Untuk bisa sampai ke gua, kami harus menyusuri bebatuan hasil muntahan gunung berapi di masa lampau (nama gunungnya apa ya?). Memang sih bebatuan yang kami lewati seperti terlihat membentuk aliran lava.Â
Bebatuan ini cukup tajam. Jadi, pastikan menggunakan alas kaki. Tapi adik saya menyusurinya tanpa alas kaki. Ia berjalan pelan-pelan agar tidak salah memijak batu yang cukup tajam.
Gua Kunti sendiri gua dangkal dan buntu. Panjangnya mungkin sekitar 9 meter dengan tinggi langit-langit 5 meter. Gua purba ini dihasilkan dari abrasi air laut yang menghantam dinding lava, kemudian keropos lalu berbentuk jadi semacam gua.
Orang-orang menyebutnya gua anti jomblo. Katanya, ada mitos siapa yang masuk ke gua itu maka akan dapat jodoh. Lha, saya dan suami bagaimana dong, dapat jodoh lagi begitu?Â
Ah namanya juga mitos. Makanya, saya lebih senang menyebutnya Gua Kunti, sesuai dengan nama Pulau Kunti. Rasanya tidak nyambung saja Pulau Kunti dengan Gua Anti Jomblo hehehe...
Gua ini menghadap pantai dengan di bagian depannya berupa hamparan karang berlubang. Gua berukuran besar, ini menjadi salah satu daya tarik juga di kawasan Pulau Kunti selain suara kuntilanak di area ini.
Suami saya berenang di hamparan karang depan gua. Airnya jernih, deburan ombaknya juga landai. Jadi, berasa di pulau pribadi seperti saat berlibur di Pulau Sempu, Malang, Jawa Timur.Â
Setelah dari sini, kami berkeliling ke arah utara. Di sini, ada pantai yang lebih private, lebih sepi. Namanya Pantai Cikadal. Berada di sini seperti memiliki pulau sendiri. Puas berenang, kami pun kembali ke lapak si ibu.Â
Sayang, kami tidak lama di sini. Hutan di pulau ini belum kami susuri. Di dalam hutan yang dilindungi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) ini dipercaya terdapat owa jawa dan macan tutul.Â
Berbagai jenis burung langka pun diketahui bersarang di hutan ini. Burung-burung eksotis dengan bulu berwarna-warni juga kerap ditemukan hinggap di dahan pohon waru di tepi pantai.