Mungkin saat itu suami saya belum siap menjadi ayah dengan segala tanggung jawabnya. Menjadi orang tua itu butuh mental juga kan?Â
Bukan sekedar melimpahi dengan perhatian dan kasih sayang, melainkan juga memenuhi kebutuhan anak-anak -- sandang, pangan, papan. Kegagalan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban ini adalah dosa.
Bisa jadi, saat awal menikah pekerjaan suami belum semapan sekarang. Jadi, ada kekhawatiran tidak bisa menghidupi anak-anak dengan layak. Terlebih, saat itu kami masih menumpang tinggal di rumah orang tua saya.
Tapi kalau alasannya seperti itu sama saja dengan tidak ingin memiliki anak karena takut miskin. Dan, itu tidak dibenarkan dalam agama yang saya anut.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, "Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan (kamu). Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka" [Al-An'aam/6 : 151]
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang sangat besar" [Al-Israa/17 : 31]
Menurut saya pribadi, tidak ingin punya anak menyalahi makna filosofis dari pernikahan. Menyalahi kodrat manusia juga. Menikah itu kan bukan semata-mata memenuhi kebutuhan biologis semata, tetapi juga menjaga keberlangsungan jenis manusia.
Dalam agama Islam yang saya anut, menikah, berkeluarga, dan memiliki anak merupakan fitrah manusia. Dalam sudut pandang Islam, berkeluarga adalah sunah Nabi. Menikah itu ibadah.
Kata guru ngaji saya, ketika saya berkonsultasi, hukum menikah tapi tidak ingin mempunyai anak dalam agama Islam tidak diharamkan tetapi makruh. Makruh berarti jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan lebih baik.
Makruh, jika seseorang telah menikah tetapi tidak mau untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh suami istri. Tapi memilih tidak memiliki anak menyalahi kodrat perkawinan.