Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Covid-19 (Ternyata) Bisa Sebabkan Demensia Alzheimer

30 Agustus 2021   17:25 Diperbarui: 30 Agustus 2021   17:53 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata, Covid-19 yang menyerang seseorang, bisa membuat seseorang tersebut mengalami dimensia alzheimer dan stroke. Mengapa ini bisa terjadi? Karena Covid-19 bisa membuat susunan saraf pusat mengalami peradangan.

Dampak infeksi Covid-19 pada otak yang paling sering adalah ensefalopati akibat peradangan pada susunan saraf pusat. Gejala ini bertahan beberapa bulan setelah awal terkena Covid-19.

Gejala beragam seperti stroke dan gangguan fungsi kognitif (memori) atau daya pikir. Yang paling sering muncul adalah penurunan daya ingat atau pelupa, terutama memori baru atau mudah lupa mengingat hal hal baru.

Setidaknya begitu hasil temuan Spesialis Saraf Konsultan Neurobehavior Dr. dr. Astuti Sp.S(K), dalam beberapa kasus pasien Covid-19. Tidak sedikit pasiennya yang mengalami gejala penurunan daya ingat akibat stroke tidak bergejala, yang ternyata penyebab strokenya akibat Covid-19.

Beberapa pasien yang ditangani masuk dengan gangguan fungsi kognitif, ada gejala strokenya, dan sebagainya. Ternyata penyebabnya adalah Covid-19. Stroke ini dapat menurunkan daya ingat jangka panjang dan berisiko menjadi demensia alzheimer.

"Saat ini yang harus diwaspadai adalah peningkatan insiden demensia di mana setiap 3 detik ada 1 penderita baru demensia," ungkap dr Astuti saat berbicara dalam Seminar Awam Demensia Alzheimer di Masa Pandemi, Sabtu (28/8/2021), yang diadakan Eisai Indonesia dan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, secara virtual.

Ia mencatat, hingga Maret 2021, terdapat 41 ribu kasus stroke yang ditemukan pada pasien Covid-19. Virus corona yang menyerang mereka meningkatkan pengentalan darah sehingga meningkatkan pula risiko stroke.

"Nah, akhirnya akibat dari stroke ini juga berdampak pada penurunan daya ingat jangka panjang. Sebanyak 40 persen pasien Covid-19 juga menunjukkan gejala yang berkaitan dengan susunan saraf yakni brain fog," ujar dr. Astuti.

Kondisi Brain Fog pada Covid-19, yaitu gejala penurunan fungsi berpikir yang ditandai dengan mudah bingung, mudah lupa, sulit konsentrasi, dan sulit membuat keputusan sehari-hari sehingga perlu diwaspadai dan perlu pemeriksaan lanjutan.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
"Jadi beberapa pasien yang kita rawat itu sampai ada yang melukai petugas, memecah kaca, dan sebagainya. Tapi dengan penanganan yang cepat, akhirnya kondisinya membaik," ungkap dr Astuti.

Berdasarkan laporan, ada sebanyak 15-20 persen kasus pasien Covid-19 yang mengeluhkan mudah lupa dan sulit konsentrasi, yang bertahan hingga dua sampai enam bulan. Namun, data ini dinilai belum cukup, sehingga masih terus berusaha dikembangkan.

Menurut dr. Astuti, deteksi sedini mungkin gangguan fungsi kognitif (memori) pada Covid-19 sangat penting. Mengapa harus dideteksi sedini mungkin di masa pandemi ini? Karena infeksi Covid-19 meningkatkan pengentalan darah sehingga meningkatkan risiko stroke.

"Jadi, deteksi dini ini adar dapat dilakukan intervensi sedini mungkin, sehingga terjadinya demensia atau pikun, terutama demensia alzheimer dapat dicegah atau dihindari," katanya.

Demensia alzheimer atau sering disebut pikun akibat penyakit Alzheimer, salah satu jenis demensia yang paling banyak ditemukan dan paling berat dengan gejala yang khas lupa.

Fase awalnya tidak bergejala atau gejala awal lupa subyektif. Orang sekitar melihat kondisinya baik baik saja, tetap mandiri, hanya pasiennya saja yang merasakan sudah mulai sering lupa.

Demensia Alzheimer menjadi penyebab ke-4 kematian di dunia, berbiaya mahal, dan menjadi masalah kesehatan global. Terlebih, setiap 3 detik ada 1 pasien baru demensia. Jadi, dalam 1 menit ada 20 pasien baru demensia. Bagaimana dalam hitungan 1 jam?

Karena itu, berbagai penyebab seperti hipertensi, diabetes militus, depresi, pasca cidera otak, dan penyakit yang berisiko  menyebabkan degenerasi otak termasuk dampak Covid-19 pada otak perlu diwaspadai dan evaluasi jangka panjang.

Terlebih, jika kondisi penyakitnya semakin memburuk dan mengakibatkan kualitas hidup penderitanya juga ikut memburuk. Bila ini terjadi tentu saja akan menjadi beban berat bagi keluarga dan masyarakat.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokter Spesialis Saraf, dr. Amelia Nur Vidyanti, Sp.S(K), Ph.D, yang juga menjadi pembicara, menjelaskan, demensia alzheimer adalah penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, gangguan perilaku dan penurunan kemampuan fungsional yang sifatnya progresif.

Hingga saat ini, katanya, pengobatan penyakit demensia masih bersifat simtomatis. Yaitu, untuk mengurangi keparahan dari gejalanya. Pengobatan demensia Alzheimer bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.

"Pengobatan yang berkelanjutan akan memperlambat proses perjalanan penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan kemandirian, mengurangi angka rawat inap di rumah sakit, dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderita demensia Alzheimer dan keluarganya," terangnya.  

Saat ini, di dunia, lebih dari 50 juta orang mengalami demensia dan demensia alzheimer adalah jenis demensia yang terbanyak, sekitar 60-70%.

Diperkirakan ada sekitar satu juta orang penderita Demensia Alzhemeir di Indonesia pada 2013. Jumlah itu diperkirakan naik drastis menjadi dua kali lipat pada 2030, dan empat kali lipat pada 2050.

Gejala Dimensia Alzheimer Juga Bisa Dialami Kaum Muda

Dokter Amelia menyebutkan mereka yang berada di usia 65 tahun ke atas yang paling beresiko. Meski demikian, tidak melulu lansia yang mengalami demensia alzheimer karena tidak menutup kemungkinan mereka yang di bawah 65 tahun mendapatkan resiko tersebut. Hal ini dikenal dengan istilah "young-onset dementia".

Demensia atau sering disebut pikun kerap dianggap biasa dialami oleh lansia karena bertambahan usia. Padahal, ini bukan bagian normal atau proses alami dari penuaan. 

Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan sel-sel otak yang mempengaruhi pikiran, perilaku, perasaan dan kemampuan manusia untuk berkomunikasi. Tidak heran, demensia alzheimer seringkali tidak terdeteksi. 

Padahal, gejala demensia alzheimer dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia) karena perjalanan seseorang menjadi demensia alzheimer butuh "waktu".

Terdapat beberapa tahap perkembangan demesia alzheimer yaitu :
Tahap awal (berlangsung 2-4 tahun), gejala: sering lupa, lupa waktu, tersesat di tempat yang dikenali;
Tahap menengah (berlangsung 2-10 tahun), gejala: lupa kejadian dan nama orang, tersesat di rumah sendiri, sulit berkomunikasi, butuh bantuan untuk merawat diri, perubahan perilaku (mondar-mandir, berkeliaran hingga kabur dari rumah);
Tahap akhir (berlangsung 1-3 tahun), gejala tidak sadar waktu dan tempat, tidak mengenali keluarga dan teman, sulit berjalan, menjadi agresif.

Deteksi dini membantu penderita dan keluarga untuk dapat menghadapi dampak penurunan fungsi kognitif (memori) dan pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik.

Penanganan alzheimer sejak dini juga penting untuk memperlambat terjadinya kepikunan. Terpenting lagi kerusakan otak karena penyakit tersebut dapat diperlambat.  

Seminar yang juga menghadirkan narasumber Dokter Spesialis Saraf, dr. Abdul Gofir, M.Sc, Sp.S(K), dan perawat Sri Mulyani, S. Kep., Ns., M.Ng, ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya pikun, terutama di masa pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun