Nah, sekarang akan dikenai PPN, apakah itu bukan berarti menambah beban berat hidup masyarakat di tengah hantaman pandemi Covid-19?
Kan jadi tidak mencerminkan rasa keadilan sosial. Di saat kita baru saja memperingati Hari Pancasila, lha kok malah mengabaikan pengamalan sila-silanya?
Pengenaan PPN pada bahan pokok ini dikhawatirkan akan meningkatkan harga jual barang kebutuhan pokok, sebagaimana lazimnya hukum pasar.
Kelompok yang paling terdampak siapa lagi kalau bukan masyarakat miskin. Dan, itu akan berimbas pada menurunnya daya beli masyarakat.Â
Bukankah ini menjadi kontraproduktif. Saat ini, Presiden Joko Widodo tengah berusaha meningkatkan daya beli masyarakat yang tergerus karena Covid-19?Â
Lha, kok sembako akan dikenai pajak? Sepertinya jadi percuma juga berbagai program bantuan sosial digulirkan tapi akhirnya daya beli masyarakat malah nyungep. Kantong-kantong kemiskinan baru pun bermunculan.
Jika kondisi masyarakat miskin bergejolak karena tidak bisa memenuhi sembako, apa tidak akan memunculkan kekacauan? Bukankah penduduk miskin di negeri ini masih banyak? Apakah ini sudah dipikirkan?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2020 tercatat sebanyak 27,55 juta jiwa penduduk miskin atau meningkat 2,76 juta dibandingkan tahun sebelumnya.Â
Apa jadinya coba? Di mana empati pemerintah? Kepada siapa sebenarnya pemerintah berpihak? Belum disahkan saja sudah "bergejolak". Tadi saya ke pasar saja orang-orang ramai membahas soal ini.
Pemerintah sebaiknya mendengarkan  nasihat seorang pemikir besar Ibnu Khaldun yang terkemuka yang mengatakan "di antara tanda suatu negara akan hancur, semakin besar dan beraneka ragamnya pajak yang dipungut dari rakyatnya."
Nah, pemerintah harus mencamkan ini. Jika umara bekerja tanpa mempedulikan nasihat ulama, maka tunggulah kehancuran negeri ini. Jika hal buruk ini terjadi, di negeri ini akan semakin carut marut. Kita tentunya tidak ingin ini terjadi.