Meski saya sudah dinyatakan sembuh, tapi fungsi paru-paru saya mulai berkurang karena bakteri sudah menggerogoti paru-paru saya.Â
Bentuknya juga tidak utuh. Paru-paru saya menjadi bopeng. Begitu penjelasan dokter sambil memperlihatkan hasil rontgen saya.
Dokter pun meminta saya untuk menjaga kesehatan. Kalau saya terkena TBC lagi pengobatannya menjadi lebih lama lagi, bisa sampai 1 hingga 2 tahun, bahkan bisa di rumah sakit khusus.
Pada peringatan Hari TBC Sedunia yang jatuh pada hari ini, Rabu (24/3/2021), setelah mengumpulkan keberanian dan mengabaikan rasa malu, saya pun merasa perlu untuk berbagi pengalaman, agar orang-orang menyadari bahwa penyakit TBC masih mengintai kita.
Hal yang harus dipahami, TBC adalah salah satu penyakit kronis yang berbahaya bagi kesehatan. Penyakit ini jika tidak ditangani dengan segera bisa menyebabkan kematian. Bukan hanya itu, berbahayanya lagi karena potensi penularannya yang bisa menulari banyak orang.
Sebagai salah satu jenis penyakit berbahaya, dibutuhkan kesadaran dan pemahaman kita dengan baik mengenai penyakit ini.Â
Terlebih pada 2019 tercatat penderita TBC di seluruh dunia sudah mencapai angka 10 juta. Bahkan pada tahun yang sama, sebanyak 1,4 juta penderita telah meninggal akibat penyakit yang menyerang organ paru-paru ini.
Bagaimana dengan di Indonesia? Pada 2020 Indonesia menduduki urutan ke-3 dari jumlah penderita TB di dunia.
Peringatan Hari TBC Sedunia ini karena pada tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch mengumumkan penemuan Mycobacterium Tuberculosis, yaitu bakteri yang menjadi penyebab tuberculosis (TBC).
Peringatan Hari TBC Sedunia kali ini bertema "The Clock is Ticking". Yang menjadi tanda peringatan bahwa dunia sudah kehabisan waktu untuk bertindak memberantas penyakit TBC secara global.Â
Sebab, setiap hari hampir 4.000 orang meninggal karena TBC dan hampir 28.000 orang jatuh sakit karena penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan ini.