Â
Siapa yang tidak kenal dengan Candi Borobudur yang berada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah? Kemasyhurannya sampai terdengar di hampir seluruh dunia. Mahakarya arsitektur Indonesia ini selalu dikunjungi wisatawan luar negeri maupun domestik.
Sebagai Wonderful Indonesia, kemegahan candi Budha  ini bahkan menjadi bagian dari World Heritage List atau situs warisan dunia yang dikeluarkan oleh UNESCO pada 1991. Ya, semua orang akan dibuat takjub saat memandang Candi Borobudur yang menjadi tujuh keajaiban dunia ini.
Candi Borubudur dibangun pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra. Kemegahan candi ini memang membuat banyak orang terpesona. Keberadaannya semakin menarik karena dikelilingi pemandangan alam yang hijau nan asri sehingga terlihat begitu cantik dan indah.
Saya termasuk yang sudah beberapa kali mengunjungi Candi Borobudur. Mulai sejak saya masih pelajar, kuliah, bekerja. Dari saya masih single hingga memiliki tiga anak perempuan. Terakhir mengunjungi Candi Borobudur saat liburan akhir tahun 2020 bersama keluarga saya.
Yang saya ketahui Candi Borobudur memiliki 1460 relief dan 504 stupa dengan bentuk bangunan punden berundak-undak yang terdiri dari 10 tingkat. Relief-relief ini bercerita tentang kejadian masa lampau yang terjadi pada masanya. Juga merekam kemajuan masyarakat Jawa pada masa itu.
Namun, saya baru tahu kalau dari relief-relief itu ternyata ada yang menggambarkan beberapa alat musik. Ada lebih dari 200 relief bertema musik yang berada di 40 panil yang menampilkan lebih dari 60 jenis alat musik: petik, tiup, pukul, dan membran, dari berbagai daerah di nusantara dan banyak negara di dunia.
Adapun jenis alat musik yang terdapat pada relief terdiri atas 4 jenis yaitu:
1. Jenis idiophone yaitu alat musik yang dipukul atau diketok. Alat pemukulnya ada yang terbuat dari kayu atau besi. Contohnya, gong, kulintang, arumba, gambang, saron, gender, kentongan, kerincingan, dan lainnya.
2. Jenis membraphone yaitu alat musik yang terbuat dari kulit yang berbentuk lingkaran. Contohnya gendang, tambur, dogdog, kentingan, dan lain-lain.
3. Jenis chardophone, alat musik yang terbuat dari senar atau tali, yang dimainkan dengan cara digesek. Contohnya biola, rebab, tatawangsa, gambus, dan rebab.
4. Jenis aerophone, yaitu alat musik yang ditiup yang bunyi iramanya dihasilkan dari getaran udara yang diatur oleh lubang-lubang yang ada pada instrumen tersebut seperti seruling, terompet.
Hebatnya lagi, dan ini yang membuat saya dan mungkin lainnya terkagum-kagum, bahwa relief-relief ini sedikitnya terpahat 60 jenis alat musik yang sebarannya ada di seluruh provinsi di Indonesia saat ini, dan di sejumlah negara dunia.
Jadi bukan sekedar menggambarkan alat musik yang dimainkan di masyarakat Jawa saja. Bagaimana, bisa tahu coba? Apakah hasil kenang-kenangan yang diberikan tamu-tamu kerajaan saat berkunjung ke Kerajaan Syailendra?
Adanya relief-relief ini bisa dikatakan Candi Borobudur adalah pusat musik dunia karena ada ratusan alat musik tergambarkan di relief Candi Borobudur.
Hal ini diperkuat dengan sejarah peradaban manusia pada abad ke-8, yang telah menjadikan seni musik sebagai budaya yang dalam kesehariannya, dan berfungsi sangat penting dalam kehidupan sosial.
Saya jadi membayangkan berarti sejak dulu sudah ada pagelaran musik yang sungguh alunan musiknya begitu indah layaknya orkestra. Saat alat musik itu dimainkan dan menciptakan irama, sound of Borubudur pun menggema. Yang bisa jadi membuat tamu-tamu kerajaan kala itu terpesona dan terhipnotis.
Yang bisa jadi mengalahkan kemajuan musik orkestra bangsa Eropa yang baru mengenalnya di abad ke-14. Sementara bangsa kita sudah mengenal sistem orkestra 700 tahun lebih awal dari bangsa Eropa. Dan itu berarti, pada abad 8, Indonesia sudah mengenal komposisi, aransemen, progresi, dan segenap aspek musikal. Keren, bukan?
Saya jadi merasa bersalah mengapa beberapa kali berkunjung ke Candi Borobudur tidak terlalu fokus pada relief-relief. Memperhatikan sih memperhatikan, tapi tidak terlalu didalami karena pandangan mata bergeser ke titik yang lain. Terlebih pemandangan alam di sekitar Candi Borobudur juga tidak kalah menakjubkan.
Bisa dimaklumi atas ketidaktahuan saya ini yang bisa jadi juga banyak yang seperti saya. Saya atau kita dulu tahunya ke sini hanya berwisata, bahwa ini adalah candi termegah, lalu berfoto-foto.
Eh, nyatanya segala ilmu pengetahuan ada tergambar di candi ini. Termasuk ilmu musik. Banyak dari kita yang bisa dipastikan tidak menyadari kalau ternyata dari sekian relief itu bertemakan alat musik. Bahkan, ditemukam pula banyak relief yang menggambarkan suatu ansambel musik yang bermain bersama dalam satu panel.
Mengagumkan, bukan?
Karena itu, saya sangat berterima kasih kepada sekelompok musisi Indonesia yang mencoba membunyikan kembali alat-alat musik yang terdapat dalam relief-relief Candi Borobudur. Tanpa mereka, mungkin sampai sekarang saya tidak tahu sejarah musik dunia yang ternyata pusatnya ada di Candi Borobudur.
Sound of Borobudur" selama 5 tahun terakhir ini . Upaya yang layak mendapat apresiasi dari kita semua.
Para musisi -- di antaranya ada Purwa Caraka, Dewa Budjana, Trie Utami, Bintang Indrianto, Indro Kimpling, Bachtiar Djanan, Redy Eko Prastyo, Didik Nini Thowok, ini pun begitu konsisten dan komitmen menggaungkan "Para seniman Tanah Air ini pun telah sukses menciptakan ulang replika alat-alat musik yang selama ini terukir di relief Candi Borobudur. Ada sekitar 17 jenis dawai atau alat musik petik dibuat ulang. Semuanya disesuaikan dengan gambar yang terpahat di dalam relief candi Borobudur. Ada juga beberapa macam alat tabuh dari gerabah dan jenis perkusi.
Yang membuat para musisi ini takjub (seperti halnya saya), ternyata, walaupun sudah berselang 13 abad berlalu masih banyak alat musik yang masih eksis dan dipakai sampai hari ini, baik di Indonesia maupun di dunia. Bentuknya relatif masih sama, atau minimal berkembang dari suatu bentuk yang dapat dikatakan serupa dengan pahatan masa silam di candi Borobudur.
Sejauh ini, para musisi ini sudah mengumpulkan sekitar 195-an alat musik yang dibuat berdasarkan standarisasi Concert Grade. Alat musik ini bisa jadi akan terus bertambah sesuai dengan temuan-temuan selanjutnya. Mereka masih terus mencari persamaan jenis dengan ratusan instrumen musik lain di seluruh pelosok Nusantara.
Upaya re-interpretasi ini bagian dari perjalanan budaya, suatu usaha untuk membunyikan ulang sejarah peradaban dan budaya suatu bangsa.
"Apa yang kami bangun bukan sekedar musik dan lagu. Kami juga tidak bekerja dalam rangka ingin membentuk sebuah grup musik. Sound of Borobudur dalam pandangan kami adalah bunyi peradaban bangsa kita," tegas Trie Utami yang akrab disapa Iie ini.
Sound of Borobudur adalah sebuah spirit yang melahirkan geliat dan upaya reaktualisasi dan revitalisasi nilai-nilai luhur yang terpahat dan tersirat di setiap bagan relief dan lekuk candi.
"Bagi kami, Borobudur ibarat sebuah buku kehidupan yang siap dibuka, dibaca, dipelajari, dipahami dan sangat mungkin untuk diwujudkan kembali," tambahnya.
Yuk kita dukung Sound of Borobudur ini, karena sejatinya Borobudur dan kawasan yang melingkupinya adalah sebuah perpustakaan besar, sumber pengetahuan dan sumber data yang bisa kita pelajari.
Dari Candi Borobudur, bukan sebatas  cakupan relief candi, melainkan juga mencakup berbagai siklus kehidupan manusia, jenis tingkah laku dan tipe manusia, flora fauna, kehidupan sosial politik, dan kesenian.
Dari Candi Borobudur juga tergambar dengan jelas bangsa ini telah memiliki sistem tata nilai luhur kebajikan dan kemanusiaan, yang melahirkan orang-orang berilmu pengetahuan tinggi dan bermoral baik.
Rasanya saya sudah tidak sabar "Sound of Borobudur" diaktulisasikan dengan penampilan di panggung yang megah. Yang disaksikan seluruh dunia.Â
Pasti megah seperti kemegahan Candi Borobudur. Pasti terdengar indah, yang bisa jadi lebih indah dari musik-musik orkestra yang pernah saya dengar. Yang lebih pasti lagi, menggemparkan seluruh dunia! Karena sejatinya "Sound of Borobudur adalah Musik untuk Dunia".
Mendengarkan kembali alat-alat musik dari relief Candi Borobudur, yang kerap dimainkan pada masanya, tentu menggetarkan jiwa. Dan, ini akan menjadi catatan sejarah bagi Indonesia, juga dunia.
Bravo! Terima kasih para musisi Indonesia yang sudah membukakan mata saya dan masyarakat lainnya. Indonesia pasti bangga, karena Indonesia memiliki orang-orang hebat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H