Ternyata, Covid-19 yang menyerang seseorang, bisa membuat seseorang tersebut mengalami dimensia alzheimer dan stroke. Mengapa ini bisa terjadi? Karena Covid-19 bisa membuat susunan saraf pusat mengalami peradangan.
Dampak infeksi Covid-19 pada otak yang paling sering adalah ensefalopati akibat peradangan pada susunan saraf pusat. Gejala ini bertahan beberapa bulan setelah awal terkena Covid-19.
Gejala beragam seperti stroke dan gangguan fungsi kognitif (memori) atau daya pikir. Yang paling sering muncul adalah penurunan daya ingat atau pelupa, terutama memori baru atau mudah lupa mengingat hal hal baru.
Setidaknya begitu hasil temuan Spesialis Saraf Konsultan Neurobehavior Dr. dr. Astuti Sp.S(K), dalam beberapa kasus pasien Covid-19. Tidak sedikit pasiennya yang mengalami gejala penurunan daya ingat akibat stroke tidak bergejala, yang ternyata penyebab strokenya akibat Covid-19.
Beberapa pasien yang ditangani masuk dengan gangguan fungsi kognitif, ada gejala strokenya, dan sebagainya. Ternyata penyebabnya adalah Covid-19. Stroke ini dapat menurunkan daya ingat jangka panjang dan berisiko menjadi demensia alzheimer.
"Saat ini yang harus diwaspadai adalah peningkatan insiden demensia di mana setiap 3 detik ada 1 penderita baru demensia," ungkap dr Astuti saat berbicara dalam Seminar Awam Demensia Alzheimer di Masa Pandemi, Sabtu (28/8/2021), yang diadakan Eisai Indonesia dan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, secara virtual.
Ia mencatat, hingga Maret 2021, terdapat 41 ribu kasus stroke yang ditemukan pada pasien Covid-19. Virus corona yang menyerang mereka meningkatkan pengentalan darah sehingga meningkatkan pula risiko stroke.
"Nah, akhirnya akibat dari stroke ini juga berdampak pada penurunan daya ingat jangka panjang. Sebanyak 40 persen pasien Covid-19 juga menunjukkan gejala yang berkaitan dengan susunan saraf yakni brain fog," ujar dr. Astuti.
Kondisi Brain Fog pada Covid-19, yaitu gejala penurunan fungsi berpikir yang ditandai dengan mudah bingung, mudah lupa, sulit konsentrasi, dan sulit membuat keputusan sehari-hari sehingga perlu diwaspadai dan perlu pemeriksaan lanjutan.
"Jadi beberapa pasien yang kita rawat itu sampai ada yang melukai petugas, memecah kaca, dan sebagainya. Tapi dengan penanganan yang cepat, akhirnya kondisinya membaik," ungkap dr Astuti.
Berdasarkan laporan, ada sebanyak 15-20 persen kasus pasien Covid-19 yang mengeluhkan mudah lupa dan sulit konsentrasi, yang bertahan hingga dua sampai enam bulan. Namun, data ini dinilai belum cukup, sehingga masih terus berusaha dikembangkan.