Tren kasus Covid-19 terus melonjak. Kementerian Agama pun mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menag Nomor 17 tahun 2021. SE Menag Yaqut Cholil Qoumas  tersebut mengatur di antaranya peniadaan sholat Idul Adha secara berjamaah di masjid atau lapangan.
Tujuannya, untuk membatasi mobilitas masyarakat dengan menerapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat dan mikro di sejumlah wilayah. Dengan harapan dapat memutus rantai penyebaran virus Corona.
Majelis Ulama Indonesia juga mengimbau di masa pandemi Covid-19 ini, pelaksanaan shalat Idul Adha 2021 dilakukan di rumah saja. MUI menegaskan bukan melarang pelaksanaan shalat idul Adha. Tetap diadakan tetapi dilakukan di rumah saja.
Hal itu sejalan dengan aturan PPKM Darurat yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 19 Tahun 2021, yang menegaskan tidak ada kegiatan peribadatan yang boleh digelar di rumah-rumah ibadah selama masa PPKM Darurat.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris, juga mengeluarkan surat edaran yang meniadakan kegiatan sementara di tempat ibadah baik kelola warga, pemerintah, maupun swasta pada penyelenggaraan peribadatan atau keagamaan berjamaah selama PPKM Darurat.Â
Namun, masjid di perumahaan tempat saya tinggal, tadi pagi tetap menyelenggarakan kegiatan shalat sunah Idul Adha 1442 Hijriah. Baik di area masjid maupun di jalanan.
Saya sendiri tidak menyaksikan tapi informasi ini terdengar jelas disampaikan oleh pengurus masjid. Kebetulan jarak masjid ke rumah saya termasuk dekat. Mungkin sekitar 50 meter.
"Bagi warga yang akan melaksanakan shalat sunah Idul Adha di masjid, kami minta untuk segera datang karena tepat pukul 07.00 shalat akan kita mulai," katanya yang terdengar dari pengeras suara.
Disampaikan juga, di area masjid untuk jamaah bapak-bapak. Kalau di lantai satu tidak mendapatkan tempat, bisa ke lantai 2. Jija di lantai 2 tidak mendapatkan tempat, bisa mengambil tempat di jalan.
Pengurus masjid juga menghimbau berkali-kali agar jamaah menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun, membawa sajadah sendiri, dan sudah berwudhu dari rumah.
Mengapa tetap melaksanakan shalat sunah Idul Adha di masjid? Alasan yang disampaikan pengurus masjid, katanya berdasarkan hasil rapat dengan pengurus di 8 RT, 4 RT tidak hadir, memutuskan pelaksanaan Idul Adha tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Oh begitu...Â
Saya tidak tahu apakah jamaah ramai? Tapi kalau saya perhatikan sih sepertinya tidak terlalu ramai. Setidaknya dari lantai atas rumah saya terlihat dari warga yang melintasi tidak seramai pada Hari Idul Fitri lalu.
Pengurus juga menyampaikan hewan qurban yang terkumpul. Baik hewan kurban kambing, sapi perorangan, maupun sapi perkelompok. Pemotongan hewan kurban dikatakan dilaksanakan dengan prokes sangat ketat.
Tepat pukul 07.00 shalat Idul Adha pun dimulai. Saya sendiri shalat di kamar mengikuti imam masjid. Tidak diniatkan  berjamaah, tapi saya hanya ingin mengikuti imam saja.Â
Shalat sunah Idul Adha dilakukan sebanyak dua rakaat. Rakaat pertama dengan 7 kali takbir, dan rakaat kedua dengan 5 kali takbir. Setelah shalat, dilanjutkan dengan kutbah Idul Adha yang dibawakan oleh ustadz, yang namanya saya lupa.
Dalam khutbahnya, ustadz menyampaikan pentingnya masjid menjadi pusat peradaban dunia. Dikatakan, masjid memiliki peranan penting dalam peradaban Islam.
Bagi umat Islam, masjid tidak terbatas sebagai tempat ibadah atau ritual keagamaan lainnya, akan tetapi juga menjadi simbol dan identitas umat Islam yang turut mewarnai dimensi sosial, ekonomi bahkan politik.
Karena itu, ia mengajak umat Islam untuk memakmurkan dan meramaikan masjid. Terlebih berdasarkan sejarah pada kehidupan Nabi Muhammad SAW, telah mencatat, kalau masjid Nabawi difungsikan dengan banyak hal.
Masjid yang dibangun Rasulullah SAW pada masa awal Islam memiliki banyak fungsi sehingga masyarakat Muslim dapat berkembang.
Yaitu sebagai 1. Pusat ibadah, 2. Pusat pendidikan dan pengajaran, 3. Pusat penyelesaian perkara dan pertikaian umat dalam aspek hukum (peradilan), 4. Pusat pemberdayaan ekonomi umat melalui Baitul Mal atan badan amil zakat, 5. Pusat informasi Islam, dan 6. Pusat pelatihan militer dan urusan-urusan pemerintahan Rasulullah.Â
Sejarah juga membuktikan, melalui masjid Nabawi, Rasulullah SAW berhasil menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan spritual, pemikiran, aktivitas kemasyarakatan yang selanjutnya membentuk budaya dan peradaban.
"Rasulullah juga berhasil mengubah kampung kecil bernama Yatsrib yang tidak dikenal dan tidak masuk dalam peta menjadi Madinatul Munawaroh yaitu pusat peradaban yang gemanya sampai ke seluruh dunia, termasuk sampai ke negara kita," ujarnya.
Berdasarkan hal itu, masjid sebagai peradaban dunia, meliputi
1. Pusat ibadah:
sholat, mengaji, i'tikaf, atau majelis dzikir, dan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan ibadah.Â
2. Pusat pendidikan dan pengajaran
Sepanjang sejarahnya dari sejak zaman Nabi Saw pendidikan masyarakat Islam selalu berbasis di masjid. Islam pernah menjadi peradaban yang maju ketika masjid-masjid berfungsi maksimal sebagai pusat pendidikan.Â
Masjid menjadi pusat pendidikan karena masyarakat aktif melibatkan diri dalam kegiatan pendidikan di masjid.Â
Apabila pendidikan Islam, diskusi- diskusi pendidikan Islam, atau kajian- kajian dilakukan di masjid, maka masjid akan menjadi pusat peradaban ilmu. Pendidikan di masjid adalah untuk mendekatkan generasi muda kepada masjid.Â
3. Pusat informasi Islam
Menjadi pusat pemberian informasi yang benar, yang sesuai dengan prinsip check and balance, memberikan kebenaran hingga umat tidak terpecah dan tidak terjadi konflik.
4. Pusat penyelesaian perkara dan pertikaian
Pada zaman Rasulullah, masjid juga dijadikan tempat penyelesaian perkara, baik pidana dan perdata, untuk kasus-kasus perzinaan juga diselesaikan di masjid. Menjadi tempat peradilan pidana dan perdata.
5. Pusat keuangan dan aktifitas ekonomi Selain menghimpun dan mendistribusikan ZIS, zakat infak shadaqah, juga melahirkan konsep-konsep ekonomi Islam. Bukan berarti masjid harus fokus pada aktifitas-aktifitas ekonomi
6. Pusat kegiatan sosial dan kemasyarakatan
Masjid merupakan tempat strategis untuk pembangunan dan pemberdayaan ekonomi umat. Penting sekali mengembalikan salah satu fungsi masjid sebagai media pemberdayaan dan menggerakkan ekonomi umat.
Bagaimanapun salah satu tempat yang ideal untuk membangun kehidupan perekonomian masyarakat menuju kesejahteraan dan berlandaskan dengan nilai-nilai spiritual adalah tempat ibadah atau masjid bagi umat Islam.
Ustadz mencontohkan di Thailand yang masjidnya dijadikan pusat keuangan dengan membantu masyarakat di sekitarnya. Memberikan pinjaman-pinjaman tanpa bunga. Jadi bebas riba. Meminjam 100.000 ya kembalinya 100000 juga.
Di awal pembangunan masjid Nabawi, Rasulullah juga konsen dengan pemberdayaan fakir miskin. Di sekitar masjid Nabawi juga dibangun tempat menginap bagi mereka.
"Mari kita jadikan masjid-masjid kita sebagai tempat peradaban dunia dan Islam yang dilandaskan atas ketakwaan untuk menghasilkan generasi umat yang luar biasa sebagaimana generasi-generasi sebelumnya. Perlu ada regenerasi, perlu ada estafet yang membawa Islam ke seluruh dunia," tutupnya.
Demikian laporan saya. Jika ada yang salah, itu dari kesalahan saya sendiri sebagai manusia yang tidak luput dari salah.Â
Selamat Idul Adha 1442 H, mohon maaf lahir batin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H