Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Anak Saya Diikuti Makhluk Lain

1 November 2021   20:47 Diperbarui: 1 November 2021   21:05 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua minggu usai liburan akhir tahun 2020 keliling Jawa -- Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, anak pertama saya terlihat berbeda. Tidak seperti biasanya. Aneh saja. Benar-benar aneh. 

Biasanya yang namanya habis liburan kan bawaannya ceria. Habis refreshing logikanya ya harus fresh dong. Masa habis liburan selama 2 pekan, anak saya justru lain sendiri?

Saya perhatikan ia selalu mengurung diri dan tidak mau makan. Kalau disuapi baru mau makan. Selain itu, marah-marah yang tidak jelas juntrungannya. Tidak ada angin, tiada hujan, adik-adiknya dimarah-marahi begitu.

Berhari-hari anak saya ini tidak mandi sampai badannya bau. Baunya mirip gelandangan yang tidak mandi berhari-hari itu. Menusuk hidung. Rambutnya saja sangat kusam dan lepek.

Saya suruh mandi, marah-marah. Kedua matanya terlihat sorot marah. Sambil marah-marah, dia masuk ke kamar mandi kamarnya.

Bukannya mandi, anak saya ini malah memukul-mukul air dengan gayung dengan sekuat tenaga. Airnya sampai menciprati wajahnya hingga basah. Seperti orang yang ketakutan terkena air. Saya sambil beristighfar menasihatinya.

Anak saya juga tidak mau berjumpa dengan teman-teman, meski itu teman segank sekalipun. Salah satu teman dekatnya, yang juga ikut berlibur akhir tahun bersama kami, saya minta datang ke rumah.

Maksud saya, kalau memang ada masalah, siapa tahu anak saya maunya hanya bercerita kepada temannya. Sekaligus mengorek lebih jauh apa sesungguhnya yang terjadi.

Sesampainya di rumah, anak saya memarahi kawannya itu. Saya bilang kepada kawannya untuk bersabar, karena sejatinya anak pertama saya itu, sebagaimana yang ia kenal, bukan tipe orang seperti itu. Memang bukan seperti anak saya.

Saya berpikir, ada yang salah dengan anak saya. Ini bukan seperti anak saya yang saya kenal. Jangan-jangan ada makhluk takkasat mata yang menempel di tubuh anak saya. Tapi kalau disuruh shalat mau.

Sepertinya, ada masalah dengan kejiwaan anak saya. Kesehatan mentalnya terganggu. Saya lantas mengajaknya untuk ke psikiater. Meski awalnya menolak karena merasa dia baik-baik saja, akhirnya anak saya bersedia.

Diam-diam, suami saya menceritakan kondisi anak saya ke temannya yang satu komunitas di Land Rover. Kebetulan, anak kawannya ini memiliki indera keenam atau indigo.

Anaknya ini, menurut cerita kawannya kepada suami, baru saja "menyembuhkan" anak kawannya yang ketempelan makhluk tidak kasat mata. Semalaman anaknya itu berinteraksi dengan makhluk tersebut.

Hasil penerawangan sang indigo, anak saya ini sebenarnya, katanya, tidak sakit. Itu sakit yang dibuat. Dia menyarankan untuk tidak membawa anak saya ke psikiater dulu. Tetapi karena saya tidak percaya hal yang begituan, saya tidak setuju.

Besoknya, saya membawa anak saya ke psikiater. Diagnosa awal, anak saya begini karena ada sibling rivalry dengan adiknya. Ada kompetisi antar saudara kandung. Terlebih selama ini bersekolah yang sama. Dari TK, SD, SMP.

Masa iya, sih? Seingat saya sebagai orangtua, sepertinya tidak pernah deh membanding-bandingkan. Saya juga tidak pernah menuntut apa-apa. Tidak harus menjadi juara. Terpenting, rajin sekolah.

Kata psikiater yang memeriksa anak saya, mungkin dari pihak kawan-kawan anak-anak saya yang sering membanding-bandingkan. Misalnya, kok lebih pintar adiknya daripada kakaknya, kok adiknya lebih rajin, atau kalimat-kalimat lain yang membandingkan.

Setelah diperiksa, anak saya diminta bulan depan untuk kontrol lagi. Usai urusan di sini selesai, suami menjemput. Ternyata, kami tidak langsung pulang, tetapi mampir ke rumah kawannya yang memiliki anak indigo itu.

