"Belajar online nggak ngerti, susah dipahami," begitu kata anak saya.
Kepala Sekolah menyampaikan, Ujian Sekolah apakah dilaksanakan secara offline atau online, semua tergantung instruksi dari Dinas Pendidikan. Juga tergantung situasi pandemi Covid-19. Bukan pihak sekolah yang mengambil keputusan.
Sejatinya, ujian dengan bertanya ke Google tidak beda jauh dengan ujian tesis yang open book. Bedanya, open book bukunya tebal-tebal, dan untuk mencarinya membutuhkan waktu.
Sementara kecanggihan internet memungkinkan orang bertanya apa saja kepada Google. Dalam waktu singkat, jawaban pun tersedia.
Ya begitulah kemajuan teknologi. Terlebih di era digital. Tidak bisa disalahkan juga.Â
Namun, ia menekankan, ujian tanpa pengawas bukan berarti tanpa pengawasan. Anak-anaklah yang menjadi pengawas diri mereka masing-masing.
Di sinilah ujian kejujuran diterapkan. Jujur bukan saatnya lagi hanya teori tapi harus diamalkan.
Sekarang yang perlu ditanamkan bagaimana anak termotivasi untuk menciptakan suasana di rumah seperti di sekolah.
Misalnya, sebelum sekolah daring dimulai, anak-anak bersiap-siap. Mandi, mengenakan seragam sekolah, duduk rapi, ya seperti berangkat ke sekolah. Kamera juga dihidupkan.
Jangan seperti yang sudah-sudah, ketika kamera guru on, eh sebagian besar kamera anak-anak off. Jadi, terkesan guru berhadapan dengan benda mati.
Terkait kendala perangkat dan jaringan, pihak sekolah sudah mengantisipasinya dengan menyiapkan ruang khusus. Ada laptop yang dipinjamkan. Ada juga HP yang diberikan gratis kepada siswa tidak mampu.