Penyanyi dangdut Saiful Jamil, si pelaku kejahatan seksual pada anak bebas murni dari penjara, pada Kamis (2/9/2021). Ia mendapatkan remisi sebanyak 30 bulan, yang seharusnya (menurut saya pribadi) tidak layak ia dapatkan.Â
Herannya, saat pedangdut 41 tahun ini bebas, "masyarakat" menyambutnya dengan penuh suka cita. Dia disambut bagaikan pahlawan. Dikalungi bunga dan diarak dengan menggunakan mobil mewah.Â
Namanya pun dielu-elukan. Membahana memecah keheningan lembaga pemasyaratan tempatnya di penjara. Senyum bahagia jelas tergambar dari wajahnya. Dia pun mengumbar "sun jauh" dan melambaikan tangan. Tidak terlihat raut wajah malu atas apa yang sudah diperbuatnya.
Aneh. Ada yang sakit dari sebagian masyarakat kita. Karena tidak seharusnya Saipul disambut berlebihan seperti itu. Terlebih kasus yang menjeratnya kasus pencabulan yang dibarengi dengan kasus penyuapan. Ke mana akal sehat masyarakat kita? Di mana kewarasan?
Stasiun televisi kita pun membuka pintu atas kebebasan mantan suami pedangdut Dewi Perssik itu. Menawarinya pekerjaan dengan memberinya ruang untuk kembali tampil ke publik. (Belum lama ini Saiful Jamil diundang tampil di TransTV).
Mengabaikan luka batin yang tertoreh pada korban kejahatan sang artis. Yang bisa jadi akan memunculkan trauma berkepanjangan ketika ia melihat wajah sang pedopil. Lukanya kembali membasahi jiwanya. Dan, entah apakah ia sanggup menghadapinya?Â
Pelakunya tertawa bahagia, sementara korban terpuruk. Empati para pendukungnya ke mana? Apakah mereka juga menaruh perhatian yang sama terhadap korban? Apakah para fansnya itu pernah menengok korban dan berusaha membantu memulihkan rasa traumanya? Bagaimana jika itu terjadi pada keluarga mereka?
Apakah ini gambaran masyarakat kita yang merindukan Saiful Jamil? Tapi apanya yang dirindukan? Sejauh ini sih, menurut saya, tidak ada prestasi yang ditorehkan oleh penyanyi dangdut itu. Coba cari, yang ada justru sensasi-sensasinya dan persoalan-persoalan yang membelitnya.
Tapi bagi banyak media, termasuk media televisi, menampilkan polemik berarti menjadi nilai jual tersendiri yang akan berimbas pada rating. Tidak hanya pada kasus Saiful Jamil televisi berpihak.
Menyebut nama Saiful Jamil, siapa yang tidak kenal? Bisa dipastikan semua orang -- anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, tahu siapa dia. Bukan prestasi yang diingat. Yang terbayang paling juga saat dia menjadi juri acara musik dangdut dengan durasi siaran terlama.Â
Bagaimana ia mengomentari kualitas suara, pilihan lagu, hingga fashion yang sejatinya sudah disiapkan oleh fashion stylist di belakang panggung. Sesuatu yang tidak penting-penting amat.Â
Mereka yang menyambut Saiful Jamil terkesan masa bodoh soal moral, tidak ambil pusing apakah ia nyata-nyata seorang pedofilia, tidak peduli juga bagaimana orientasi seksual sejenis dari yang bersangkutan, menutup mata atas tindakan menyuap oknum panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Semua seolah menjadi lembaran putih tanpa noda.
Ini bukan tentang apa orientasi seksualnya, itu menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan. Â Tapi ini tentang kejahatan seksual, dengan korban anak di bawah umur, terlebih dengan ada unsur pemerkosaan di dalamnya. Ini tentang kejahatan yang paling biadab karena menghancurkan masa depan korbannya.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri hingga kini belum "bersuara keras", hanya menyatakan tidak ada larangan Saiful Jamil tampil di layar televisi. KPI menyampaikan sampai saat ini tidak ada aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terkait terpidana maupun mantan narapidana tampil di publik lewat siaran nasional.
"Di dalam P3SPS tidak ada aturan secara spesifik terkait hal tersebut, baik pelaku pelecehan seksual maupun tindakan asusila apa pun" tutur Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Mulyo Hadi, seperti dikutip kumparan.com, Jumat (3/9/2021).
Meski demikian, KPI meminta pihak televisi peka terhadap sentimen publik atas kasus Saiful Jamil.Â
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengajak masyarakat agar tak menonton tayangan yang menampilkan mantan narapidana kasus pencabulan Saipul Jamil.
Sutradara Angga Sasongko malah mengambil sikap lebih tegas dengan menghentikan pendistribusian film animasi Nussa Rara dan Keluarga Cemara dengan stasiun televisi (TV), yang mengundang Saipul Jamil.Â
Hal yang sama juga dilakukan kepada stasiun TV lainnya jika memberikan ruang pada yang bersangkutan. Pihak rumah produksi Visinema Pictures yang mendistribusikan film animasi tersebut menilai TV tidak menghormati korban pelecehan seksual yang dilakukan Saipul Jamil
Sepertinya kita harus mencontoh apa yang dilakukan China terhadap artisnya, Kris Wu, yang juga tersandung kasus pelecehan seksual anak di bawah umur. Meski Kris Wu masih dalam proses hukum tapi pemerintah China bertindak tegas. Semua jejak digital dan akun pribadi media sosial Kris Wu yang memiliki 51 juta follower di Weibo, dihapus.
Takhanya itu. Semua karya Kris Wu, entah itu film, lagu, dan sebagainya, yang sudah tayang di platform digital seperti di Youku, iQiyi, dan Tencent, juga dihapus. Media di China mendukung kebijakan itu.Â
Tidak seperti media kita yang latah. Media televisi di sana bahkan melabelinya sebagai 'seniman tidak etis yang melanggar hukum'. Berbagai brand ternama yang bekerja sama dengan Kris Wu, memilih untuk langsung memutus kontrak.Â
Kalau tidak bisa seperti ini, mari gunakan akal sehat kita. Kita harus lakukan kontrol sosial dan tekanan publik kepada televisi nasional yang mengabaikan tanggung jawab sosialnya.
Perlakuan terhadap Saiful Jamil (dan siapapun pelaku pedofilia) yang disambut bagaikan pahlawan itu bagi saya tidak akan menimbulkan efek jera. Jangan sampai perlakuan tersebut memunculkan Saiful Jamil-Saiful Jamil baru karena menganggap masyarakat akan lupa dan menerimanya kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H