Pemerintah melalui Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, menuding Partai Rakyat Demokrat (PRD) yang dipimpin Budiman Sudjamitko sebagai dalang di balik peristiwa itu.
Para aktivis PRD pun diburu, termasuk Wiji Thukul. Ketika itu, Wiji Thukul berada di Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat atau Jaker -- badan yang merapat ke PRD.Â
Wiji pun dinyatakan hilang, yang hingga sekarang entah di mana rimbanya. Ia adalah satu dari 12 orang hilang pada 1997-1998 menjelang tumbangnya rezim Orde Baru. Nasib Wiji Thukul bersama 12 aktivis lainnya belum diketahui hingga kini: hidup atau mati. Spekulasi menyebutkan ia memang sengaja dihilangkan.
Lantas, apa kabarnya Wiji Thukul?
Sabtu (30/10/2021) kemarin, Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (Jaker) dan Barikade 98 berusaha mencari jejak Wiji Thukul dengan nobar alias nonton bersama film dokumenter berjudul "Nyanyian Akar Rumput", di sekterariat DPN Barikede 98, Jalan Cimandiri No, 7, Jakarta.Â
Film dokumenter Nyanyian Akar Rumput ini meraih Piala Citra kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik pada Festival Film Indonesia 2018. Film berdurasi 1 jam 52 menit itu juga menyabet beberapa penghargaan. Sebut saja pemenang NETPAC Award 2018, Piala Maya kategori Dokumenter Terpanjang Terpilih 2019, pemenang Honorable Mention Award dari Figueira Da Foz Int'l Film festival, Portugal pada 2019.
Film Nyanyian Akar Rumput sendiri bercerita tentang keluarga setelah ditinggal Wiji Thukul. Dengan fokus utama Fajar Merah, yakni anak sang penyair, juga keluarganya: Sipon, ibunya dan Fitri Nganti Wani, kakaknya.
Fajar dengan bandnya bernama Merah Bercerita mencoba melestarikan puisi-puisi Wiji Thukul, yang dituangkan ke dalam alunan nada, serta merekamnya dalam album. Fajar yang masih berusia lima tahun saat bapaknya dihilangkan merawat ingatan akan sosok bapaknya lewat musik.
Sang anak ingin orang-orang tidak lupa akan peran para aktivis yang dibungkam selama orde baru. Ia juga ingin menunjukkan puisi pernah dianggap sebagai momok yang menakutkan oleh penguasa.
Proses film ini terbilang cukup panjang. Butuh waktu sekitar empat tahun dari tahun 2014 hingga tahun 2018. Karena ini film dokumenter, maka sutradara film ini mengikuti betul kehidupan dan keseharian keluarga Wiji Thukul, terutama Fajar Merah.Â