Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Childfree, Tidak Berdosa Sih, tapi...

7 September 2021   20:05 Diperbarui: 7 September 2021   20:10 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu kami menikah 17 tahun silam, semula suami menyatakan tidak ingin memiliki anak. Alasannya, suami belum siap saja punya anak. Saat itu, suami merasa masih muda dan belum saatnya memiliki anak. Ia juga belum siap dipanggil "ayah" di usianya yang ke-27 tahun.

Terlebih suami anak bungsu dari 8 bersaudara. Jadi, suami sudah kenyang menjadi "pengasuh" keponakan-keponakannya. Saat masih SD saja, ceritanya, ia sudah sering dimintai tolong menjaga anak-anak kakak pertamanya.

Mendengar penuturannya itu saya terdiam. Mencoba mencerna kalimatnya dan memahami keinginannya. Ada rasa kecewa juga. Terlebih apa sih yang diharapkan dari orang tua dari anaknya yang sudah menikah selain kehadiran cucu? Cucu yang akan meneruskan silsilah keluarga dan garis keturunan.

Meski demikian, saya menuruti keinginannya. Punya anak, ayo, tidak punya anak, ayo.

Saya lantas ke dokter kandungan untuk minta dipasangkan spiral atau IUD. Saya memilih kontrasepsi ini karena terbilang lebih praktis. Dalam sekali pemasangan, dapat mencegah kehamilan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Penggunaan IUD ini 99 persen dapat mencegah kehamilan hingga 10 tahun. Selain itu, IUD bisa dilepas kapan saja ketika saya sudah ingin merencanakan kehamilan. Dari segi harga juga termasuk murah karena sekali pasang untuk waktu yang lama.

Menurut saya sih, ya aneh saja menikah tapi tidak ingin punya anak. Bukankah setiap pernikahan pasti mengharapkan keturunan? Bukankah mempunyai anak adalah fitrah manusia?

Di saat pasangan lain berjuang dengan berbagai cara ingin segera punya anak, hingga menghabiskan uang yang tidak sedikit, eh suami saya malah berusaha agar tidak memiliki anak.

Coba deh iseng-iseng melakukan survey atau jajak pendapat. Tidak usah banyak-banyak. Random saja, 20 responden dari kalangan kawan sendiri juga cukup. 

Tanya deh setelah menikah apakah mereka menginginkan segera punya anak? Saya pastikan hampir sebagian besar menjawab iya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Mungkin saat itu suami saya belum siap menjadi ayah dengan segala tanggung jawabnya. Menjadi orang tua itu butuh mental juga kan? 

Bukan sekedar melimpahi dengan perhatian dan kasih sayang, melainkan juga memenuhi kebutuhan anak-anak -- sandang, pangan, papan. Kegagalan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban ini adalah dosa.

Bisa jadi, saat awal menikah pekerjaan suami belum semapan sekarang. Jadi, ada kekhawatiran tidak bisa menghidupi anak-anak dengan layak. Terlebih, saat itu kami masih menumpang tinggal di rumah orang tua saya.

Tapi kalau alasannya seperti itu sama saja dengan tidak ingin memiliki anak karena takut miskin. Dan, itu tidak dibenarkan dalam agama yang saya anut.

Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, "Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan (kamu). Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka" [Al-An'aam/6 : 151]

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang sangat besar" [Al-Israa/17 : 31]

Menurut saya pribadi, tidak ingin punya anak menyalahi makna filosofis dari pernikahan. Menyalahi kodrat manusia juga. Menikah itu kan bukan semata-mata memenuhi kebutuhan biologis semata, tetapi juga menjaga keberlangsungan jenis manusia.

Dalam agama Islam yang saya anut, menikah, berkeluarga, dan memiliki anak merupakan fitrah manusia. Dalam sudut pandang Islam, berkeluarga adalah sunah Nabi. Menikah itu ibadah.

Kata guru ngaji saya, ketika saya berkonsultasi, hukum menikah tapi tidak ingin mempunyai anak dalam agama Islam tidak diharamkan tetapi makruh. Makruh berarti jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan lebih baik.

Makruh, jika seseorang telah menikah tetapi tidak mau untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh suami istri. Tapi memilih tidak memiliki anak menyalahi kodrat perkawinan.

Saat anak-anak masih kecil (Dokumen pribadi)
Saat anak-anak masih kecil (Dokumen pribadi)
Yang menjadi pertanyaan, apakah kita mau di saat tubuh menua hidup sendiri? Tidak ada anak-anak yang mendampingi? Apakah kita tidak ingin melihat suara riuh, dan gelak tawa dari para cucu yang berlarian yang membuat kita jadi tersenyum?

Siapa yang akan merawat kita ketika sakit saat tua? Lalu ketika ajal menjemput tidak ada anak yang mengantarkan kita ke liang kubur dan tidak ada anak yang mendoakan kita?

Anak-anak adalah amal jariyah paling berharga yang akan mendoakan kita ketika kita sudah meninggal kelak. Anak-anaklah yang paling mengingat kita dan mendoakan kita di saat orang lain melupakan kita.

Setelah mendapatkan masukan dan nasihat dari sana sini, bahwa Allah mengatur rezeki setiap pasangan serta keturunannya, Alhamdulillah, akhirnya suami berubah haluan. Hatinya luluh juga. Ia pun menyatakan kesiapannya untuk memiliki anak.

Tidak lama setelah saya melepas alat kontrasepsi, saya pun hamil. Kehamilan saya ini disambut penuh suka cita oleh suami. Makanan saya diperhatikan, periksa kehamilan juga sering mendampingi, saat melahirkan pun suami ada di samping saya dan mengazankan anak kami.

Suami saya senang mengurus anak kami, mengendongnya, menyuapinya, menidurkannya, menenangkannya kala menangis, mengajaknya bermain, ikut mengantarkan saat imunisasi. Kelelahannya seketika hilang saat melihat si kecil menyambutnya pulang dan memeluknya.

Hingga akhirnya kami pun memiliki tiga anak yang kesemuanya perempuan. Tidak dipungkiri memang ada hal-hal yang menjengkelkan hati dari anak-anak, tapi selebihnya menyenangkan. 

Terlebih ada ganjaran pahala dari Allah bagi orang tua yang merawat dan menjaga anaknya dengan baik.

Alhamdulillah kehidupan kami baik-baik saja. Ketakutan dan kekhawatiran suami tidak terbukti. Karena kehadiran anak-anak mendatangkan rizki dengan izin Allah Ta'ala.

Meski dalam perjalanan membangun keluarga ini harus diakui diwarnai juga dengan kesedihan tapi so far is okey. Lebih banyak happy-nya sih.

So, mau punya anak atau tidak, ya terpulang pada diri masing-masing individu. Tidak ada larangan, tidak ada paksaan, tidak ada dosa di dalamnya.

Tetapi buat saya pribadi, menikah tapi tidak ingin memiliki anak, berarti tidak akan terbentuk yang namanya keluarga. 

Kalau orang tua saya memutuskan untuk childfree, berarti saya tidak akan ada di dunia ini. Saya tidak akan punya kakak, juga tidak punya adik.

Wallahu'alam bisshowab

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun