Karena keterbatasan waktu, masing-masing kami diberi waktu 5-10 menit untuk membuat gerabah. Wow, apakah bisa? Lha kan pemula.
Mana mahir saya membuat gerabah. Terakhir bersentuhan dengan tanah liat itu ketika membantu anak bungsu saya membuat buaya, tapi hasilnya hancur hahaha tapi masih berbentuk sih. Padahal itu sudah berjam-jam.Â
Lha ini? Baiklah, mari saya coba. Sambil menunggu giliran saya memperhatikan yang lain. Backsound-nya lagu soundtrack film The Ghost yang meledak itu.Â
Eh, lagi asyik-asyiknya membayangkan adegan Demi More membuat gerabah, aliran listrik padam. Penonton langsung kecewa deh hehehe...
Saya pun mendapat giliran. Saya duduk di bangku kecil yang tingginya setinggi meja putar. Karena masih pemula, alat cetak yang dipakai cetakan satu sisi dengan alat pemutar yang biasa.
"Mbak, mau buat apa?" tanya pegawai Arum Art yang mengaku setiap hari membuat gerabah. Tidak ada hari libur. Liburnya biasanya kalau hujan turun.
"Yang gampang aja, bu. Mangkok aja," kata saya. Dalam gambaran saya sih gampang. Tinggal tekan jari di tengah-tengah tanah liat, meja diputar, jadi deh.
Lalu ia meletakkan segenggam tanah liat di meja berbentuk bundar itu. Tangan kanan saya diminta menopang di paha agar tidak pegal. Tangan kiri untuk memutar meja saat saya membentuk gerabah.
Sambil diputar, sesekali saya olesi dengan air yang menetes dari jari tangan saya yang sudah saya celupkan ke dalam air. Kemudian diputar-putar. Tentu saja dengan bantuan si mbak hahaha...
Saya diminta menekan jari jempol kanan saya di bagian tengah agar bulatan mangkok terbentuk. Setelah bentuknya sesuai yang saya inginkan, lalu dihaluskan dengan kain basah dengan tetap meja berputar. Selanjutnya dirapikan oleh si mbak.
Taraaa...jadilah gerabah buatan saya. Sebagai penanda, saya ukir nama saya di gerabah. Agar gerabah bisa dicopot dari meja, maka untuk melepaskannya menggunakan benang.Â