Prosesnya hanya dengan sistem mengalir secara grafitasi, memisahkan polutan dan kotoran menjadi air bersih dengan menggunakan tawas dan disinfektan kaporit yang mudah didapat di Indonesia.Â
Kapasitas yang dapat dibuat menggunakan mekanisme proses micro hydraulic ini mulai dari yang kecil sampai kapasitas ribuan liter perdetik. Hanya memerlukan listrik 1000 watt untuk pompa guna mengalirkan air dari sungai ke instalasi pengolahan.
Baca juga:
Dengan Teknologi Ini Mengubah Air Kotor Menjadi Air Bersih
Jadi, katanya, untuk saat ini teknologi lokal kita sudah bisa diandalkan, tidak perlu menggantung bantuan luar negeri. Bahkan untuk bencana seperti gunung merapi di mana hampir semua sumber air tercemar belerang, instalasi produk LAPI ITB mampu menghandlenya.Â
"Bahkan untuk polutan nuklir kita sudah bisa atasi. Untuk menjernihkan polutan kita gunakan tanah, sementara untuk menyerap zat yang bersifat racun digunakan arang. Yang penting dijaga adalah mengusahakan agar air itu tidak semua mengalir ke laut menjadi air asin, sebab biayanya akan menjadi sangat mahal," terangnya.
Sebagai penanggap, dr. Kadarsyah  mengatakan untuk masalah air, terutama untuk bencana, harus dihadapi dari dua pendekatan, yakni melalui pemerintah dan melalui masyarakat sendiri. Tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan pemerintah.
"Masyarakat perlu tahu cara melakukan mapping kebencanaan. Masyarakat perlu dipersiapkan menghadapai situasi bencana, termasuk di dalamnya melakukan persiapan air," ujarnya.
Masyarakat harus tahu sumber air, mata air, sungai, cara menyimpan air dan cara membuat tempat menyimpan air. Dengan cara ini kita akan yakin bahwa masyakat kita siap menghadapi problem air.Â
Bagaimana pun persoalannya maka belajarlah dari sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H