Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mau Pinjam Uang di Pinjol, Cek Dulu Statusnya di OJK

30 Agustus 2021   21:48 Diperbarui: 14 Oktober 2021   19:53 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang hendak menggunakan jasa pinjaman online. (DOK. Shutterstock via kompas.com) 

Saya sih sebenarnya bukan tipe orang yang suka berutang. Sebisa mungkin saya jangan sampai meninggalkan jejak utang. Tidak ada dalam kamus hidup saya untuk berutang. Alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak punya utang.

Tetapi prinsip saya ini ternyata tidak "sejalan" dengan suami. Sudah dua tahun ini suami saya menjadi "nasabah" pinjaman online di salah satu fintech sebuah platform peer-to-peer lending online lokal yang menyediakan fasilitas pinjaman (kredit) tanpa agunan. 

Ini menjadi satu-satunya aplikasi pinjol di hpnya. Bagaimana ceritanya?

Penyebabnya, saat suami mau pinjam uang saya, tidak saya kasih. Meski dijanjikan akan dibayar setiap bulan saat gajian, saya tetap tidak mau. Apalagi kebutuhannya bukan sesuatu yang urgen menurut saya. Sesuatu pemborosan (banget).

Jadilah, suami pinjam uang di pinjaman online. Waktu saya mendengar ini, saya sempat kaget dan shock. Terbayang cerita-cerita mengenai pinjaman online yang endingnya bikin tragis. Pinjam tidak seberapa, tagihannya berkali-kali lipat.

Saya jadi merasa bersalah. Ada perasaan tidak enak juga. Saya memastikan, apakah pinjol tersebut pinjol yang santer di berita-berita?

Suami menyakinkan saya bahwa pinjol tersebut bukan pinjol abal-abal. Mengapa suami begitu yakin, karena pinjol tersebut di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mendengar penjelasan ini saya mulai tenang.

"Pinjol yang abal-abal itu yang penawarannya lewat sms. Kalau yang Daddy kan ada web resminya, ada aplikasinya juga. Tapi jangan langsung main daftar, web mah bisa juga palsu. Lihat dulu apakah di bawah pengawasan OJK nggak?" kata suami.

Kalau ada situs resmi, ada aplikasinya, lalu setelah dicek ternyata benar berada di bawah pengawasan OJK, nah baru deh aman mendaftar.

Syaratnya juga mudah. Hanya KTP dan nomor rekening bank. Tidak ada agunan atau jaminan. Setelah disetujui baru deh bisa melakukan pinjaman di pinjol tersebut.

Pokoknya prsyaratan pengajuan harus WNI, usia 21 -- 50 tahun, punya penghasilan tetap, memiliki e-KTP, punya buku tabungan atas nama pribadi dan menggunakan smartphone untuk bisa menggunakan aplikasi.

Kecocokan data antara pengajuan di aplikasi dan data di rekening bank menjadi syarat penting agar pinjaman bisa dicairkan. Meskipun skor kredit sudah lolos, tetapi jika data di rekening bank tidak sesuai dengan di aplikasi, fintech tidak akan mencairkan pinjaman.

Awalnya, pinjaman yang disetujui 2 juta dengan jangka waktu 6 bulan. Saya lupa tiap bulan bayar berapa. Yang jelas setiap bulan suami membayar tagihan.

Kata suami, bunganya sih cukup terjangkau, terlebih karena berada dalam pengawasan OJK, tetapi masih lebih besar daripada bunga pinjaman di bank. Namun, setidaknya cukup membantu nasabah yang membutuhkan uang segera.

Suami bilang, "nasabah" tidak bisa mengajukan pinjaman lagi sebelum pinjaman dilunaskan. Setelah lunas, biasanya ada penawaran pinjaman dari pinjol tersebut.

Beberapa bulan setelah lunas, suami ditawari lagi pinjaman. Alasannya, suami memiliki attitude yang baik dan memenuhi kewajibannya. Tapi tawaran ini ditolak oleh suami saya dengan alasan tidak ingin sampai menjadi kebiasaan.

Suami, katanya, pernah mencoba pinjam 20 juta, tapi ternyata tidak disetujui. Entah alasannya apa. Pokoknya, setelah dihitung-hitung oleh fintech tersebut, suami saya dinilai belum layak. Wah, bagus dong. Coba kalau disetujui? Bisa manyun terus saya.

Beberapa bulan kemudian suami mengajukan pinjaman lagi. Tidak banyak. Sekitar 2 juta buat menambah kekurangan uang yang ada, lagi-lagi karena saya enggan memberikan pinjaman.

Uang ini akan dipakainya untuk membeli PS4 permintaan anak pertama saya, yang dulu sempat dijanjikan tapi belum juga dibelikan. Anak saya menagihlah.

Saya keberatan sebenarnya. Tidak penting-penting banget soalnya. Tidak ada urgensinya dan manfaatnya. Lagi pula ada HP. Di rumah juga pasang wifi unlimited. Jadi, buat apa harus beli PS 4?

Apalagi di saat pandemi Covid-19. Di saat orang-orang kehilangan pekerjaan dan bersusah payah mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup, eh suami malah "menghambur-hamburkan" uang.

Tapi, ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Yang penting anak happy, katanya. Yang penting lagi, untuk selalu diingatkan mainnya harus mengenal waktu. Jangan sampai anak stress karena kelamaan di rumah.

Begitulah, ketika suami pinjam uang ke saya dan tidak saya kasih karena tidak ada nilai manfaatnya buat saya, suami sepertinya sudah punya solusi.

Kalau bagi saya, selama itu untuk urusan pendidikan anak-anak, kesehatan anak-anak, kebutuhan sandang dan pangan anak-anak, atau liburan bersama, tidak perlu pakai pinjam-pinjam deh. Pakai uang saya juga tidak masalah. Hehehe...

Perkembangan teknologi Fintech atau finance technologi membuat orang sekarang bisa mengajukan kredit secara online dengan cepat dan mudah.

Berbeda banget dengan beberapa tahun lalu. Pinjaman hanya bisa lewat bank. Itu pun prosesnya lama dan sulit. Terlebih karena harus ada agunan atau jaminan.

Fintech menawarkan cara baru dalam mengajukan pinjaman. Syaratnya cukup punya KTP dan bisa cair dalam waktu 24 jam sejak pengajuan. Ini yang membuat peminatnya banyak.

Tapi, tetap harus mengedepankan kehati-hatian dan kewaspadaan. Sebagaimana kata suami saya, cek dulu legal atau tidaknya. Cek webnya, cek aplikasinya (ada atau tidak) yang bisa diunduh di Google Play Store dan Apple Store, serta cek ijin resminya di web OJK.

Ya, biar tidak menjadi korban jeratan pinjol yang mencekik leher, yang merugikan konsumen peminjam. Baik dari bunga yang sangat tinggi maupun cara penagihan yang tidak sesuai ketentuan.

Tapi, menurut saya pribadi, buat apa berutang? Kalau saya sih melihat dulu nilai kepentingan dan kemanfaatannya. Kalau memang mendesak dan urgen, sementara kondisi keuangan juga tidak memungkinkan, baru deh pinjam. Ini juga menjadi pilihan terakhir ketika tidak ada lagi solusi yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun