Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hasil Tes Antigen Negatif, Bukan Berarti Bebas Covid-19

17 Juli 2021   12:20 Diperbarui: 17 Juli 2021   13:32 7968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil swab antigen negatif? Eits hati-hati. Jangan senang dulu. Bisa jadi itu negatif palsu. Banyak kasus. Contohnya ibu saya. Beberapa kali swab antigen hasilnya negatif. 

Bahkan, ketika sudah berada di IGD RS Jantung Diagram Siloam Cinere, Depok, karena dalam keadaan tidak sadarkan diri, hasil swab antigennya tetap negatif.

Padahal, dokter sudah menduga ibu saya positif Covid-19. Setidaknya jika mendengar suara ngorok ibu saya yang menandakan ada masalah di paru-parunya. Dan, berdasarkan hasil PCR, terbukti positif.

Nah, gara-gara hasil swab antigen negatif palsu ini saya jadi lengah. Menyakini diri bahwa ibu saya baik-baik saja, bahwa ibu saya tidak terkena Covid-19. 

Gara-gara negatif palsu ini juga saya mengabaikan gejala Covid-19 yang dialami ibu saya. Semisal demam berhari-hari yang bahkan suhunya mencapai 39 derajat selsius, dan mengaku tidak bisa mencium aroma minyak kayu putih. 

Tapi saat itu, ibu saya tidak mengalami sesak napas, namun mengalami lemas, yang untuk duduk saja butuh bantuan. Sesakit-sakitnya ibu saya, tidak pernah seperti kesusahan seperti ini.

Bagaimana saya tidak abai, wong dokter yang memeriksa hasil cek darah ibu saya saat kontrol bilang baik-baik saja. Bagaimana saya tidak lengah, setelah berkonsultasi dengan beberapa dokter spesialis juga bilang demikian. 

"Kalau ibu terkena Covid-19, dengan suhu 39 derajat selsius dan komorbid jantung, hipertensi, diabetes, ibu pasti sudah pingsan, anfal. Kalau ibu terkena Covid-19, seharusnya dari awal sudah terdeteksi. Jadi, bukan karena virus corona, tapi sesuai dengan hasil lab," terang dokter spesialis paru.

Mendengar penjelasan ini ya saya jadi tenang. Tidak berpikir ibu saya terkena Covid-19. Itu sebabnya, saya saat mengurus ibu saya terkadang pakai masker, terkadang tidak. Ibu saya juga begitu.

Sebenarnya saya mulai curiga ibu saya kena Covid-19. Saya berencana melakukan test PCR untuk memastikannya sebagaimana disarankan relasi saya, dr. Zaenal. Tapi alat untuk test PCR di klinik dekat rumah habis, disarankan besoknya. 

Saya sudah meminta untuk test PCR di rumah mengingat kondisi ibu saya. Eh, ternyata ibu saya sudah kehilangan kesadarannya. Meski bernapas dan ngorok, nyatanya ibu saya dalam keadaan tidak sadar. Akhirnya ibu, saya larikan ke rumah sakit.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Pengalaman serupa juga dialami kawan saya, yang saat ini juga sedang melakukan isolasi mandiri. Hasil swab antigennya negatif, tapi ia merasa mengalami gejala-gejala Covid-19. Ia sendiri tidak memiliki riwayat kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

"Meski awalnya swab antigen negatif namun karena gejala muncul ada anosmia, batuk pilek, demam, kehilangan indera perasa  maka PCRlah. Qadarullah hasilnya positif. Dan, lima orang serumah kena semua," ceritanya.

Kawan saya ini mengaku sejak gejala muncul memang sudah memutuskan isoman, meski hasil swab antigen negatif. Sedari awal ia meragukan hasil negatif itu.

Cerita yang sama juga dialami oleh rekan dr. Zaenal Abidin, SH, MH, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2012-2015. Sepengetahuannya, test PCR lebih sensitif dibanding swab antigen.

"Dulu ada juga teman saya saat swab antigen negatif, tapi terdapat gejala klinik menyerupai Covid. Jadi, saya bilang sebaiknya PCR. Ternyata setelah PCR hasil positif. Setelah itu, memutuskan isoman sampai sembuh dan dinyatakan negatif hasil PCRnya," ceritanya. 

Kawan saya yang lain juga begitu. Hasil swab antigen adiknya dinyatakan positif, sementara kawan saya negatif. Padahal, mereka berdua tidur sekamar dan seranjang. 

Meski hasil swab antigen negatif, kawan saya ini memutuskan untuk isolasi mandiri selama 7 hari. Untuk berjaga-jaga saja. Ia menyadari dirinya termasuk kontak erat dengan terkonfirmasi positif. Ia sendiri tidak mengalami gejala-gejala Covid-19.

Setelah sepekan isoman, ia juga tidak merasakan gejala-gejala Covid-19. Jadi, ia pun menyakini dirinya sudah "sembuh". 

Itu yang memiliki kesadaran dan "ngeh" ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya, jadi ia mengambil keputusan yang tepat. Atau setidaknya minimal isolasi mandiri.

Persoalannya, bagaimana yang tidak sadar jika swab antigen itu negatif palsu? Karena hasilnya negatif, maka ia merasa baik-baik saja. Termasuk saya. Karena hasil swab antigen ibu saya negatif, bahkan berulang kali hasilnya negatif, saya jadi lengah.

Selama ini, masyarakat beranggapan kalau deman, batuk pilek hanya dianggap kurang enak badan, masuk angin saja atau kecapean dan lain-lain. Karena itu, mereka masih jalan-jalan, ngobrol, tanpa masker. Persepsi soal sakit inilah yang keliru.

"Padahal, batuk karena virus atau bakteri bisa menulari ke orang sekitarnya. Sekarang saat himbauan pakai masker sangat masif masih banyak yang tidak pakai," keluh dr. Zaenal yang pernah menjabat anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), ini Kamis (15/7/2021).

Karena itu, pada musim pandemi, sebaiknya setiap orang diajak memeriksakan diri untuk swab antigen atau PCR bila merasakan ada gejala menyerupai Covid-19. Kita harus mencurigai diri sendiri jika memiliki gejala klinis Covid-19. 

Yang menjadi pertanyaan saya, mengapa itu bisa terjadi? 

Seharusnya kan ketika seseorang sudah memiliki gejala klinis Covid-19, hasil swab antigennya positif. Terlebih hasil swab antigen ini menjadi langkah awal untuk penanganan Covid-19. 

Tes Covid-19 penting dilakukan untuk mendeteksi infeksi virus corona pada orang yang merasakan gejala Covid-19, atau melakukan kontak erat dengan orang yang positif Covid-19.

Swab antigen dapat mendeteksi protein spesifik dari virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Sedangkan tes PCR mampu mendeteksi materi genetik virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Kalau hasil swab antigen negatif tetapi memiliki gejala klinis Covid-19, maka segeralah melakukan test PCR untuk memastikan.

Tidak Swab Antigen, tapi bergejala atau ada kontak fisik, maka lakukan isolasi mandiri selama 7 hari

Tetapi jika tidak memungkinkan untuk melakukan swab antigen atau test PCR karena terbentur dana, maka sebaiknya memutuskan untuk isolasi mandiri selama minimal 7 hari. 

Pemeriksaan swab antigen seharusnya akan mendeteksi penanda protein yang unik di permukaan virus SARS-CoV-2. Pemeriksaan ini tidak membutuhkan banyak peralatan laboratorium, bisa memberikan hasil hanya dalam waktu 15 menit, dan memiliki harga yang lebih terjangkau jika dibandingkan dengan pemeriksaan PCR.

"Maka dari itu, saya sarankan, ketika kita ada kontak erat, misal habis makan bareng, tetap isolasi mandiri sekitar tujuh hari. Nanti kalau tidak ada gejala, boleh beraktivitas. Tetapi kalau ada gejala, isolasi dilanjutkan sampai 14 hari dan diperiksakan ke dokter," ujarnya.

Pemeriksaan Covid-19 paling baik dilakukan saat virus sudah terdeteksi. Di awal infeksi, PCR rata-rata mulai dapat mendeteksi penyakit pada hari ketiga setelah kontak dengan biang Covid-19.

Sedangkan tes antigen rata-rata mulai terdeteksi beberapa jam sampai satu hari setelah PCR mulai terdeteksi, atau 3-4 hari setelah kontak dengan virus corona.

Swab antigen masih menjadi metode pemeriksaan yang lebih banyak dipilih dibandingkan dengan PCR, karena harganya yang lebih terjangkau dan mampu memberikan hasil yang lebih cepat, meski tingkat akurasinya memang tidak sebaik PCR. 

Rata-rata PCR menunjukkan positif Covid-19 antara 17-21 hari sejak terjadi infeksi virus corona. 

Nah, pertanyaan selanjutnya mengapa hasil swab antigen negatif padahal sudah ada gejala klinis Covid-19? Atau mengapa hasilnya negatif meski setelah 3-4 hari memiliki kontak dengan virus corona? Seperti kasus pada ibu saya?

Ternyata rapid test antigen yang negatif tidak 100 persen menyingkirkan kemungkinan terinfeksi Covid-19. Alasannya karena sensitivitas alat rapid test antigen sekitar 80 persen dan spesifitasnya sekitar 97 persen.

Alat rapid test antigen masih bisa memberikan hasil negatif palsu ketika antigen (protein di permukaan virus) yang terdapat pada sampel swab terlalu rendah. 

"Hasil negatif pada swab antigen dapat terjadi pada kondisi kuantitas antigen pada spesimen di bawah kemampuan level deteksi alat tersebut," terang dokter yang memeriksa ibu saya.

Jadi, belajar dari kesalahan dan kelengahan saya, jika seseorang mendapat hasil rapid test antigen negatif, namun mengalami gejala mirip Covid-19, lebih baik melakukan tes konfirmasi dengan tes PCR. Terlebih jika diketahui pernah melakukan kontak dekat dengan pasien positif.

Jika tidak melakukan swab antigen tapi memiliki riwayat kontak dengan terkonfirmasi positif Covid-19 atau memiliki gejala klinis, maka disarankan untuk langsung isolasi mandiri selama 7 hari. 

Definisi kontak erat di antaranya adalah seseorang yang melakukan kontak fisik dengan pasien covid-19 maupun probable dalam waktu lebih dari 15 menit dengan jarak kurang dari 1,5 meter baik menggunakan alat pelindung diri (APD) maupun tidak.

Sampaikan kepada RT jika memiliki kontak fisik atau bergejala klinis Covid-19. Nanti pihak RT akan meneruskan kepada petugas Puskesmas agar bisa ditangani lebih lanjut. 

Untuk warga yang mendapat hasil positif pada saat pemeriksaan Covid-19, pastikan segera melakukan tes PCR di puskesmas secara gratis.

Berdasarkan penjelasan petugas puskesmas yang memantau saya, jika ditemukan hasil rapid test antigen negatif, maka kontak erat tersebut harus menjalani masa isolasi mandiri selama lima hari. 

Tepat hari kelima, warga tersebut bakal dites PCR. Apabila negatif, maka ia sudah bisa terbebas dari masa isolasi mandiri.

"Karena mungkin pada saat tes Covid-19 belum terbentuk paparan virus di tubuh kita," jelasnya. Ia menyarankan agar tes Covid-19 dapat dilakukan setelah masa inkubasi, yakni sekitar lima hingga tujuh hari.

Adapun langkah saat dinyatakan positif pada tes Antigen/PCR sebagai berikut:

1. Lapor kepada RT/RW/puskesmas setempat
2. Sementara isolasi mandiri dahulu di rumah, tetap memakai masker yang baik di rumah, pisahkan diri dari anggota keluarga yang lain.
3. Pastikan kontak erat di lingkungan rumah/kerja segera melakukan tes PCR.
4. RT/RW dan puskesmas akan membantu monitoring harian kondisi pasien. Puskesmas akan menentukan langkah tata laksana yang akan dilakukan oleh pasien sesuai kondisi masing-masing, apakah akan isolasi mandiri di rumah, lokasi isolasi mandiri terkendali, atau rumah sakit rujukan.

Demikian ulasan saya. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun