Menjaga berat badan selama bulan puasa? Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, bagi sebagian kawan-kawan saya, selain berlomba-lomba mencari pahala, Â juga berlomba-lomba menurunkan berat badan.
Di saat yang lain berlomba-lomba menurunkan berat badan, saya berlomba-lomba menaikkan berat badan. Tapi, itu dia persoalannya. Boro-boro berat badan saya naik, yang ada malah turun.
Saya belum timbang sih tapi sepertinya ya begitu. Itu jika berkaca pada puasa-puasa sebelumnya ya. Metabolisme tubuh saya sepertinya sulit untuk bisa gemuk. Entahlah, saya kurang paham juga.
Jangankan di bulan puasa, di bulan-bulan lain yang frekuensi makan saya lebih sering saja susah banget berat badan naik, bagaimana saat puasa? Bukankah bagi sebagian orang lain puasa menjadi waktu yang tepat untuk menurunkan badan?
Kawan saya, Noviana Gaby, saat ini tengah berjuang keras menurunkan berat badannya. Ia merasa sudah kegemukan. Itu ditandai dengan banyaknya keluhan kesehatan yang dialaminya. Seperti kaki sering kesemutan, cepat lelah, dan lain-lain.
"Udah puyeng lihat badan, perut kayak orang hamil 9 bulan. Iyak, jadi puyeng lihat perut dan badan begini. BB makin naik terus. Lah gue yang ngerasain bawa badan mak. Berat banget ini badan," katanya dalam obrolan di chat group "emak-emak militan" dengan simbol emoticon tertawa ngakak, beberapa hari lalu.
Karena itu, ia berusaha menjaga berat badan ke angka ideal, mumpung bulan puasa. Setelah berkonsultasi dengan dokter, kawan saya ini pun dianjurkan untuk memasak makanan yang tanpa minyak, santan, Â susu, dan manis berlebih.
"Gue nyayur toge sama ayam goreng buat yang pada puasa. Kalau gue beda lagi karena lagi program sehat gue," ujarnya.
"Kemarin sebelum sakit berat badan gue 83 kilo mbak, sekarang 80 kilo. Ini mau diturunkan lagi," katanya.
Suaminya sih, yang juga kawan saya, tidak setuju kawan saya ini mengikuti program diet. Alasannya, lebih sayang ke uangnya hahaha. Buang-buang duit, katanya. Tapi setelah dijelaskan apa yang dirasakan oleh dirinya dengan tubuh gemuk, suaminya akhirnya menyetujui.
"Tapi dengan syarat, jangan terlalu kurus. Suami gue kagak suka sama cewek kurus," kata kawan saya tertawa. Wah, saya serasa tersindir secara saya kurus hahaha...
Inung Kurnia menimpali chat kawan saya itu. Ia lantas menyarankan untuk mengikuti pola dietnya. Ya ampun, pakai diet segala, padahal dia dengan saya beda tipis. Sama-sama kurus. Cuma bedanya saya lebih tinggi darinya.
"Coba Mak Novi diet ala gue... Buka puasa cukup jeruk 3 buah dan segelas air hangat. Jelang Isya nasi secentong lauknya serba bening. Gorengan cukup sepotong. Sahur pun demikian. Sayur bening dan telor ceplok..buah jeruk lagi 3 buah, minum putih hangat," katanya sambil tertawa.
Pola dietnya ini sudah dilakukan sejak sebelum bulan puasa. Hasilnya, tekanan darah dan kadar gula darahnya bagus. Setidaknya, itu berdasarkan hasil pemeriksaan ketika akan divaksinasi Covid-19. Makanya, dia lolos untuk divaksin.
"Petugasnya sampai bilang "tekanan darah ibu bagus banget". Ya, gue seneng dong. Pasti karena pola diet gue," katanya. Â
Mendapat saran seperti itu, "Kalau udah kegemukan susah maaak," jawab Novi.
"Niat banget kurus ya, padahal yang kurus mau gemuk," timpal saya.
"Terus loe kurus buat siapa dunk mak Nov?" tanya Inung.
Kawan saya, Novi, menjawab, program diet yang diikutinya untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Terlebih program ini juga sekalian membersihkan lemak yang menempel di organ. Bagi mereka yang obesitas, banyak lemak yang menempel di organ.
"Gue sudah banyak keluhan juga karena kegemukan. Bukan semata-mata diet doang, tapi program sehat namanya. Kalau gue sih lebih karena ikut program sehatnya," katanya.
Kawan saya yang lain, Stevani, ikut nimbrung. Kebetulan juga berat badannya berlebih yang ditandai dengan kadar gulanya yang cukup tinggi. Itu sebabnya, dia tidak lolos saat ikut vaksinasi Covid-19.
Setelah berobat dan disarankan untuk makanan yang tidak berlemak dan mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat, kadar gulanya pun akhirnya normal. Dan, ia pun bisa divaksinasi Covid-19 setelah dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang menyatakan dirinya bisa untuk divaksin.
"Tapi, pola makan aja gak cukup harus diimbangi dengan olahraga. Harus rutin olahraganya. Jangan olahraga Sabtu dan Minggu doang," timpal Stevani mengutip perkataan dokter yang memeriksanya.
"Iya, Â pola makan aja dibenerin. Gue udah beberapa hari ini nggak makan nasi. Lebih banyak makan sayur, lauk. Gue gendut juga ini perut," kata kawan, yang juga tetangga jauh, Dewi Syafrianis.
Ashriati, juga termasuk berat badannya berlebih. Ia mengaku juga rutin olahraga dan tidak makan nasi. Anak semata wayangnya yang juga cukup gemuk dijadikannya pembelajaran bahwa menjaga berat badan itu penting demi kesehatan. Terlebih di bulan puasa.
Lantas, bagaimana dengan saya? Saya mah tidak ikut-ikutan. Yang penting, selama puasa dan tentu saja di bulan-bulan lainnya, saya tetap memperhatikan asupan gizi saya. Sebagai penyintas kanker, asupan gizi seimbang penting untuk meningkatkan daya tahan puasa.
Dalam menjalani gaya hidup sehat, setiap orang, tidak hanya saya yang penyintas kanker, dihimbau untuk mengonsumsi makanan bergizi seimbang. Di antaranya kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Hal ini perlu dilakukan agar kebutuhan gizi tubuh dapat dipenuhi dalam setiap harinya. Pemenuhan asupan gizi ini juga harus memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan mempertahankan berat badan normal guna mencegah masalah gizi.
Meski berat badan saya tidak ideal, tapi sebisa mungkin saya mengimbanginya dengan mengonsumsi makanan bergizi dan bernutrisi.
Kalau kata dokter sih berat badan saya termasuk kurus. Masih perlu menaikkan sekitar 5-6 kg. Ya ampun, buat menaikkan 1 kg saja susah, apalagi sebanyak itu.
Cara menghitungnya dengan rumus:
Untuk perempuan dewasa: berat badan ideal (kilogram) = [tinggi badan (sentimeter) -- 100] -- [(tinggi badan (sentimeter) -- 100) x 15 persen].
Untuk laki-laki dewasa: berat badan ideal (kilogram) = [tinggi badan (sentimeter) -- 100] -- [(tinggi badan (sentimeter) -- 100) x 10 persen].
Jika berat badan saya 45 kg dan tinggi badan saya 160 cm, maka berat badan ideal saya: (160-100) - [(160-100)x15 persen], maka hasilnya: 60-9 = 51. Jadi, berat badan ideal saya seharusnya 51 kg.
Nah, berarti saya kurang 6 kilogram lagi untuk bisa ke angka ideal. Tapi, ya itu persoalannya, susah banget buat menaikkan berat badan segitu.
Tapi, ya sudahlah. Terima nasib saja. Yang penting saya happy... Â hahaha...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H