Di IGD, saturasi oksigen ibu saya belum stabil, masih naik turun hingga Jumat (2/7/2021). Dua adik saya ikut menjaga di IGD. Tidak peduli jika harus berbaur dengan pasien Covid-19 lainnya.
Demi kesembuhan ibu, badai pun tetap diterjang, meski dengan resiko terpapar Covid-19 atau mengabaikan pekerjaan yang sudah berhari-hari terabaikan. Perawat sebagaimana disampaikan adik saya meminta keluarga untuk terus berdoa.
Kami pun membuat jadwal untuk bergantian berjaga. Kebetulan masa isoman saya berakhir pada Sabtu (24/7/2021). Abang saya juga sudah mengajukan cuti selama seminggu.
Agar tidak merepotkan, kami pun sudah menyewa kost-an yang dekat dengan RS. Sehingga kami tidak perlu bolak balik Jakarta Depok.
Jumat malam, suami juga sudah sempat membawakan pakaian dan laptop untuk adik saya. Maksudnya, biar adik tetap bisa fokus menjaga ibu tanpa harus mengesampingkan pekerjaannya.
Selepas maghrib, adik saya menemani ibu. Memijit kakinya yang kian dingin, memijit tangannya, memijit keningnya. Dengan harapan saturasi ibu naik dan tubuhnya menghangat. Adik juga membacakan surat Al Kahfi.
Lalu adik saya melihat layar monitor. Saturasi oksigen ibu kian menurun. Semula di angka 70, lalu turun ke angka 60, 50, 40, 30, 20, 10, dan berakhir di angka 0.Â
Garis lurus memajang terlihat di bagian saturasi. Tidak ada suara yang terdengar dari alat ini. Waktu menunjukkan pukul 22.22 WIB.
"Suster, suster, ini kenapa kok lurus?" tanya adik saya panik.
"Yang sabar ya Pak, ikhlaskan. Ibu meninggal dunia," kata suster.