Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Jalan Malam ke Geopark Ciletuh, Mencium Aroma Bunga Melati di Perkebunan Karet

8 Januari 2022   12:03 Diperbarui: 15 Januari 2022   11:17 2132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah menikmati pemandangan alam di Hopeland Camp, Cijeruk, di kaki Gunung Salak, kami melanjutkan perjalanan ke Sukabumi. Masih wilayah Jawa Barat juga.

Rencana kami semula lanjut ke Ujung Kulon, Banten. Namun, saya mengusulkan ke Cibadak, ziarah ke makam Enin, Ibu saya, lalu lanjut ke Pantai Pelabuhan Ratu.

Lagi pula dari Hopeland Camp lebih dekat ke arah Sukabumi, daripada jalan ke Ujung Kulon. Dari pertigaan Cijeruk, tinggal belok ke kanan, lanjut deh ke arah Sukabumi. Iya, kan daripada jauh-jauh ke Ujung Kulon?  

Baca juga: Hopeland Camp, Pesona Alam dari Ketinggian 1000 Mdpl

Kebetulan juga, Abah dan saudara-saudara saya sudah ada di Cibadak. Adik saya berencana juga ke Pantai Pelabuhan Ratu. Ya, kan seru juga jadi liburan bareng. Syukurlah, suami setuju.

Pantai Pelabuhan Ratu adalah pantai yang paling sering disinggahi ibu saya. Pokoknya, kalau mengajak ibu saya berlibur atau jalan-jalan, ibu saya tidak mau diajak ke tempat lain.

Maunya pantai. Pantai apa saja. Terserah, yang penting judulnya pantai. Enin paling suka bermain air bergelut dengan deburan ombak. Tawanya tidak pernah lepas ketika ombak menghantam tubuhnya lalu menyeretnya.

"Ya sudah, kita sambil bernostalgia mengenang kebersamaan kita dengan Enin. Kan Enin sering banget ke Pelabuhan Ratu," kata suami.

Anak-anak sih setuju-setuju saja, secara juga senang ke pantai. Terlebih anak saya yang kecil. Bisa berjam-jam bermain air di pantai, sampai kulitnya legam. Diingatkan untuk menepi, eh kembali lagi, kembali lagi sambil berlari-larian.

Baca juga: Curug Cihampar, Air Terjun Perawan di Kaki Gunung Salak

Dari Hopeland Camp kami berangkat jam 3 sore. Kami tiba di rumah tante saya (kebetulan Enin anak pertama dari 5 bersaudara) jam 5 sore. Setelah beristirahat sejenak, kami pun ke makam Enin, yang memang tidak begitu jauh dari sini.

Rencana suami, setelah shalat Maghrib perjalanan baru dilanjutkan ke Pelabuhan Ratu. Ternyata, berdasarkan informasi adik saya, Pantai Pelabuhan Ratu ditutup untuk dikunjungi saat liburan Natal dan Tahun Baru 2022. Entah sampai kapan.

Adik saya bercerita sambil menelusuri destinati apa saja yang ada di sekitaran Pelabuhan Ratu, eh ternyata ia "tersasar" di Geopark Ciletuh.

Mendengar kata Geopark Ciletuh, saya pun antusias. Belum pernah soalnya ke sana. Terlebih informasi yang saya dengar, pemandangannya indah dan menakjubkan. Jadi, saya minta adik saya cari penginapan homestay. Biar bisa tinggal bareng.

Suami saya juga antusias. Terlebih setelah melihat di Google, pemandangannya memang indah-indah. Setelah bertanya ke Google Maps, butuh waktu sekitar 3 jam ke sana.

Rencana berangkat selepas Maghrib buyar karena suami mau menonton pertandingan sepak bola babak final AFF liga Indonesia melawan Thailand. Tapi suami tidak tuntas menonton karena hasilnya mengecewakan hatinya.

Kami pun melanjutkan perjalanan berbekal Google Maps dari adik saya. Jam menunjukkan pukul 20.15 WIB. Perkiraan kami sampai di sana sekitar pukul 23.00 atau tengah malam.

Awalnya perjalanan mulus-mulus saja. Melalui jalanan berkelok dan gelap seperti yang biasa kami lewati. Tidak ada kekhawatiran.

Namun, di pertengahan jalan tiba-tiba Google Maps menginformasikan berputar arah. Yang tadinya terlihat 58 menit lagi tiba, kok berubah menjadi 1 jam 58 menit.

Bingung dong suami. Saya coba telepon adik saya, tidak nyambung-nyambung. Telepon ke WA maupun jalur biasa tidak terkonek. Telepon ke isteri dan anaknya juga sama.

Wah, apa tidak ada jaringan? Sinyal internet di HP saya juga begitu. Padahal saya pakai jaringan Telkomsel. Karena suami meragu, akhirnya suami mengikuti rute semula.

Tanya ke ibu-ibu penjaga warung yang masih buka, katanya ada beberapa rute. Dia menyarankan lewat simpang Loji, jalan baru menuju ke Geopark Ciletuh. Kalau jalan lama masih jauh.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Karena saya tidak tahu jalan ke Loji, belum pernah, dan sudah tengah malam, kami memutuskan mengikuti Google Maps yang semula. Saya pun kembali bertanya ke penjaga warung. Katanya sih memang masih jauh. Ada 30 kilometer lagi.

Suami melihat di Google Maps sekitar 25 KM lagi. Jadi, suami memutuskan mengikuti panduan Google Maps. Kami pun memasuki wilayah yang gelap gulita. Tidak ada sama sekali penerangan, kecuali cahaya dari lampu mobil.

Google Maps menginformasikan kami berada di wilayah Cieemas. Perumahan penduduk juga sangat jarang. Kiri kanan hutan. Jalanan sempit, yang semula mulus beraspal, kemudian berbatu, dan sebagian berlumpur. Jalanan juga menanjak, menurun, dan berkelok.

Di belokan, saya melihat ada warung yang masih buka. Saya lantas bertanya pada seorang warga di warung tersebut. Apakah benar ini ke jalan Geopark Ciletuh? Katanya, benar. Jadi, suami kembali melanjutkan perjalanan mengikuti arahan Google Maps.

Kami melewati beberapa perkebunan. Ada perkebunan karet dan perkebunan cengkeh. Itu karena ada plang bertuliskan nama perkebunan. Keadaan masih gelap gulita. Sepanjang perjalanan tiada henti saya berzikir.

Setelah melewati beberapa perkebunan itu, saya dan anak-anak mencium aroma harum bunga melati. Herannya, suami menciumnya aroma tanaman karet. Kami juga melihat ular melintasi jalanan.

Saya mulai dag did dug. Kalau ada apa-apa kepada siapa minta pertolongan? Hujan, gelap, jalanan sepi, tengah malam, dan rumah penduduk sangat jarang. Yang ada ya perkebunan. Ada rumah penduduk, setelah itu tidak dijumpai lagi.

Di mobil laki-laki cuma suami saja. Apa yang bisa diharapkan dari saya dan 4 anak yang semuanya perempuan? Mau minta tolong ke adik saya juga tidak mungkin karena tidak ada sinyal. Kami pun tidak tahu posisi keberadaan kami.

Di Google Maps sih menunjukkan waktu sekitar 18 menit lagi sampai. Tapi suami curiga, kenapa jalanan menyempit? Hanya bisa dilalui satu mobil saja. Kalau memaksakan jalan, apakah tidak akan terjadi apa-apa?

Karena khawatir, suami akhirnya menyerah. Ia memutuskan berubah haluan ke arah Pelabuhan Ratu. Beristirahat di SPBU sambil mengisi bahan bakar. Sepanjang perjalanan kami tidak melihat ada SPBU. Terakhir diisi itu masih di sekitar Cijeruk.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Kami pun kembali berkendara dengan mengikuti arahan Google Maps. Menempuh perjalanan sekitar 30 menit, kami mendapati perumahan penduduk. Di sini, sinyal telepon mulai ada.

Tidak lama adik saya telepon menanyakan posisi kami. Saya sampaikan sudah melewati SDN Cikondang.

Suami bilang tidak bisa meneruskan perjalanan ke Ciletuh, mau ke Pelabuhan Ratu saja. Dari tadi berputar-putar malah menemukan jalan buntu. Kecuali, adik saya menjemput.

Kami memutuskan beristirahat di mushola. Suami juga cukup lelah. Kebetulan, di situ ada beberapa warga yang tengah berjaga di Pos Ronda. Setelah meminta ijin kami pun meluruskan kaki di mushola.

Ternyata, ada juga mobil yang tersasar seperti kami. Seorang ibu bertanya kepada pemuda yang berada di pos ronda menanyakan arah ke Geopark Ciletuh. Setelah diarahkan, mobil itu pun melanjutkan perjalanannya.

Sementara itu, suami berkomunikasi dengan adik saya. Saya mengirimkan posisi kami. Waktu menunjukkan pukul 12 malam lewat. Tidak sampai 30 menit, mobil adik saya tiba. Ia bersama seorang warga Ciletuh. Lha, kok cepat banget?

Ah lega saya. Akhirnya, setelah mengucapkan terima kasih kepada warga setempat, kami pun melanjutkan perjalanan mengikuti mobil adik saya.

Jalanannya menurun, menanjak, berkelok, gelap gulita. Harus berhati-hati. Terlebih mobil kami cukup besar dibanding mobil adik saya.

Setelah 30 menit berlalu, sampailah kami di Geopark Ciletuh. Memarkirkan mobil di homestay yang kami sewa. Di sini, memang tidak ada sinyal ternyata. Pantas menghubungi adik saya susah.

Adik saya bisa menelepon setelah ke luar dari area homestay ke arah Pantai Palangpang Ciletuh, yang tidak begitu jauh dari rumah kami menginap. Butuh waktu sekitar 5 menit perjalanan.

Alhamdulillah...sampai dengan selamat. Perjalanan yang cukup menegangkan. Sampai membuat si kecil menangis ketakutan.

Kata Pak Bagas, warga Ciletuh yang mendampingi adik saya, di wilayah kami yang tersasar itu memang sering kejadian mistis.

Wah wah wah, pantas...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun