dengan kontur jalanan yang cukup menegangkan. Mending kalau cuma menanjak saja. Ini sudah menanjak eh langsung belokan dan tajam. 

Pokoknya ekstrem banget. Saya sampai sport jantung. Dag dig dug, dag dig dug. Begitu juga anak-anak.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Beberapa kali tanjakan, mobil masih kuat melaju, namun beberapa kali tanjakan mobil Bighorn tidak bisa menanjak. Bagaimana tidak tegang, pas mau belok setelah tanjakan, mobil tidak kuat.

Mobil sudah digas berkali-kali tapi tidak bisa menanjak. Panik dong. Khawatir mobil meluncur ke bawah lalu menabrak mobil lain. Meski ban mobil sudah diganjal kayu yang biasa ada di mobil, tetap hanya menderu saja.

Saya dan anak-anak turun, siapa tahu bisa melaju. Untungnya, di setiap tikungan memang banyak pemuda setempat yang siap siaga membantu.

Kehadiran para pemuda ini memang atas inisiatif mereka untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Beberapa pemuda itu pun membantu mendorong. Bayangkan saja, ditanjakan dan tikungan mendorong mobil? Berapa banyak tenaga yang terkuras.

Tidak terbayang juga kalau tidak ada para pemuda? Apa yang bisa diharapkan dari tenaga saya yang perempuan berikut anak-anak yang juga perempuan? Terlebih jalanan menanjak begitu.

Syukurlah, akhirnya mobil bisa kembali melaju dan berhenti di jalanan agak landai agar saya dan anak-anak naik ke mobil. Suami juga memberikan uang sebagai ungkapan terima kasih karena sudah membantu.

Tidak lama, di belakang kami, juga ada yang mengalami hal yang sama, padahal mobilnya kecil. Pemuda-pemuda itu kembali membantu dengan mendorong mobil.

Kata suami, kelemahan Bighorn memang tidak bisa menanjak tajam di jalanan aspal yang mulus, kecuali jalanan tersebut berbatu atau berlumpur.

Meski mobil sudah diset 4x4 tetap tidak berfungsi optimal. Terlebih sudah diset matic. Kondisi ini membuat pasokan udara yang mengarah pada mesin berkurang.

Beda ketika melewati jalanan yang berkontur bebatuan atau lumpur atau terjal. Ban-ban mobil langsung otomatis membaca sehingga 4x4 berfungsi optimal.

Digunakan saat menanjak atau untuk beban berat mobil diesel lebih kuat, bahkan saat menerjang banjir pun bisa diandalkan, tapi kalau jalan aspal mulus seperti begini agak susah.

"Seru kan perjalanannya? Memacu adrenalin," kata suami tertawa.

Suami saya tidak memperkirakan tanjakannya cukup ekstrim dan langsung belok menikung. Jadi, seperti tidak ada jeda waktu untuk bernapas. Waktu malam sih karena turunan belum ada gambaran securam ini mengingat tidak ada lampu penerangan jalan.

Tapi, mobil adik saya lancar-lancar saja hingga ke Puncak Darma. Adik saya berulang kali menelpon dan mengirim pesan di whatsapp tapi tidak ada jawaban dari saya. Memang karena tidak ada sinyal saja. Baru ada ketika di Puncak Darma.

Di tanjakan dan belokan berikutnya, terjadi lagi. Saya hitung, ini sudah untuk ketiga kalinya. Dan, Alhamdulillah berkat bantuan para pemuda setempat, mobil bisa kembali meneruskan perjalanan.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Di pertigaan Simpang Loji, kami beristirahat sejenak. Saya berjumpa dengan petugas Dinas Perhubungan. Katanya, banyak kejadian yang seperti yang kami alami.

Beberapa kasus kecelakaan pun pernah terjadi ditanjakan tersebut, seperti beberapa bulan lalu ada mobil wisatawan terguling. Banyak tapi tidak sering.

"Pengguna jalan diharap berhati hati melewati ruas jalan Loji - Puncak Darma, dan kita sudah bikin larangan untuk kendaraan bis dan truk dilarang melintas ruas tersebut," katanya.

Ada beberapa titik rawan kecelakaan. Salah satunya, di tanjakan Cilegok. Ruas jalan dengan lebar 9 meter yang dibeton, dengan tinggi tanjakan sekira 200 meter dan kemiringan yang cukup ekstrem.

Itu sebabnya, banyak pemuda yang bersiaga di tikungan-tikungan. Tapi, adanya hingga sore menjelang maghrib. Kalau malam tidak ada. Jadi, sangat tidak disarankan jalan malam kecuali performa kendaraan benar-benar fit.

Di sepanjang perjalanan saya perhatikan setiap 100 meter dipasangi rambu jalan yang nenunjukkan jalanan menanjak, juga rambu jalanan meliuk-liuk menandakan jalanan berkelak kelok mirip ular.

Setelah penuh "perjuangan" akhirnya sampai juga di Puncak Darma. Ah, sensasi jalan yang cukup menantang dengan banyak kelokan, tanjakan, dan turunan curam bagaikan naik roller coaster di Dunia Fantasi.

Benar-benar memacu adrenalin kami. Ya saya, anak-anak, apa lagi suami. Saya tidak bisa membayangkan jika saya yang menyupir. Pasti sepanjang perjalanan teriak-teriak mulu. Bisa gaswat kan?!

Wah lengkap sudah wisata di satu kawasan Geopark Ciletuh. Selain pantai, air terjun, bukit, sawah, sungai, budaya, juga wisata adrenalin. Mantap!

Di Puncak Darma, kami pun makan, sambil berisirahat dan menikmati pemandangan alam yang elok. Bercerita tentang perjalanan kami yang cukup menegangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun