Â
Abdee Slanksebagai Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM. Pengangkatan Abdee Slank sebagai komisaris BUMN ini dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Jumat (28/5/2021) kemarin.
Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Abdi Negara Nurdin atauTentu saja pengangkatan ini atas intruksi Presiden Joko Widodo. Dan, itu sangat mengejutkan banyak pihak! Termasuk saya.
Pemberitaan seputar pengangkatan Abdee jadi Komisaris Telkom membuat gaduh banyak pihak. Sebagian besar group WA ramai membicarakan ini. Kawan-kawan Facebook saya juga mengomentari pengangkatan itu.Â
"Ah, memang terlihat jelas bagi-bagi kuenya", kritik kawan saya.
"Gak usah sekolah tinggi2 dan otak encer buat jadi pejabat bumn di wkwkland. Â Syaratnya gampang: Jadi relawan dan puja puji teros & bersabarlah. Masanya akan tiba", komentar kawan saya yang lain.
"Sebenarnya netizen ga akan julid kalo bagi2 posisi itu di BUMN versi Badan Usaha Milik Nenekmu. Dibayarin dari celenganmu. Tapi kan ya mana mungkin ngoyoworo mimpi kali ye...secara  bansos  aja yang bayarin APBN tapi didaku atas nama Nganu", protes yang lain.
Kalau dipikir-pikir benar juga sih. Sebegitu gampangnya Presiden Jokowi bagi-bagi kursi jabatan BUMN kepada orang yang tidak punya "kompetensi apa-apa".
Kalau alasannya pengangkatannya karena core business Telkom, salah satunya adalah penguatan konten, kenapa harus Abdee? Bukankah banyak musisi lain yang lebih mumpuni dalam penguasaan konten di era digital atau 4.0. dibandingkan dia?
Jadi, terlihat jelas kalau jabatan tersebut sekedar balas budi didasarkan pada kontribusi Abdee memenangkan Presiden Joko Widodo dalam dua pemilihan presiden, bukan karena kompetensinya.
Sejak group band Slank jadi relawan Jokowi, sejak itu tidak ada lagi lagu-lagu yang mengkritisi ketimpangan-ketimpangan yang terjadi. Sangat jauh berbeda pada pemerintahan sebelum-sebelumnya.
Nitizen pun dibuat geram atas diamnya group band ini yang tidak terlihat garang lagi. Tagar #slankpenipu bahkan menjadi trending nomor 1 di twitter pada Kamis (13/5/2021).
"Dulu sebelum reformasi lagunya kritis setelah dekat dengan penguasa jadi miris", begitu kata nitizen.
Ini bukan yang pertama kali Presiden Jokowi "menghambur-hamburkan" jabatan komisaris BUMN. Kalau dihitung-hitung, ada lebih dari 20 relawan Jokowi yang mendapat hadiah komisaris BUMN.
Terlebih banyaknya pendukung dan relawan Jokowi yang kini duduk di kursi komisaris BUMN terlihat tanpa memperhatikan kesesuaian kompetensi dengan bisnis perusahaan.
Ada Lukman Edy yang menjadi komisaris PT Hutama Karya. Dia adalah anggota teras tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf. Ada Viktor Sirait, Ketua Relawan Barisan Jokowi Presiden (Bara JP) didudukkan sebagai komisaris di PT Waskita Karya.
Ketua Umum PBNU Said Agil Shirad juga didudukkan di kursi empuk PT Kereta Api. Eko Sulistyo (relawan pemenangan Jokowi 2019) pun diangkat sebagai komisaris PLN. Dan banyak lagi. Sila cari saja di internet.
Yang menjadi pertanyaan apakah mereka, para pendukung dan relawan Jokowi itu, berjasa untuk negara atau untuk kepentingan pribadi Jokowi?
Apakah mereka bisa dianggap berjasa untuk kepentingan negara? Tidak kan? Itu, menurut saya, lebih kepada kepentingan pribadi Jokowi.
Jadi, kalau ingin membalas jasa, sejatinya ya pakai uang pribadi, bukan uang negara. Bayangkan saja, gaji komisaris BUMN ada di kisaran 200 jutaan perbulan. Bagi saya, angka itu sangat besar. Dan itu pakai uang rakyat.
Mungkin tidak akan jadi masalah, jika jabatan itu diberikan kepada orang yang memiliki kompetensi yang memperhatikan prinsip profesionalisme. Terlepas dia pendukung Jokowi atau bukan.
Apakah balas jasa seperti ini bisa disebut sebagai salah satu bentuk korupsi? Entahlah. Apakah KPK mampu mengungkapkannya di saat taringnya kian tumpul?
Apakah pengangkatan komisaris itu berpotensi melanggar hukum? Entahlah. Hanya para pakar hukum  saja yang bisa menjawabnya.
Karena itu, DPR sebagai wakil rakyat harus mempersoalkan itu. Mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan pemberian hadiah komisaris BUMN kepada para pendukungnya.
Kembalikan semua jabatan komisaris kepada orang-orang yang memiliki kompetensi untuk kemajuan perusahaan negara. Jangan sampai orang yang memiliki kompetensi tersingkirkan.
Jangan sampai pula bagi-bagi jabatan komisaris BUMN menjadi tradisi presiden berikutnya. Kalau bagi-bagi jabatan di lingkungan pemerintahan (menteri, staf ahli, deputi, dan lain-lain) mungkin tidak masalah. Tapi kalau untuk jabatan BUMN harus diisi oleh orang yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.
Demikian pandangan saya sebagai masyarakat awam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H