Bisa dibilang masyarakat Nglipoh sejak dulu hingga sekarang, hidupnya dengan tanah.
Ia bercerita, ilmu kerajinan gerabah didapatnya dari orangtua yang memang sudah jadi tradisi. Bisa dibilang hampir semua warga di sini juga dibekali ilmu yang sama dari orangtuanya.
Pada 2004, ia mendirikan Gerabah Arum Art. Wisatawan yang datang ke dusun ini tak hanya dari Indonesia, tapi juga dari luar negeri seperti Belanda, Perancis, Belgia, Spanyol, Jerman, dan Australia.
Gerabah hasil kerajinannya dijual dengan beragam harga. Ada yang Rp 2.000 hingga Rp 3.000.000. Bentuknya juga beragam. Ada tempat sambal, tempat minum, guci, patung kepala Budha, pot, dan banyak lagi.Â
Harga termurah biasanya untuk souvenir pernikahan, sedangkan harga termahal patung Budha yang biasanya dijual ke Vihara dan hotel-hotel. Guci yang ukurannya besar harganya juga mahal.Â
Adanya pandemi Covid-19, memang permintaan gerabah untuk beberapa jenis agak menurun, tetapi permintaan untuk pot bunga melonjak tajam.Â
Jadi, tidak terlalu berpengaruh terhadap salah satu destinasi wisata di kawasan Borobudur ini. Kok, bisa?Â
Salah satu penyebabnya imbas dari banyaknya masyarakat yang mengisi kegiatan saat di rumah dengan menanam tanaman.Â
Hobi yang muncul saat "diam di rumah saja", membutuhkan pot-pot bunga. Mulai dari ukuran kecil, sedang, hingga besar. Pesanan padasan tempat cuci tangan juga meningkat drastis.
Jadi pada masa pandemi Covid 19 ini, produksi gerabah tetap jalan, untuk memenuhi pesanan secara on line. Malah selama pandemi pesanan naik hingga 200-300 produk perbulan. Khususnya untuk pesanan Padasan atau tempat cuci tangan dan pot bunga berbagai ukuran.Â
Kami pun berkesempatan untuk diajari membuat gerabah. Gerabah adalah kerajinan yang terbentuk dari tanah liat yang halus lalu dibentuk sesuai keinginan. Agar terbentuk baik, adonan tanah liat dibasahi sedikit air. Setidaknya, begitu yang saya lihat.