TBC hanya diidap oleh mereka yang tinggal di pemukiman padat atau kumuh yang kondisi tempat tinggalnya lembab, kurang pencahayaan, tidak ada sirkulasi udara, dan seseorang yang kurang asupan gizi. Setidaknya begitu informasi yang saya dapat mengenai penyakit ini.
Awalnya, dalam persepsi saya, penyakit Tuberculosis atauTapi ternyata saya keliru, penyakit yang katanya mematikan ini juga menimpa saya tepatnya pada 7 atau 8 tahun lalu. Saya sampai shock banget mendapatkan fakta bahwa saya positif TBC.Â
Saya mulai curiga ada yang salah dengan kesehatan saya ketika saya menimbang berat badan saya saat berkunjung ke rumah orangtua saya.Â
Ketika saya menimbang, lha kok berat badan saya menurun drastis. Berat badan saya turun sampai 10 kg! Ada apa ini?
Di sisi lain, batuk saya juga tidak kunjung sembuh selama dua minggu meski saya sudah minum obat batuk. Tapi saya masih berkeyakinan saya tidak terkena TBC karena batuk saya tidak sampai mengeluarkan darah, seperti ciri orang terkena TBC yang saya pahami.
Saya juga tidak mengeluarkan keringat dingin di malam hari. Ya memang saya lemas karena bisa jadi saya yang selama batuk itu kurang nafsu makan. Ah, tidak mungkin saya TBC, begitu berulang kali saya menyakinkan diri.
Apalagi selama ini saya menerapkan gaya hidup sehat. Saya tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, tidak bergadang, cukup bergerak, makan makanan bergizi. Ditambah rumah yang saya huni cukup sehat, tidak lembab karena cukup cahaya, serta sirkulasi udara juga lancar.
Tapi karena batuknya kian menjadi dan itu sangat mengganggu aktivitas saya, yang sedikit-sedikit batuk, meski dengan menutup mulut pakai tisue yang cukup tebal, tetap saja mengganggu saya dan orang-orang di sekitar saya.
Fix, ini tidak bisa dibiarkan. Lalu saya memeriksakan diri ke dokter spesialis paru di RS Mitra Keluarga Depok.Â
Saya pun diperiksa, mulai dari pemeriksaan fisik melalui stetoskop, cek laboratorium hingga rontgen. Dan, ternyata dari serangkaian pemeriksaan itu saya dinyatakan positif TBC. Apa? Saya TBC?
"Mengapa saya bisa kena TBC? Sementara saya berkeyakinan saya menerapkan gaya hidup sehat. Rumah saya juga bisa dikategorikan rumah sehat", tanya saya pada dokter berkerudung itu.
"Bekerja?", tanyanya yang saya jawab, "Iya".
"Alat transportasi yang dipakai sehari-sehari apa?", tanya dokter lagi.
"Kereta, Dok", jawab saya.
Nah, kata dokter kemungkinan besar saya tertular di kereta yang saya naiki. Ya, memang pada saat itu kereta belum senyaman sekarang-sekarang ini. Masih padat bahkan dalam satu gerbong buat berpijak pun susah. Terlebih jika jam berangkat dan pulang kerja, mau tak mau juga berbaur dengan penumpang berbagai profesi.
Dalam keadaan padat begitu, ada yang ngobrol, ada yang bersin, ada yang batuk. Dari para penumpang ini ada di antaranya yang positif TBC tapi tidak disadarinya sehingga menulari ke yang lain. Dan, kebetulan saat itu mungkin daya tahan tubuh saya lagi kurang baik, jadi saya pun tertular.
Wah, shock juga saya. Bagaimana pandangan orang-orang jika mengetahui saya TBC? Seorang Tety terkena TBC? Apa kata dunia?
Saya pun diresepkan obat oleh dokter, yang harus saya tebus setiap bulan selama 6 bulan. Setiap bulan saya harus kontrol sekaligus untuk mendapatkan resep obat untuk bulan berikutnya.
Dokter meminta saya untuk istirahat di rumah agar tidak menularkan ke yang lain. Kalau pun saya harus bekerja, saya harus memakai masker.Â
Saya juga diminta untuk menaiki kereta yang sepi penumpang. Dan, itu berarti, saya harus pulang lebih cepat
Saya rahasiakan penyakit saya ini kepada keluarga saya, termasuk kepada suami dan anak-anak saya. Saya hanya bilang bahwa saya terkena radang paru-paru. Saya juga tidur terpisah, tidak ada yang boleh masuk ke kamar saya dan hanya boleh di depan pintu saja.
Karena saya memiliki anak-anak yang masih kecil-kecil dan saya khawatir anak-anak saya tertular, saya pun memeriksakan anak saya ke dokter spesilis anak RS Mitra Keluarga Depok. Saya pun menyampaikan kekhawatiran saya.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, dokter menyampaikan akan melakukan tes kulit tuberkulin atau tes Mantoux. Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah anak saya pernah terpapar bakteri tuberkulosis atau tidak.
Jika hasil tes tuberkulin positif, maka kemungkinan besar anak telah terinfeksi, apalagi saya positif TBC.
Dokter pun kemudian menyuntikkan larutan tuberkulin (protein kuman TB) di bawah kulit lengan kanan. Lalu dibekas suntikan itu, diberi lingkaran.Â
Hasilnya baru bisa diketahui selama 48 jam. Jika pada bekas suntikan muncul benjolan kurang lebih 10 mm atau melewati garis lingkaran, maka hasil tes dikatakan positif. Jika tidak ada benjolan, hasil negatif.
Selama itu, saya dag dig dug. Jangan sampai garis lingkaran yang ditandai dokter hilang. Setelah dua hari, Alhamdulillah dibekas suntikan itu, kulit anak-anak saya tidak ada benjolan dan hanya bekas suntikan biasa saja. Saya pun lega, setidaknya saya bisa menjalani pengobatan saya ini dengan tenang.
Tapi saya tetap meminta anak-anak saya untuk tidak dekat-dekat saya selama dokter menyatakan TBC saya sudah tidak berpotensi menularkan.Â
Kalau saya baca-baca di internet sih, satu bulan pengobatan pertama potensi penularan sudah tidak ada lagi, tapi bukan berarti sembuh total.
Selama 6 bulan saya minum obat tanpa putus. Tidak boleh terputus sehari pun. Kalau terputus karena lupa misalnya, maka pengobatan harus diulang dari awal.Â
Tidak boleh minum obat dirangkap pada hari berikutnya. Jadi, saya harus disiplin serta rutin minum obat walaupun batuk dan keluhan sudah tidak ada.
Setiap bulan saya dirontgen untuk memastikan saya benar-benar sembuh. Saya lakukan hingga bulan keenam berakhir. Saya kembali dirontgen.Â
Alhamdulillah, dokter menyatakan saya sembuh. Total biaya yang sudah saya keluarkan hampir 6 juta Rpuiah. Tidak apa-apa yang penting saya sembuh. Ah, lega saya. Seperti kembali melihat dunia.
Meski saya sudah dinyatakan sembuh, tapi fungsi paru-paru saya mulai berkurang karena bakteri sudah menggerogoti paru-paru saya.Â
Bentuknya juga tidak utuh. Paru-paru saya menjadi bopeng. Begitu penjelasan dokter sambil memperlihatkan hasil rontgen saya.
Dokter pun meminta saya untuk menjaga kesehatan. Kalau saya terkena TBC lagi pengobatannya menjadi lebih lama lagi, bisa sampai 1 hingga 2 tahun, bahkan bisa di rumah sakit khusus.
Pada peringatan Hari TBC Sedunia yang jatuh pada hari ini, Rabu (24/3/2021), setelah mengumpulkan keberanian dan mengabaikan rasa malu, saya pun merasa perlu untuk berbagi pengalaman, agar orang-orang menyadari bahwa penyakit TBC masih mengintai kita.
Hal yang harus dipahami, TBC adalah salah satu penyakit kronis yang berbahaya bagi kesehatan. Penyakit ini jika tidak ditangani dengan segera bisa menyebabkan kematian. Bukan hanya itu, berbahayanya lagi karena potensi penularannya yang bisa menulari banyak orang.
Sebagai salah satu jenis penyakit berbahaya, dibutuhkan kesadaran dan pemahaman kita dengan baik mengenai penyakit ini.Â
Terlebih pada 2019 tercatat penderita TBC di seluruh dunia sudah mencapai angka 10 juta. Bahkan pada tahun yang sama, sebanyak 1,4 juta penderita telah meninggal akibat penyakit yang menyerang organ paru-paru ini.
Bagaimana dengan di Indonesia? Pada 2020 Indonesia menduduki urutan ke-3 dari jumlah penderita TB di dunia.
Peringatan Hari TBC Sedunia ini karena pada tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch mengumumkan penemuan Mycobacterium Tuberculosis, yaitu bakteri yang menjadi penyebab tuberculosis (TBC).
Peringatan Hari TBC Sedunia kali ini bertema "The Clock is Ticking". Yang menjadi tanda peringatan bahwa dunia sudah kehabisan waktu untuk bertindak memberantas penyakit TBC secara global.Â
Sebab, setiap hari hampir 4.000 orang meninggal karena TBC dan hampir 28.000 orang jatuh sakit karena penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan ini.
Dengan peringatan ini diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat tentang penyakit ini. Dengan membentuk kesadaran dan pemahaman yang baik di masyarakat, diharapkan angka penularan dan kematian TBC bisa semakin menurun dan kesehatan masyarakat menjadi lebih baik.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H