"Kita ke rumah teman Daddy dulu ya Kak, sebentar aja. Daddy mau ajak Kakak ketemu anaknya temam Daddy," kata suami kepada anak kami.

Mendengar hal ini, anak saya marah-marah. Dia memang menarik diri untuk bertemu dengan siapa saja. "Dibilang Kakak nggak mau ketemu orang juga," katanya dengan ketus.

Sampailah kami di rumah kawannya suami. Setelah berbasa-basi sebentar, kami pun dipersilakan masuk. Di sini, kami berjumpa dengan anak kawan suami yang indigo. Laki-laki berperawakan agak berisi.

Usianya sama dengan anak bungsu kami. Sama-sama duduk di kelas yang sama. Lalu, tangan anak saya dipegangnya. Ia seperti menerawang dan menatap anak kami. Seolah-olah membaca memori anak kami.  

Anak kawan suami berkata, ada anak kecil perempuan yang mengikuti anak kami. Anak kecil tersebut berambut panjang. Dia mengikuti ketika kami pergi ke tempat rekreasi di sekitaran Gunung Lawu, Jawa Tengah. Anak itu meninggal karena tewas tenggelam di situ.

Mungkin, ketika kami memasuki area tersebut, kami "tidak permisi" sehingga makhluk astral terusik. Kalau alasannya karena ini, yang pergi ke sana kan bukan hanya kami, tapi banyak, lantas mengapa si Kakak?

Kemungkinan lainnya, karena ada sesuatu barang yang diambil oleh kami tanpa "seijinnya". Entah itu pasir, batu, atau apalah. Memang sih suami mengambil satu batu untuk mengganjal ban mobil. Batu itu menumpuk di lapak yang tidak terpakai ketika kami berlibur ke pantai.

"Jangan ambil-ambil, nggak boleh, nanti ada yang nggak suka," katanya mengingatkan kami.

Dia lantas meminta anak saya untuk tidak meninggalkan shalat. Sementara itu, saya diminta untuk memberi anak saya minum yang sudah dibaca-bacai surat Alfatihah dan ayat kursi.

"(Insyaallah), dalam waktu 3 hari, makhluk itu nggak akan lagi ganggu," katanya.

Berdasarkan cerita ayahnya, yang mendampingi kami, kemampuan anaknya melihat dimensi alam lain miliki sejak umur 5  tahun. Dia bisa melihat jika ada makhluk takkasat mata "menempel" pada orang lain.  Sejak itu, ia juga mampu "mengobati" hal-hal yang berkaitan dengan makhluk gaib.

Pertumbuhan anaknya ini sangat cepat. Jauh di atas pertumbuhan anak pada umumnya. Demikian pola pikirnya, jauh lebih dewasa dibanding anak-anak seumurannya. Ia sangat menjaga anaknya untuk tidak terlalu sering melakukan interaksi dengan makhluk gaib karena untuk melakukan ini butuh energi berlebih.

Karena ia kenal dengan suami saya saja, maka ia menawarkan diri untuk membantu. Tidak ada pungutan atas bantuan ini. Murni karena pertemanan.

Anak ini berkata malamnya ia akan "berbicara" dengan makhluk astral tersebut. Sore ini, dia akan beristirahat dulu mengingat dua malam berturut-turut "bertempur" dengan makhluk astral.

"Pertempuran" tersebut diceritakan cukup alot karena awalnya makhluk tersebut enggan pergi, tapi akhir pergi juga. Ketika saya tanya seperti apa bentuk "pertempuran" itu, dia bilang makhluknya terbang ke sana ke sini dan mengeluarkan asap. Terkadang dari "pertempuran" ini ayahnya ikut terkena serangan.

Saya sih antara percaya dan tidak. Meski demikian, saya melakukan apa yang dimintanya. Dalam pemahaman saya, tidak ada yang salah surat Alfatihah dijadikan obat. Saya juga sudah biasa melakukannya. Dan, sepengetahuan saya Alquran itu pengobat jiwa.

Kepada anak saya, saya minta untuk selalu berzikir dan berdoa selepas shalat agar jiwa tidak kosong. Saya juga minta untuk membaca Alquran setiap hari, minimal 10 ayat saja.

Saya sampaikan, berdasarkan pengalaman saya selama ini membaca Alquran itu pengobat hati, penerang kehidupan, yang akan membuat jiwa, hati, pikiran kita tenang meski dihadapi masalah berat sekalipun.

Wallahu 'alam bisshowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun