Sudah pernah mendengar teknologi micro hydraulic water treatment atau teknologi pengolah air bersih/air minum? Ini adalah teknologi yang dapat mengubah limpahan air yang dianggap bencana dan tidak bermanfaat menjadi berguna bagi kehidupan.
Teknologi ini juga dapat membantu mengurangi genangan dan banjir. Dengan sentuhan teknologi ini, air banjir dapat menjadi air bersih yang dimanfaatkan sebagai cadangan air untuk keperluan warga pada saat musim kemarau.
Dengan teknologi ini, tidak hanya menjadi persediaan air bersih, namun sekaligus dapat mengurangi banjir bahkan secara perlahan akan menormalisasi air di dalam tanah. Dengan kata lain, teknologi ini bisa dipakai dalam berbagai kondisi.
Jadi, teknologi ini dapat membantu menyelesaikan masalah air yang dihadapi berbagai wilayah Indonesia, entah yang kebanjiran maupun yang kekeringan, untuk kehidupan yang lebih baik.Â
Daripada menggunakan pipa beratus-ratus meter, bahkan berkilo-kilo meter, dengan teknologi ini tidak demikian. Bahkan yang ada bisa mengurangi biaya. Hebatnya, teknologi ini juga sudah dimanfaatkan di berbagai negara.Â
Nah, penemu teknologi pengolah air bersih/air minum ini adalah para pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yaitu Dr. Ir. Rusnandi Garsadi M.Sc bersama Prof. Dr. Ir. Indratmo Soekarno, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Suprihanto. N, Prof. Dr. Ir. Hang Tuah Salim, M.Oc.E (almarhum).Â
Para pakar ini bernaung di PT LAPI Indowater Institut Teknologi Bandung (ITB) -- salah satu perusahaan ITB di bawah naungan BPUDL atau Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari ITB.
"Teknologi ini sudah pernah diterapkan pertama kali paskakejadian Tsunami Aceh pada 2004, dan beberapa daerah lainnya seperti banjir Jakarta pada 2007 dan 2013, serta banjir di Kabupaten Bandung. Cuma memang belum semua daerah mau memanfaatkannya, karena dinilai teknologi kampungan mungkin dibanding teknologi luar," ungkap  Dr. Ir. Rusnandi Garsadi MSc.
Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi "Urgensi Air Bersih dalam Membangun Indonesia Sehat", Jumat (5/3/2021) yang saya ikuti.Â
Dalam webinar yang dipandu oleh Hasanuddin, S.IP, M.AP., pengajar Universitas Bayangkara Jakarta Raya dan aktivis Literasi Sehat Indonesia (LiSan), juga menghadirkan Ir. Juni Thamrin, M.Sc., Ph.D. (Kepala LPPMP Universitas Bayangkara Jakarta Raya/Ahli Kebijakan dan Community Development).
Webinar ini diadakan oleh Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), LiSan, Dep. Kesehatan BPP KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) Bakornas Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam PB HMI (LKMI PB HMI), dan Sadar Gizi.Â
Ia menjelaskan teknologi pengolahan air bersih/air minum ini prosesnya tidak membutuhkan waktu lama. Tidak sampai berhari-hari atau berjam-jam. Hanya butuh waktu sekitar 1 jam teknologi ini sudah mampu menghasilkan air bersih layak minum.
Teknologi ini dibandingkan dengan pemasangan instalansi air jauh lebih unggul. Bisa menghemat 2 hingga 3 kali dari biaya pemasangan pipa. Jadi, sangat hemat biaya, hemat penggunaan bahan penjernih atau coagulan, Â dan hemat penggunaan energi listriknya.Â
Mekanisme proses pengolahan air minum atau air bersih micro hydraulic ini, tidak tergantung pada bentuk unit pengolahan, bahan material yang digunakan, maupun besaran kapasitas pengolahannya, serta dapat mengolah beragam jenis air dengan tambahan komponen pengolahan.Â
"Teknologi ini bisa digunakan untuk skala kecil untuk perumahan, misalnya, hingga skala besar. Mulai dari air sangat keruh, air berwarna atau gambut, air danau, air saluran kanal, dan air payau. Atau juga mengatasi masalah kekeringan," jelasnya.
Ia menjelaskan, ada dua jenis utama dalam pemanfaatan teknologi pengolahan air minum atau air bersih ini. Pertama, sistem pengolahan air minum atau air bersih yang dapat dipindah-pindahkan dengan mudah atau mobile water treatment.Â
Sebagaimana namanya, pengolahan air bersih ini dibangun atau dipasang di atas truk berkapasitas 8 ton atau lebih. Mobile water treatment ini mampu memproduksi air minum/air bersih 500.000 liter/hari, dan hanya memerlukan energi listrik 1000 watt.
Cara kerjanya, energi listrik digunakan untuk memompa air baku keruh ke atas bak truk. Selanjutnya air diproses secara aliran gravitasi. Seluruh konstruksi utama baik unit proses maupun penunjangnya dibuat dari material antikarat sehingga meminimalkan pemeliharaan.
Jenis mobile ini sudah banyak dipakai dan dimanfaatkan oleh Kementerian PU, TNI AD, swasta, dan lainnya, untuk pengadaan air minum dalam berbagai kegiatan bakti sosial.
Kedua, yaitu pengolahan air minum atau air bersih permanen, layaknya pengolahan air bersih atau air minum PDAM atau industri. Dengan kapasitas kecil sampai 1.000 liter/detik atau lebih.
Proses pengolahan air minum dengan teknologi micro hydraulic ini, mulai dari sungai hingga menjadi air bersih atau air minum di rumah tangga, melalui beberapa tahap.
Tahap pertama, bagaimana menghilangkan patogen atau zat-zat lainnya yang menjadikan air baku tersebut keruh atau berwarna.Â
Tahap kedua, pengendapan lumpur lebih sempurna dan cepat, air yang bening di bagian atas bak pengendap mengalir secara gravitasi melalui saringan pasir.Â
Tahap ketiga, penyerapan melalui media penyerap polutan yang terlarut yang berbahaya untuk kesehatan. Pada sistem penyerapan ini, masih ada sisa sumber penyakit yang masih larut di dalam air.
Tahap keempat, air yang jernih ini masih diberi disinfektan untuk membunuh bibit penyakit, dengan menggunakan kaporit atau penyinaran ultra violet atau ozone, sehingga air yang dihasilkan benar-benar layak diminum.Â
"Seluruh prosesnya tidak menggunakan listrik. Dari hitungan ekonomi, sistem pengolahan air minum ini untuk satu pengolahan air minum mobile, bisa memproduksi 500.000 liter per hari, dengan energi listrik 1000 watt," tuturnya.
Dalam keynote speechnya, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Daeng M Faqih, S.H., M.H. menekankan, untuk mewujudkan manusia Indonesia yang sehat maka ketersediaan air bersih sangat urgen.Â
Karena itu, sangat wajar bila konstitusi negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.Â
Water, sanitation and hygiene (WASH) terdiri dari sumber air minum, kualitas fisik air minum, kepemilikan jamban dan hygiene yaitu kebiasaan cuci tangan. WASH ini mempengaruhi status gizi stunting pada balita yaitu melalui penyakit infeksi yang dialami. Dalam hal ini, WASH berarti ketersediaan air bersih.
"Semua orang tahu bahwa air bersih sangat penting untuk kesehatan masyarakat. Terlebih pada masa pandemi Covid 19 saat ini, yang terkenal dengan program 3M, salah satunya adalah mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir. Semakin teranglah bagaimana ungennya ketersediaan air bersih ini," tuturnya.
IDI sendiri pernah menerapkan teknologi ini dalam berbagai kesempatan bakti sosial dalam kegiatan penanganan bencana.
Dalam pengantarnya, Ketua DPP KKSS dr. Zaenal Abidin, yang juga Ketua Umum PB IDI periode 2012-2015, menyampaikan, dipilihnya tema ini karena sebenarnya sumber air banyak tapi tidak bisa dimaksimalkan.Â
Ada daerah yang kebanjiran, meski air berlimpah tapi nyatanya kesulitan air bersih. Ada juga yang kekeringan hingga mengalami kesulitan air bersih meski sesungguhnya sumber air cukup berlimpah.Â
Berbagai cara pun dilakukan agar kebutuhan airnya dapat terpenuhi. Seperti minta bantuan pemerintah atau donor agar dikirimi air bersih, menggali sumur yang sangat dalam, membeli pipa lalu mengalirkan air dari mata air pengunungan yang jauh ke pemukiman. Ada pula yang harus berjalan jauh lalu antri untuk mendapatkan air bersih.
Nah, kehadiran teknologi dari LAPI Indowater ITB ini mampu menjawab persoalan ini. Dengan teknologi yang ditawarkan oleh para ahli ini dapat menjadi awal dari ikhtiar mengubah genangan air atau banjir menjadi berkah terutama pada saat kemarau.
Semoga dengan teknologi ini tidak ada lagi masalah kekurangan air bersih baik akibat banjir atau kekeringan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H